Melihat Dampak Negatif Bisnis Pakaian Impor Bekas
Terbaru

Melihat Dampak Negatif Bisnis Pakaian Impor Bekas

Tak saja dampak kesehatan dan lingkungan, tapi juga ekonomi. Masyarakat diimbau agar lebih memahami dampak negatif thrifting pakaian bekas impor ilegal bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi di banyak negara lain.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Ketua KADIN Indonesia Arsjad Rasjid. Foto: arsjadrasjid.com
Ketua KADIN Indonesia Arsjad Rasjid. Foto: arsjadrasjid.com

Bisnis penjualan pakaian bekas impor atau thrifting menjamur di Indonesia saat ini. Pemerintah pun melarang kegiatan bisnis tersebut dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No. 51 Tahun 2015 tentang  Larangan Impor Pakaian Bekas, dengan alasan kesehatan hingga ekonomi. Dengan begitu, thrifting menjadi transaksi jual beli yang ilegal karena pakaian bekas impor dikategorikan sebagai limbah mode dan dilarang untuk diimpor.

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid, mengatakan meskipun terlihat sebagai bentuk konsumsi yang ramah lingkungan, tetapi thrifting memiliki dampak negatif pada kesehatan, lingkungan, dan ekonomi. Terkadang, masyarakat membeli barang bekas hanya untuk memenuhi keinginan tanpa mempertimbangkan kebutuhan. Hal ini menyebabkan munculnya lebih banyak sampah yang harus diolah, mengonsumsi sumber daya yang tidak diperlukan.

Selain itu, thrifting dapat mempengaruhi keberlangsungan industri pakaian. Membeli barang bekas dapat mengurangi permintaan produsen dan merk pakaian dalam negeri, hingga menurunkan pendapatan produsen dan brand pakaian dalam negeri. “Industri yang terkena dampak dari transaksi ilegal ini termasuk pabrik, toko retail, dan juga para pekerja terkait di keseluruhan rantai pasok di industri pakaian,” ujarnya melalui keterangannya, Senin (20/3/2023).

Baca juga:

Arsjad mengimbau masyarakat agar lebih memahami dampak negatif thrifting pakaian bekas impor ilegal bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi di banyak negara lain. Dampak negatif dari tingginya jual beli pakaian bekas impor bahkan telah terjadi di Kenya dan Chile. Di Kenya misalnya, pakaian bekas impor ilegal masuk secara drastis mengurangi jumlah tenaga kerja pada industri tekstil.

Pada masa jayanya industri tekstil, 30% dari jumlah pekerja formal di Kenya dapat terserap di industri ini. Namun, industri tekstil yang sempat mempekerjakan lebih dari 200.000 pekerja tersebut kini hanya dapat menyerap kurang dari 20.000 pekerja karena tingginya jumlah impor pakaian bekas. 

Sementara di Chile, sebanyak 59.000 ton sampah tekstil didatangkan ke negara Amerika Latin itu dari berbagai penjuru dunia. Menurutnya, sampah-sampah itu menggunung karena mayoritas tidak dapat terserap pasar. Di Indonesia, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai impor pakaian bekas meroket 607,6 persen pada Januari-September 2022. Tren ini sangat perlu diwaspadai pemerintah dan pelaku industri pakaian dalam negeri untuk menghindari peningkatan dampak negatif dari impor pakaian bekas.

“Dalam konteks ini, menjadi jelas bahwa thrifting pakaian bekas impor adalah bentuk ekonomi sirkular yang tidak tepat dan merugikan bagi negara, termasuk Indonesia. Indonesia harus melindungi produsen dan brand industri pakaian dalam negeri apabila kita ingin melihat industri pakaian dalam negeri kita maju dan bersaing di pasar global,” katanya.

Tags:

Berita Terkait