Mengenal Modus Penipuan Berkedok Umrah
Edsus Lebaran 2024

Mengenal Modus Penipuan Berkedok Umrah

Pemerintah harus mengawasi penyelenggara ibadah haji dan umrah secara maksimal. Bukan hanya sekadar pengawasan dari sisi regulasi dan perizinan, tetapi juga pada tataran implementasi.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 5 Menit

“Untuk melihat daftar penyelenggara umrah atau haji khusus yang berizin itu sudah ada di Siskopatuh (Sistem Komputerisasi Pengelolaan Terpadu Umrah dan Haji Khusus),” tegas Jaja di Jakarta, Minggu (24/3), dilansir laman resmi Kemenag.

“Sekarang ini tidak kurang ada 2.573 travel yang melayani umrah ke Tanah Suci. Jangan tergiur dengan paket murah, bisa dicek apakah biro perjalanan yang menawarkan tersebut termasuk sudah berizin atau belum,” katanya.

Sanksi

Tentu ada sanksi bagi biro perjalanan haji dan umrah yang tidak memberangkatkan jamaah. Dikutip dari klinik Hukumonlinne, penyelenggara ibadah haji khusus/reguler (PIHK/PIHR) serta penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) berkewajiban untuk memberangkatkan, melayani, dan memulangkan jemaah haji sesuai dengan perjanjian dan memberangkatkan dan memulangkan jemaah umrah sesuai dengan masa berlaku visa umrah di Arab Saudi.

Bagi yang tidak melaksanakan kewajiban di atas dapat dikenai sanksi administratif berupa teguran tertulis, denda administratif, pembekuan perizinan berusaha atau pencabutan perizinan berusaha. Pasal 118 dan Pasal 119 UU No.8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, menegaskan bahwa PIHK dan PPIU dilarang melakukan perbuatan yang menyebabkan kegagalan keberangkatan, penelantaran, atau kegagalan kepulangan jemaah haji khusus.

Lebih lanjut, PIHK dan PPIU yang dengan sengaja menyebabkan kegagalan keberangkatan, penelantaran, atau kegagalan kepulangan jemaah haji khusus/jemaah umrah dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara kegiatan, denda administratif, paksaan pemerintah, pembekuan perizinan berusaha, dan/atau pencabutan perizinan berusaha. Selain itu, PIHK dan PPIU dikenai sanksi berupa kewajiban untuk mengembalikan sejumlah biaya yang disetorkan oleh jemaah haji/umrah serta kerugian imateriel lainnya.

Selain sanksi yang ditetapkan dalam UU 8/2019, penipuan yang dilakukan oleh biro perjalanan haji/umrah dapat diproses secara pidana. Merujuk Pasal 378 KUHP lama dan Pasal 492 UU No.1 Tahun 2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan, apabila pihak yang menyelenggarakan perjalanan ibadah haji/umrah tersebut secara melawan hukum dengan tipu muslihat dan/atau rangkaian kebohongan menggerakkan calon jemaah haji/umrah untuk menyerahkan sesuatu kepadanya, seperti sejumlah uang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, maka langkah hukum yang dapat dilakukan oleh pihak yang dirugikan adalah menuntut secara pidana penyelenggara perjalanan ibadah haji/umrah atas dasar tindak pidana penipuan.

Sebagai contoh, dapat merujuk pada Putusan PN Bontang Nomor 91/Pid.B/2019/PN Bon. Dalam kasus tersebut, terdakwa merupakan perwakilan PT. Hidayah Hasyid Oetama (H2O) di Bontang dan mulai merekrut calon jemaah haji untuk pemberangkatan haji plus dan umrah sejak tahun 2012.

Saat calon jemaah mendaftar dan menyetorkan biaya pemberangkatan, terdakwa mengatakan, sesuai petunjuk dari PT. H2O pusat, calon jemaah akan diberangkatkan dua tahun setelah mendaftar. Namun kenyataannya, calon jemaah yang mendaftar tahun 2012 tidak diberangkatkan pada tahun 2014 dengan alasan calon jemaah haji tersebut tidak ada visa. Demikian juga halnya pada tahun 2015 dan 2016, tidak ada calon jemaah yang diberangkatkan melalui PT. H2O.

Calon jemaah ternyata telah mengirimkan setoran kepada rekening pribadi terdakwa dan rekening lainnya milik anggota keluarga Terdakwa. Padahal PT. H2O menganjurkan perwakilannya untuk tidak menampung dana calon jemaah haji ke rekening pribadi dan juga tidak menyarankan untuk meminta biaya administrasi sendiri kepada calon jemaah. Terdakwa juga meyakinkan para calon jemaah akan diberangkatkan haji plus dua tahun kemudian. Padahal Terdakwa mengetahui kalau PT. H2O belum memiliki izin.

Berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa terdakwa telah melakukan tipu muslihat dan serangkaian kebohongan kepada para calon jemaah haji yang sudah mendaftar dan sudah membayar biaya haji kepada terdakwa. Dalam putusannya, Majelis Hakim menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penipuan berdasarkan Pasal 378 KUHP sebagaimana dalam dakwaan kedua dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa dengan pidana penjara selama tiga tahun.

Tags:

Berita Terkait