Menyingkap Nalar Bangsa-Bangsa Soal Syarat Menjabat Pemimpin
Resensi

Menyingkap Nalar Bangsa-Bangsa Soal Syarat Menjabat Pemimpin

Hasil menelusuri isi Konstitusi dari 195 Negara di dunia.

Normand Edwin Elnizar
Bacaan 5 Menit
Menyingkap Nalar Bangsa-Bangsa Soal Syarat Menjabat Pemimpin
Hukumonline

Pernahkah anda mempertanyakan alasan di balik sejumlah syarat Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan yang diatur oleh suatu negara? Persyaratan ini akan berlaku sejak awal pencalonan sebagai saringan terhadap siapa saja yang menjadi kandidat. Tidak hanya diatur dalam undang-undang, syarat ini bahkan lazim disebutkan dalam konstitusi. Di masa rumusan awal UUD 1945 sebelum amandemen era reformasi, tercantum syarat bahwa Presiden Indonesia harus merupakan orang Indonesia asli. Apa yang dimaksud orang Indonesia asli?

Amandemen UUD 1945 mengubah rumusan tadi menjadi warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri. Lalu, apa relevansi dan makna warga negara Indonesia sejak lahir bagi calon Presiden? Mengapa dilarang menjadi Presiden bagi yang pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri? Jika ditarik garis besarnya, bukankah hal tersebut juga termasuk diskriminasi?

Hukumonline.com

 

“Pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat menjadi dasar untuk menelaah makna, alasan, serta tujuan penetapan syarat menjadi Presiden dan Wakil Presiden Indonesia,” kata Susi Dwi Harijanti (Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjadjaran) dan Mei Susanto (Ketua Pusat Studi Kebijakan Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Negara) dalam pengantar buku karya mereka (hlm. vii). Buku baru yang terbit akhir tahun 2023 lalu itu tampak sangat relevan jelang Pemilihan Presiden di awal tahun 2024 sekarang yang penuh kontroversi di publik.

Hiruk pikuk perdebatan hasil pengujian konstitusionalitas batas usia calon Presiden dan calon Wakil Presiden pada akhir 2023 masih bergema. Padahal, hanya tersisa hitungan hari jelang Pemilihan Presiden 14 Februari 2024 yang akan datang. Gelombang keberatan atas penafsiran ulang Mahkamah Konstitusi (MK) soal syarat usia pencalonan—yang membuat Gibran Rakabuming Raka, anak kandung Presiden Joko Widodo dan keponakan Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman yang sama-sama masih menjabat saat putusan dibuat—belum berakhir saat artikel ini ditayangkan. Gibran bisa mencalonkan diri sebagai Wakil Presiden pada Pemilihan Presiden 2024 antara lain karena batas usia pencalonan diturunkan oleh putusan MK.

Baca juga:

Anwar Usman akhirnya dinyatakan melakukan pelanggaran etik berat oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) terkait putusan itu. Ia divonis bersalah telah melanggar prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan dalam kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi. Anwar Usman sudah memenuhi kriteria sanksi pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Hakim Konstitusi.

Namun, MKMK mengubah sanksi untuknya menjadi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi. Hak Anwar Usman mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatannya berakhir dicabut. Anwar juga dilarang terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan untuk perkara perselisihan hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan. Intinya, Anwar Usman dinilai bersalah karena terlibat konflik kepentingan saat membuat putusan MK yang menguntungkan keponakannya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait