Berangkat dari faktor-faktor tersebut, Darussalam memperkenalkan adanya paradigma kepatuhan kooperatif. Paradigma ini juga lahir sebagai konsekuensi perkembangan nilai-nilai dalam masyarakat, seperti keinginan untuk merestorasi kontrak fiskal, penghormatan atas hak-hak wajib pajak, prinsip demokrasi, dan sebagainya.
Poin utama paradigma ini adalah adanya pemahaman satu sama lain berdasarkan kebutuhan dan aspirasi baik dari otoritas pajak maupun wajib pajak. OECD juga memberikan definisi tambahan, di mana pendekatan kepatuhan kooperatif dapat dilihat sebagai bentuk mempertukarkan transparansi untuk memperoleh kepastian.
Paradigma kepatuhan kooperatif memiliki banyak manfaat bagi otoritas pajak, antara lain: pemahaman yang lebih baik atas bisnis dan situasi wajib pajak; kepastian; mendorong otoritas pajak untuk fokus pada kasus-kasus berisiko tinggi; alokasi SDM saat pemeriksaan akan jauh lebih baik; serta mengurangi sengketa di tingkat banding.
Sementara bagi wajib pajak, kepatuhan kooperatif memberikan manfaat antara lain: kepastian; berkurangnya biaya kepatuhan; manajemen risiko yang lebih terukur dan mudah; proses pemeriksaan lebih mudah dan nyaman; adanya keterbukaan yang mengakibatkan kesepakatan lebih mudah dijalankan; serta tidak munculnya risiko reputasi.
Manfaat yang bisa diperoleh tersebut pada hakikatnya selaras dengan apa yang menjadi tujuan reformasi pajak Indonesia 2017-2020, yaitu membangun sistem pajak yang berkepastian hukum, efisien, efektif, berkeadilan, serta mengutamakan hak-hak wajib pajak. Dengan demikian, paradigma kepatuhan kooperatif seharusnya menjadi kerangka utama reformasi pajak di Indonesia.
Baca:
- Terkait Sensus Data e-Commerce, BPS Jamin Kerahasiaan Data Individu
- Menkeu Pastikan Pajak e-Commerce Tak Merugikan Wajib Pajak
- Tok! 50 RUU Prolegnas 2018 Resmi Ditetapkan, Ini Daftarnya
Partner and tax research DDTC, Bawono Kristiaji menyampaikan proyeksi penerimaan pajak di tahun 2018. Menurutnya, salah satu tantangan terbesar di tahun 2018 bersumber dari internal pemerintah. Ambisi untuk merampungkan berbagai proyek pembangunan, dari infrastruktur hingga kesehatan, jelas membutuhkan dana besar. Ambisi tersebut kemudian diterjemahkan dalam target yang relatif tinggi.