Suatu aturan tentunya melalui proses dan tahap mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, sampai penerbitan. UU No.13 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dalam Pasal 98 ayat (1) menekankan pentingnya perancang perundang-undangan.
Rektor Universitas Yarsi, Prof Fasli Jalal mengatakan dirinya punya sejumlah pengalaman dalam merancang UU. Seperti UU No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Kedua beleid itu mengubah banyak hal, antara lain memberikan tunjangan yang lebih besar kepada guru, dosen, dan profesor. Terbitnya beleid itu mendorong para profesor kembali ke kampus untuk mengabdikan ilmunya.
“Itu membuktikan UU itu ampuh (bisa berjalan,-red),” katanya dalam pidato pembukaan kuliah umum bertema ‘Perancangan Hukum’ di Kampus Yarsi, Jakarta, Selasa (26/9/2023).
Menurut Fasli, RUU yang rancangannya kurang baik biasanya memuat ribuan daftar inventarisasi masalah (DIM). Tentu saja membahas DIM yang jumlahnya ribuan sangat melelahkan seperti UU No.6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perppu No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja Menjadi UU. Tapi yang jelas, suatu UU tak akan dapat terbit tanpa ada persetujuan dari Presiden dan DPR. Seperti UU 6/2023 kendati banyak ditolak masyarakat tapi bisa terbit karena lembaga legislatif dan eksekutif menyetujuinya.
Baca juga:
- Ini 15 Poin Perubahan UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
- Riwayat Panjang Pedoman Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
Tugas perancang peraturan perlu diberi masukan sehingga aturan yang dihasilkan adalah terbaik. Fasli mencatat dalam UU 13/2022 menekankan pentingnya partisipasi publik bermakna. Perlu juga kemudian dicermati mana masukan yang diterima atau tidak. Selain UU 6/2023, Fasli juga memberi contoh UU No.17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang sama menggunakan metode omnibus law. Tak lama setelah terbit UU 17/2023 langsung diuji kelompok masyarakat ke MK.
Selain itu UU 17/2023 butuh banyak peraturan pelaksana. Padahal, usia pemerintahan Presiden Joko Widodo akan berakhir tahun depan. Untuk menjawab tantangan itu dibutuhkan perancang peraturan perundang-undangan yang mumpuni. Peran perancang peraturan perundang-undangan sangat penting untuk menjaga kualitas UU dan peraturan yang dihasilkan.