Optimalkan Alternatif Penahanan Selain Pemenjaraan
Berita

Optimalkan Alternatif Penahanan Selain Pemenjaraan

Pandangan tentang penahanan sebagai instrumen membuat efek jera perlu diubah. Penahanan adalah upaya terakhir.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

Reza Fikri Febriansyah, Kasie Pembahasan RUU pada Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM juga melihat masalah yang sama. Penahanan berkaitan dengan kultur masyarakat dan media. Penahanan dianggap sesuatu yang harus ada, conditio sine qua non. Pelapor meminta polisi melakukan penahanan semata untuk membuat efek jera terlapor. “Target pelapor bukan terbukti atau tidaknya tindak pidana, tetapi supaya (terlapor) kapok saja,” kata Reza.

Reza sependapat tentang pentingnya edukasi bagi masyarakat, terutama untuk memahami esensi penahanan sebagai upaya terakhir. Contoh paling pas adalah kontroversi kebijakan asimilasi dan integrasi narapidana yang diterbitkan Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah penyebaran Covid-19 ke dalam tahanan dan lembaga pemasyarakatan. Karena itu, menurut dia, penting untuk mengubah paradigma masyarakat terhadap penahanan. Perubahan itu dapat dilakukan melalui perubahan peraturan perundang-undangan seperti KUHAP.

(Baca juga: Fungsi Penangkapan dan Penahanan dalam Proses Penyidikan).

Anggota Komisi III DPR, Taufik Basari, mengatakan dalam revisi KUHAP ke depan harus ada perubahan konsep penahanan. Prinsipnya, jika tidak dalam kondisi sangat penting sebaiknya tidak dilakukan penahanan.

Taufik mengapresiasi pemerintah yang sudah banyak menerbitkan kebijakan tentang restorative justice, dan memikirkan alternatif-alternatif penahanan di luar pemenjaraan. Sebagai anggota DPR, kata Taufik, dia juga sudah berusaha mendorong agar kebijakan yang mendukung optimalisasi alternatif-alternatif selain penahanan dijalankan. Problemnya sekarang justru pada pelaksanaan. “Di pelaksanaannya yang sering kedodoran,” tegas politisi Partai Nasdem itu.

Tags:

Berita Terkait