Mantan Menkes Restui Penunjukan Langsung Penanganan Proyek Flu Burung
Berita

Mantan Menkes Restui Penunjukan Langsung Penanganan Proyek Flu Burung

Penunjukan langsung dilakukan lantaran Siti ditugaskan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menanggulangi penyebaran virus flu burung.

ANT
Bacaan 2 Menit
Mantan Menkes Siti Fadillah Supari di pengadilan tipikor Jakarta, Rabu (9/9). Foto: RES.
Mantan Menkes Siti Fadillah Supari di pengadilan tipikor Jakarta, Rabu (9/9). Foto: RES.

Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyatakan dirinya merestui prosedur penunjukan langsung pengadaan peralatan medik untuk penanganan wabah flu burung tahun anggaran 2006. Walau merestui, ia menegaskan, restu ini bukan untuk menunjuk langsung perusahaan tertentu agar bisa melaksanakan proyek tersebut.

"Pada waktu itu Pak Sekjen (Syafii Ahmad) dan Pak Dirjen (Farid Husein) datang, katanya Pak Sekjen sedang membuat kajian, setelah selesai saya tanda tangani untuk menyetujui rekomendasi cara penunjukan langsung. Saya hanya setujui prosedurnya, tapi bukan menunjuk suatu PT (perusahan) dan tentu dengan syarat sesuai dengan prosedur yang berlaku," kata Siti Fadilah saat bersaksi dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (9/9).

Terdakwa dalam perkara ini adalah mantan Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan (saat ini Kementerian Kesehatan) Mulya A Hasjmy. Menurut Siti, penunjukan langsung dilakukan lantaran ia ditugaskan oleh mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menanggulangi penyebaran virus flu burung.

Awalnya, lanjut Siti, berlangsung rapat di Istana Negara antara Presiden dengan Komnas Penanganan Flu Burung. Saat itu, pasien korban flu burung terus meningkat. Dalam rapat tersebut disepakati agar pasien flu burung tersebut segera diatasi lantaran tak setiap rumah sakit yang ada bisa menolong korban.

“Jadi harus didirikan pos, kalau tidak pasien makin banyak dan pemerintah tidak siap maka pemerintah bisa disalahkan orang sedunia. Jadi Presiden memerintahkan untuk segera mengatasi dan ada SK saya pada 2005 yang menyatakan bahwa flu burung adalah wabah dan sangat membahayakan sehingga menjadi KLB (kejadian luar biasa)," ungkap Siti Fadilah.

Saat itu, Siti bertugas untuk melengkapi 44 pos rumah sakit untuk menangani flu burung. Namun, biaya untuk pendirian 44 pos tersebut ia mengaku tidak mengetahui sumber dananya. Alasannya karena nilai proyek yang di bawah Rp50 miliar, sehingga tidak melalui menteri.

"Saya tidak ingat (sumber dananya) karena banyak sekali dan saya tidak terlalu tahu proyek-proyek itu karena proyek-proyek ini nilainya di bawah Rp50 miliar jadi tidak melalui menteri," tambahnya.

Walau tidak mengetahui anggaran dari mana, namun Siti mengaku bahwa pengadaan peralatan medik dalam penanganan wabah flu burung tahun anggaran 2006 tersebut dilakukan dengan penunjukan langsung. "Iya (dengan penunjukan langsung)," katanya saat menanggapi pertanyaan jaksa mengenai penunjukkan langsung.

Siti mengatakan, yang mengetahui asal anggaran adalah Syafii Ahmad yang menjabat Sekjen. "Saya minta Pak Sekjen tolong urus, dia yang melihat yang ini pakai dana apa, memang tata acaranya menteri tidak mengurus dana. Saya tidak tahu sumber dananya karena flu burung jadi masalah nasional jadi yang memikirkan dananya itu adalah Komnas (Flu Burung) yang dipimpin oleh Bapak Ical (Aburizal Bakrie selaku Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat saat itu)," jelasnya.

Siti pun mengaku tidak pernah berhubungan langsung dengan Mulya A Hasjmy. Hal ini bertentangan dengan pengakuan Mulya, yang mengaku bahwa Siti Fadilah pernah menemuinya dengan mengatakan bahwa Singgih Wibisono dari PT Bhineka Usada Raya (BUR) telah memperoleh persetujuan Siti Fadilah menjadi rekanan untuk pekerjaan pengadaan alkes flu burung 2006.

"Singgih pernah bilang ke saya, katanya yang menangani perusahaan-perusahaan itu saja karena sudah berjasa dalam tsunami Aceh. Ibu lalu senyum-senyum dan mengatakan laksanakan saja, itu ada beberapa kali pertemuan," kata Mulya dalam sidang yang sama.

Dalam perkara ini, Mulya didakwa bersama-sama dengan Siti Fadilah Supari melakukan tindak pidana korupsi kegiatan pengadaan peralatan medik dalam penanganan wabah flu burung tahun anggaran 2006 yang menyebabkan kerugian negara hingga Rp28,406 miliar. Ia diancam pidana dalam pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.

Ini adalah perkara keempat Mulya, sebelumnya ia dijatuhi pidana 2,5 tahun penjara karena terbukti melakukan korupsi proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) untuk penanganan wabah flu burung tahun anggaran (TA) 2006. Kemudian, Mulya dihukum dalam perkara korupsi pengadaan alkes di RS Prof Dr Sulianti Saroso dan RS Haji Sahudin Aceh Tenggara TA 2005.

Selanjutnya pada September 2013, Mulya dihukum dalam perkara korupsi pengadaan alat kedokteran kesehatan dan KB Linear Accelerator (Linac) di RSUP H Adam Malik Medan dan RSUP Dr Sardjito Yogyakarta TA 2007 selama empat tahun penjara sehingga ia masih harus menjalani hukuman hingga 24 Juli 2010 di lembaga pemasyarakatan Sukamiskin.

Sedangkan Siti Fadilah juga sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi Alat Kesehatan tahun 2007 yang tadinya ditangani Bareskrim Polri namun sudah dilimpahkan ke KPK.

Tags:

Berita Terkait