Menjelang “Detik-detik” Pemecatan 56 Pegawai KPK
Utama

Menjelang “Detik-detik” Pemecatan 56 Pegawai KPK

Respons presiden terhadap penghentian pegawai KPK dinilai contoh yang buruk.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit
Sebanyak 56 pegawai KPK yang tak lulus TWK akan diberhentikan pada 30 September 2021. Foto: RES
Sebanyak 56 pegawai KPK yang tak lulus TWK akan diberhentikan pada 30 September 2021. Foto: RES

Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memberhentikan 56 pegawai yang tidak lulus tes wawasan kebangsaan (TWK) pada 30 September 2021. Hal ini menjadi sorotan publik mengingat para pegawai tersebut dianggap bersih dan berperan aktif membongkar kasus-kasus korupsi penting yang melibatkan pejabat-pejabat tinggi. Selain itu, sejak awal proses tes TWK dan peralihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) juga dikritik bernuansa tebang pilih dan menghilangkan independensi lembaga tersebut.

Pengajar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI), Qurrata Ayuni, menyatakan Jokowi memiliki tanggung jawab menyelesaikan polemik TWK. Dia mengatakan isu TWK muncul karena adanya Pasal 69B dan 69C RUU KPK. “Ada klausul yang menyatakan dalam dua tahun seluruh pegawai KPK harus berstatus ASN,” jelas Qurrata dalam sebuah diskusi, Selasa (28/9). 

Lalu, ada lembaga terkait lain seperti Ombudsman sudah merespons yang menyatakan BKN tidak punya kompetensi dari sisi alat ukur untuk menyelenggaran TWK. Kemudian, Komnas HAM juga menyatakan penyelenggaraan TWK tidak memenuhi prinsip profesionalitas, akuntabilitas dan diduga dilakukan secara sewenang-wenang.

“Jadi ada dua lembaga independen yang respons segini tajam, jadi menurut saya sebagai warga negara ini pandangan yang objektif. Ini dinilai oleh lembaga negara yang memiliki kapasitas untuk menentukan terjadi pelanggaran atau tidak,” jelas Qurrata. (Baca: Penjelasan KPK atas Hak Pegawai yang Akan Diberhentikan Pada 30 September)

Terdapat juga putusan Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. MA memutuskan tindak lanjut asesmen TWK tersebut merupakan kewenangan pemerintah. Jadi TWK itu bukan satu-satunya syarat. Sedangkan, MK memutuskan TWK sebagai syarat kekhususan sebuah pekerjaan tidak bertentangan dengan Pasal 28D ayat (2) sepanjang dilakukan berdasarkan alasan dan melalui prosedur yang adil, rasional dan sah.

Dia juga menyampaikan Jokowi sebenarnya sudah mengetahui dan menyetujui perubahan KPK sejak 2019. “Jangan tutup mata bahwa ini persetujuan walaupun (Jokowi) tidak menandatangani UU ini dan tidak mengeluarkan Perppu. Pada prosesnya, Jokowi terlihat tidak setuju atau tidak mau menandatangani. Tapi dilihat dari sejarah ini sudah didesain bahwa kedua pihak legislatif dan eksekutif setuju pada pelemahan-pelemahan (KPK),” jelasnya.

“Pelaku dan orang-orang yang menyepakati ini (RUU KPK) bukan hanya terletak pada pengusulnya. Tapi ada Presiden juga yang ternyata secara langsung dalam proses terlibat menyelenggarakan perubahan misalnya menjadi ASN,” tegas Qurrata.

Tags:

Berita Terkait