Nasionalisme Iptek dan Riset Berbasis Keanekaragaman Hayati Diperlukan untuk Kemajuan Bangsa
Pojok MPR-RI

Nasionalisme Iptek dan Riset Berbasis Keanekaragaman Hayati Diperlukan untuk Kemajuan Bangsa

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 4 Menit

Targetnya antara lain konsolidasi lembaga riset utama pemerintah pada 1 Januari 2022, transformasi proses bisnis dan manajemen riset secara menyeluruh untuk percepatan peningkatan critical mass sumber daya manusia, infrastruktur, dan anggaran iptek; menjadikan Indonesia sebagai pusat dan platform riset global berbasis riset berbasis sumber daya alam dan keanekaragaman (hayati, geografi, seni budaya) lokal. Serta mendorong dampak ekonomi langsung dari aktivitas riset dan menjadikan iptek sebagai tujuan investasi jangka panjang dan penarik devisa.

Paripurna Purwoko Sugarda, Wakil Rektor Bidang Kerjasama UGM mendukung apa yang disampaikan Laksana Tri Handoko soal kemajuan bangsa berbasiskan keanekaragaman hayati. Ia menjelaskan kebutuhan energi di Indonesia yang sangat besar merupakan peluang untuk mengembangkan energi terbarukan (renewable energy). Indonesia punya potensi besar atas energi terbarukan seperti tenaga angin, air, ombak, tenaga surya, panas bumi, biomass, dan lain sebagainya.

"Agar menjadi pemenang bidang energi di tingkat ASEAN, Indonesia perlu mengembangkan biofuel dan biomass, mengembangkan strategi teknologi energi, mendorong energi terbarukan berbasis maritim, serta mendukung memperbarui limbah air sehingga dapat digunakan kembali," jelas Prof. Paripurna.

Bagi Paripurna, melahirkan teknologi hingga hilirisasi tepat guna bukanlah hal yang sederhana. Membutuhkan kolaborasi pentahelix, mulai dari institusi negara, lembaga riset, kolabolariasi dengan BUMN dan sektor industri lain, menguatkan startup tanah air, bahkan harus cerdik menghadapi kompetitor teknologi dari negara lain.

"Mindset nasionalisme teknologi itu harus kita alami. Fanatik terhadap teknologi dalam negeri harus ada serta mencegah terburu-buru membeli teknologi asing dengan alasan lebih murah," ungkap Guru Besar Fakultas Hukum UGM.

Bagi Laksana Tri Handoko, tantangan global bisa diatasi kalau bangsa ini mempunyai data riset berbasis ilmiah, memperkuat SDM riset dengan menarik talenta muda Indonesia dalam dan luar negeri, dan regulasi yang memberikan perlindungan kepada pemanfaatan keanekaragaman hayati.

Menyikapi termarjinalkan kaum perempuan dalam penguasaaan teknologi dan akses pendidikan, Eva Kusuma Sundari, Ketua Bidang Riset,Teknologi, dan Informasi DPP PA GMNI, mengingatkan prinsip ajaran Bung Karno soal tidak boleh ada rakyat kelaparan, kemiskinan dan tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Tidak boleh ada eksploitasin manusia atas manusia serta bangsa terhadap bangsa lain.

Halaman Selanjutnya:
Tags: