Penjatuhan Pidana Penjara Saiful Mahdi Dinilai Tindakan Tak Proporsional
Terbaru

Penjatuhan Pidana Penjara Saiful Mahdi Dinilai Tindakan Tak Proporsional

Sikap Presiden Jokowi terhadap permohonan amnesti Saiful Mahdi menjadi indikator perlindungan kebebasan berekspresi dan berpendapat, sebagaimana pernah diutarakan sebelumnya pada saat menyampaikan pentingnya revisi kembali UU ITE.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Dia menambahkan dikemukakan oleh Pelapor Khusus PBB untuk Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi, pemberian hukuman penjara bagi orang yang mencari, menerima, dan menyebarkan informasi dan gagasan sulit dibenarkan sebagai tindakan yang sesuai untuk mencapai salah tujuan yang sah menurut Pasal 19 ayat (3) ICCPR.

“Menyitir pendapat tersebut, menurut ELSAM penjatuhan pidana penjara terhadap ekspresi dari Saiful Mahdi hanya akan menciptakan efek jeri (chilling effect) atau dampak ketakutan yang besar terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi di Indonesia,” jelasnya.

Sehingga, ELSAM meminta Presiden Joko Widodo untuk memberikan Amnesti kepada Saiful Mahdi, sebagai bentuk kehadiran negara untuk melindungi pelaksanaan kebebasan berekspresi dan berpendapat, sebagai elemen esensial bagi keikutsertaan warga dalam kehidupan politik dan juga mendorong gagasan kritis dan perdebatan tentang kehidupan politik. Kebebasan ini merupakan prasyarat bagi perwujudan prinsip transparansi dan akuntabilitas yang pada akhirnya sangat penting bagi pemajuan dan perlindungan HAM secara keseluruhan, sekaligus memastikan berjalannya suatu pemerintahan yang demokratis.

Lebih jauh, dalam kasus Saiful Mahdi, Elsam menilai pertimbangan hukum sebagaimana tercermin dalam putusan pengadilan tingkat pertama hingga tingkat kasasi, gagal membedakan antara kritik dengan pencemaran nama baik sebagai spesies dari genus tindak pidana penghinaan.

Wahyudi menjelaskan tujuan utama hadirnya hukum pencemaran nama baik pada dasarnya adalah untuk menjaga dan melindungi reputasi sebagai bagian dari privasi seseorang. Kendati begitu, jika diterapkan dengan tidak hati-hati, justru akan menghambat penikmatan kebebasan berekspresi dan berpendapat (antinomi).

Terdapat elemen-elemen yang termasuk ruang lingkup hukum pencemaran nama baik. Elemen tersebut yaitu pernyataan yang diungkapkan merupakan suatu kebohongan (palsu), bersifat faktual, menimbulkan kerusakan, mengganggu reputasi orang (bukan institusi/lembaga) dan dipublikasikan kepada pihak ketiga.

“Oleh karenanya, suatu hukum pencemaran nama baik harus dikatakan inkonstitusional jika dimaksudkan untuk melindungi perasaan pribadi atau bahkan untuk melindungi ketertiban umum, gagal menyediakan pertahanan atau pembelaan yang memadai, dan jika diterapkan dengan kerusakan yang tidak proporsional dengan tindakannya,” jelas Wahyudi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait