Melihat Pengaruh Turunnya Indeks Persepsi Korupsi Terhadap Kepercayaan Investor
Berita

Melihat Pengaruh Turunnya Indeks Persepsi Korupsi Terhadap Kepercayaan Investor

Praktik korupsi tidak akan membuat pembangunan menjadi sehat, berkualitas, dan berkelanjutan.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Gedung KPK. Foto: RES
Gedung KPK. Foto: RES

Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berdasarkan laporan Transparency International (TI) menurun drastis sepanjang 2020. Laporan yang dirilis pada akhir Januari lalu menyatakan skor Indonesia turun dari 40/100 di tahun 2019 menjadi 37/100 di tahun 2020. Sehingga, menempatkan Indonesia di peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei seluruh dunia.

Penurunan indeks ini mengurangi kepercayaan publik terhadap kondisi pemberantasan korupsi, tata kelola pemerintahan serta kondisi investasi dan ekonomi Indonesia. Mengutip laporan dari Transparency International, terdapat 5 (lima) sumber data yang merosot jika dibandingkan dengan pengukuran tahun lalu, yakni Global Insight, menurun 12 poin, PRS (Political Risk Service) menurun 8 poin, IMD World Competitiveness Yearbook turun 5 poin, PERC (Political Economic and Risk Consultancy) Asia turun 3 poin, serta Varieties of Democracy yang turun 2 poin dari tahun lalu.

Sedangkan tiga indeks lainnya stagnan dari World Economic Forum EOS, Bertelsmann Transformation Index dan Economist Intelligence Unit. Hanya satu indikator yang mengalami kenaikan, yakni World Justice Project-Rule of Law Index (WJP-ROL). (Baca: Respons KPK atas Indeks Persepsi Korupsi yang Dirilis TII)

Pengamat ekonomi dan dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Faisal Basri, berpendapat praktik korupsi tidak akan membuat pembangunan menjadi sehat, berkualitas, dan berkelanjutan. Dia juga menyebut, praktik korupsi akan mengganggu rencana jangka panjang pembangunan.

“Yang mereka inginkan adalah meraup segala sumber daya secepat-cepatnya dan sebanyak mungkin untuk memperkokoh cengkeraman politiknya demi memperbesar kekuatan logistik. Merekalah yang akan terus berjaya di panggung politik,” katanya dalam Webinar bertajuk ‘Turunnya Indeks Persepsi Korupsi (CPI): Tantangan Investasi dan Ekonomi Indonesia’, Sabtu (13/2).

Dalam kesempatan sama, dosen FEB UGM, Rimawan Pradiptyo menjelaskan terdapat kesamaan antara dampak pandemi dan korupsi. Dia berpendapat, korupsi dan pandemi menciptakan kesenjangan multidimensi, serta berdampak negatif terhadap keadilan di dalam generasi atau intra generation equity dan keadilan antar generasi atau inter generation equity.

“Untuk itu, negara harus kembali ke amanah proklamasi dan kembali ke rel reformasi. Itu strategi adaptasi yang dibutuhkan Indonesia saat ini,” paparnya.

Tags:

Berita Terkait