Menggugat Ketentuan Bunga Pinjaman dalam KUHPerdata
Terbaru

Menggugat Ketentuan Bunga Pinjaman dalam KUHPerdata

Majelis diminta membatalkan Pasal 1765, Pasal 1766, Pasal 1767, Pasal 1768 KUHPerdata karena bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan mengandung unsur riba agar tidak tergolong dalam kelompok yang mensahkan berlakunya riba bagi umat Islam di Indonesia. Majelis mempertanyakan Pasal 1 ayat (1) UUD Tahun 1945 sebagai pasal batu uji.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Gedung MK. Foto: RES
Gedung MK. Foto: RES

Sidang perdana pengujian materil Pasal 1765, Pasal 1766, Pasal 1767, Pasal 1768 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) terkait ketentuan bunga pinjaman uang atau barang dalam perjaniian digelar di Ruang Sidang MK, Selasa (4/7/2023). Permohonan perkara dengan Nomor 63/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Utari Sulistiowati (Pemohon I) dan Edwin Dwiyana (Pemohon II).

Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan yang dipimpin Hakim Konstitusi Manahan MP. Sitompul, Kuasa Hukum Para Pemohon Irawan Santoso mengatakan Pemohon I adalah perorangan warga negara Indonesia dan pernah melakukan perikatan Perjanjian Utang Piutang berlandaskan Akta Notaris Nomor 12 Tanggal 19 Februari 2019 di hadapan Notaris Supriyanto, SH, MM, Notaris yang berkedudukan di Depok, Jawa Barat. Pemohon I mengikatkan diri dengan Perjanjian Utang Piutang dengan Haji Hendri Syah Abdi senilai Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) dengan dikenakan bunga atas pinjaman dimaksud.

Sedangkan Pemohon II adalah perorangan warga negara Indonesia yang pernah melakukan Perjanjian Fasilitas Pinjaman Tunai melalui aplikasi Shopee pada tanggal 22 November 2022 sebesar Rp 750.000,- (tujuh ratus lima puluh ribu rupiah) dengan PT Lentera Dana Nusantara. Dalam Perjanjian dimaksud, Pemohon II dikenakan bunga/interest sebesar 3,95% atas keseluruhan utang, yang mana hal tersebut sangat merugikan Pemohon II.

Para Pemohon merasa hak konstitusional untuk memeluk dan melaksanakan agamanya masing-masing dirugikan dengan keberlakuan Pasal 1765, Pasal 1766, Pasal 1767, dan Pasal 1768 KUHPerdata karena para Pemohon harus menyepakati adanya perjanjian utang piutang yang dikenakan bunga atas peminjaman tersebut.

“Padahal, para pemohon beragama Islam, sehingga harus menjalankan ibadah sesuai dengan Al-Quran dan Sunnah, yang mana ketentuan dalam Islam bahwa mengambil bunga dalam utang piutang hukumnya haram karena mengandung unsur riba,” ujar Irawan Santoso dalam persidangan sebagaimana dilansir laman MK.

Pasal 1765 KUHPerdata menyebutkan, “Bahwa adalah diperbolehkan memperjanjikan bunga atas pinjaman uang atau barang lain yang habis karena pemakaian.”

Pasal 1766 KUHPerdata menyebutkan, “Barangsiapa sudah menerima suatu pinjaman dan telah membayar bunga yang tidak diperjanjikan dahulu, tidak dapat meminta kembali bunga itu dan juga tidak dapat mengurangkannya dari pinjaman pokok, kecuali jika bunga yang telah dibayar itu melampaui jumlah bunga yang ditetapkan dalam undang-undang; dalam hal ini uang kelebihan itu dapat diminta kembali atau dikurangkan dari pinjaman pokok. Pembayaran bunga yang tidak telah diperjanjikan tidak mewajibkan debitur untuk membayarnya seterusnya; tetapi bunga yang telah diperjanjikan harus dibayar sampai pada pengembalian atau penitipan uang pokoknya, biarpun pengembalian atau penitipan ini telah dilakukan setelah lewatnya waktu utangnya dapat ditagih.”

Tags:

Berita Terkait