Nazaruddin Didakwa Korupsi dan Pencucian Uang Ratusan Miliar
Berita

Nazaruddin Didakwa Korupsi dan Pencucian Uang Ratusan Miliar

Nazaruddin tidak mengajukan eksepsi.

NOV
Bacaan 2 Menit
M Nazaruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/12). Foto: RES
M Nazaruddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/12). Foto: RES
Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat dan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR M Nazaruddin kembali duduk di kursi "pesakitan". Bila sebelumnya Nazar didakwa sebagai pemberi suap dalam kasus korupsi Wisma Atlet, kini Nazar didakwa menerima suap dari melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) .

Penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kresno Anto Wibowo mendakwa Nazaruddin menerima hadiah atau janji sejumlah Rp23,119 miliar dari PT Duta Graha Indah (DGI) melalui Mohamad El Idris. Selain itu, Nazar didakwa menerima hadiah Rp17,25 miliar dari PT Nindya Karya yang diserahkan oleh Heru Sulaksono.

"Padahal, diketahui atau patut diduga pemberian-pemberian tersebut merupakan imbalan (fee) karena terdakwa telah mengupayakan PT DGI mendapatkan proyek pemerintah, serta mengupayakan PT Nindya mendapatkan proyek pembangunan Rating School Aceh dan Universitas Brawijaya tahun 2010," katanya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/12).

Peristiwa ini bermula ketika Nazar diangkat menjadi anggota Banggar DPR periode 2009-2014. Nazar yang juga pemilik dan pengendali kelompok usaha Anugrah Grup (kemudian menjadi Permai Grup) memiliki beberapa perusahaan, antara lain PT Anugrah Nusantara, PT Anak Negeri, PT Panahatan, dan PT Pacific Putra Metropolitan.

Kresno menguraikan, sekitar akhir 2009 hingga awal 2010, Nazar beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak PT DGI, Dudung Purwadi dan Muhamad El Idris. Dalam pertemuan itu, Dudung dan El Idris meminta bantuan agar PT DGI bisa mendapatkan beberapa proyek yang dibiayai dari anggaran pemerintah tahun 2010.

"Atas permintaan itu, terdakwa menyanggupi akan mengupayakan dan meminta komitmen fee kepada pihak PT DGI sebesar 21-22 persen dari nilai kontrak proyek. Terdakwa selanjutnya juga memperkenalkan anak buahnya, Mindo Rosalina Manulang (Marketing Permai Grup) yang akan berhubungan dengan PT DGI," ujarnya.

Kemudian, Nazar memerintahkan Rosa menyiapkan usulan proyek dari Satuan Kerja (Satker) pemerintah pengguna anggaran untuk dibahas di Banggar. Nazar juga memperkenalkan Rosa dengan beberapa rekannya anggota Banggar, salah satunya Angelina Sondakh agar proyek-proyek itu dapat disetujui dalam rapat Banggar.

Setelah anggaran disetujui Banggar, lanjut Kresno, Nazar memerintahkan Rosa menemui El Idris dan Dudung untuk membahas rencana proyek pemerintah yang dapat dikerjakan PT DGI. Seperti, proyek pembangunan gedung di Universitas Udayana, Universitas Mataram, Universitas Jambi, BP2IP Surabaya tahap tiga, dan RSUD Sungai Dareh Kabupaten Darmasraya.

Selain itu, ada pula proyek gedung Cardiac RS Adam Malik Medan, Paviliun RS Adam Malik Medan, RS Inspeksi Tropis Surabaya, dan RSUD Ponorogo. Selanjutnya, Nazar memerintahkan Rosa menemui masing-masing Satker penerima proyek untuk memenangkan PT DGI. Alhasil, Satker menindaklanjuti dengan memenangkan PT DGI.

Pasca PT DGI mendapatkan proyek-proyek tersebut, Nazar memerintahkan Rosa menagih komitmen fee kepada PT DGI. Komitmen fee pun direalisasikan secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp23,119 miliar. Setelah itu, Nazar memerintahkan Yulianis mencatat total komitmen fee yang ditagihkan kepada PT DGI.

Sementara, untuk penerimaan dari PT Nindya, menurut Kresno, didapat Nazar karena mengupayakan PT DGI mendapatkan proyek pembangunan Rating School Aceh dan gedung di Universitaa Brawijaya. Nazar meminta komitmen fee sebesar 22 persen dari masing-masing nilai kontrak proyek yang didapat PT DGI.

Pembicaraan komitmen fee itu terjadi saat pertemuan Nazar dengan Direktur Utama PT Nindya Kiming Marsono. Lalu, Nazar mengarahkan Kiming berhubungan dengan Rosa. Setelah PT Nindya mendapatkan proyek, Nazar memerintahkan Rosa menagihkan komitmen fee kepada PT Nindya yang seluruhnya berjumlah Rp17,25 miliar.

"Keseluruhan uang yang diterima dari pencairan cek PT DGI maupun PT Nindya dicatat dan disimpan dalam brankas Permai Grup, serta dilaporkan Yulianis kepada terdakwa pada rapat-rapat Permai Grup. Penggunaan uang hanya dapat dilakukan atas persetujuan terdakwa atau Neneng Sri Wahyuni (istri Nazar)," terang Kresno.

Atas perbuatannya, Nazar didakwa melanggar Pasal 12 huruf b UU Tipikor, subsidair Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Selain itu, Nazar juga didakwa melakukan TPPU karena menempatkan, menransferkan, membelanjakan, mengalihkan, membelanjakan, atau membayarkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga bersumber dari hasil korupsi.

Untuk TPPU setelah tahun 2010, Nazar dianggap menempatkan atau mentransferkan harta kekayaan yang diduga berasal dari korupsi di rekening perusahaan-perusahaan yang tergabung dalam Permai Grup dan rekening atas nama orang lain dengan saldo akhir seluruhnya sebesat Rp70,018 miliar dan Sing$1043.

Nazar juga diduga mengalihkan kepemilikan saham perusahaan di bawah kendali Permai Grup, yaitu PT Exartech Technologi Utama dan PT Panahatan sejumlah Rp50,425 miliar, kepemilikan tanah dan bangunan senilai Rp18,447 miliar, serta membelanjakan untuk pembelian tanah, bangunan, kendaraan, polis asuransi, dan saham seluruhnya sejumlah Rp488,963 miliar.

Sementara, untuk TPPU sebelum 2010, Nazar diduga menempatkan uang yang diketahui atau patut diduga dari hasil korupsi ke rekening atas nama orang lain dan rekening perusahaan-perusahaan Permai Grup dengan saldo akhir Rp50,205 miliar, membelanjakan untuk pembelian tanah Rp33,194 miliar, dan menitipkan dengan seolah-olah menjual sebesar Rp200,265 juta.

Dengan demikian, Kresno mendakwa Nazar melakukan TPPU sebagaimana Pasal 3, subsidair Pasal 4 UU No.8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP. Serta, Pasal 3 ayat (1) huruf a, c, dan e UU No.15 Tahun 2002 tentang TPPU jo UU No.15 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Atas dakwaan tersebut, Nazar dan tim pengacaranya tidak mengajukan korupsi. Nazar yang selalu tertunduk sejak penuntut umum membacakan surat dakwaan mengaku sedang dalam kondisi kurang sehat. Lantaran Nazar tidak mengajukan eksepsi, Ketua Majelis Hakim Ibnu Basuki Widodo mengagendakan sidang pekan depan untuk pemeriksaan saksi-saksi.
Tags:

Berita Terkait