Menyoroti Risiko Tipikor pada Industri Jasa Keuangan
Utama

Menyoroti Risiko Tipikor pada Industri Jasa Keuangan

Tindak pidana korupsi (tipikor) yang terjadi pada jasa keuangan berakibat fatal pada hilangnya kepercayaan publik.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Deputi Pencegahan dan Monitoring Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pahala Nainggolan, mengatakan pihaknya sangat memperhatikan risiko tipikor pada jasa keuangan. Dia menjelaskan jasa keuangan menjadi suplai utama dalam rantai tipikor yang ditangani KPK. Dia menegaskan tipikor yang terjadi pada jasa keuangan berakibat fatal pada hilangnya kepercayaan publik.

Pahala menyampaikan masih terdapat pihak-pihak yang belum memahami batas-batasan tipikor. Dia mengatakan masih terdapat pihak yang belum dapat membedakan antara gratifikasi dan suap. Padahal, pihak yang terlibat dalam tipikor termasuk gratifikasi dapat dijerat hukum.

“Pemerasan pasti yang menerima kena, kalau suap pemberi dan penerima sama-sama diangkut. Yang agak kabur adalah gratifikasi yang kalau yang menerima pasif maka tetap diduga atau dapat dianggap suap,” jelas Pahala.

Dalam jasa keuangan, korporasi sangat berperan dalam rantai tipikor. Tidak hanya korporasi berstatus BUMN atau BUMD, melainkan korporasi swasta juga dapat terlibat. Dia mencontohkan gratifikasi untuk bendahara daerah yang memotong gaji pegawainya karena ada kewajiban cicilan pada bank. Lalu, ada juga gratifikasi yang diberikan kepada oknum pemerintah daerah karena menempatkan anggaran daerah di bank tersebut.

Untuk itu, Pahala mengimbau semua pihak menolak semua bentuk gratifikasi agar tidak terjerat hukum perkara tipikor. “Suap harus ditolak, kalau gratifikasi tidak dianggap suap kalau dilaporkan ke KPK dan ditetapkan KPK milik anda atau milik negara. Tapi dari pada repot-repot berurusan KPK lebih baik ditolak,” tegas Pahala.

Untuk diketahui, KPK dan OJK melalui Nota Kesepahaman No.48 Tahun 2021 telah melakukan kerja sama dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di sektor jasa keuangan. Salah satu kegiatannya adalah penerapan program pengendalian gratifikasi dengan mendiseminasikan pencegahan korupsi kepada lembaga jasa keuangan yang berada di bawah pengawasannya.

Jika karena kondisi tertentu, pegawai negeri dan penyelenggara tidak dapat menolak gratifikasi, maka wajib melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.

Tags:

Berita Terkait