Mengurai Aturan Tindak Pidana Korporasi di Indonesia
Utama

Mengurai Aturan Tindak Pidana Korporasi di Indonesia

Sampai saat ini, peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana korporasi masih terpisah-pisah. Tapi pada pokoknya, terdapat 3 model yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana yakni pengurus; korporasi; atau pengurus dan korporasi.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Narasumber Webinar Hukumonline bertajuk 'Memahami Pertanggungjawaban Pengurus dan Pemegang Saham Perusahaan Terkait Tindak Pidana Korporasi', Kamis (7/12/2023). Foto: Tangkapan layar zoom
Narasumber Webinar Hukumonline bertajuk 'Memahami Pertanggungjawaban Pengurus dan Pemegang Saham Perusahaan Terkait Tindak Pidana Korporasi', Kamis (7/12/2023). Foto: Tangkapan layar zoom

Berdasarkan teori hukum pidana dewasa ini terdapat 2 subjek hukum yang dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana yakni manusia dan korporasi. Dengan begitu, korporasi sebagai subjek hukum pidana menjadi ciptaan hukum seperti manusia yang mempunyai hak dan kewajiban dan dapat diminta pertanggungjawaban atas perbuatannya bila melawan hukum atau perbuatan yang dilarang.

“Kalau kita bicarakan hukum pidana kan ada dua kamar ya, hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Nah, hukum pidana materiil untuk korporasi itu tidak terkodifikasi, dia diatur di berbagai macam UU,” ujar Senior Associate Hendra Soenardi Arsa Mufti Yogyandi dalam Webinar Hukumonline bertajuk “Memahami Pertanggungjawaban Pengurus dan Pemegang Saham Perusahaan Terkait Tindak Pidana Korporasi”, Kamis (7/12/2023).

Baca Juga:

Ia menerangkan secara umum terdapat 4 UU yang mengatur tindak pidana korporasi yakni UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU Lingkungan Hidup), UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor), UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), serta UU No. 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP Baru).

Sementara itu, untuk ketentuan hukum formil berkaitan dengan tindak pidana korporasi berpedoman pada masing-masing peraturan perundang-undangan yang memberi definisi korporasi sebagai subjek hukum yakni Perma No. 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Perkara Tindak Pidana oleh Korporasi; Perja No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Penanganan Perkara Pidana dengan Subjek Hukum Korporasi; dan KUHAP.

“Pokoknya itu KUHAP, tapi detailnya diatur dalam Perma dan Perja. Sebenarnya banyak sekali UU yang mengatur korporasi sebagai subjek hukum pidana. Di UU TPPU itu korporasi dan/atau personilnya dijatuhkan TPPU bila melakukan pencucian uang yang diperintahkan oleh personil, memenuhi maksud dan tujuan korporasi, dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku, memberikan manfaat finansial atau nonfinansial bagi korporasi,” ujar Arsa.

Berdasarkan UU TPPU itu selain personil perusahaan, korporasi juga dapat dikenakan pidana dengan syarat yang ditentukan dalam Pasal 6 UU TPPU. Sedangkan di UU Lingkungan Hidup, melalui Pasal 116 ayat (1) berbunyi tuntutan dan sanksi atas tindak pidana lingkungan hidup yang dilakukan oleh, untuk atau atas nama badan usaha dapat dijatuhkan kepada 3 aspek. Ketiga aspek yang dimaksud ialah badan usaha; orang yang memberi perintah untuk melakukan tindak pidana; dan/atau orang yang bertindak sebagai pemimpin kegiatan dalam tindak pidana.

Tags:

Berita Terkait