PERADI Bantah Peraturan Magang Mempersulit Calon Advokat
Utama

PERADI Bantah Peraturan Magang Mempersulit Calon Advokat

PERADI dinilai setengah hati karena mencantumkan klausul kewajiban tanpa disertai sanksi. PERADI tidak melindungi kepentingan para calon advokat?

Rzk
Bacaan 2 Menit
PERADI Bantah Peraturan Magang Mempersulit Calon Advokat
Hukumonline

 

Kantor advokat, misalnya, diwajibkan mengajukan surat permohonan untuk menjadi tempat magang yang disertai dengan fotokopi Kartu Tanda Pengenal Advokat (KTPA)  atau Nomor Induk Advokat (NIA) pendirinya, daftar advokat pendamping, dan surat pernyataan tentang kesediaan memberikan laporan dan surat keterangan magang. Kewajiban yang sama juga diberlakukan bagi lembaga bantuan hukum cuma-cuma yang ingin dipersamakan dengan kantor advokat.

 

Kewajiban Tanpa Sanksi

Ketentuan yang terkesan membebani kantor advokat yang dijadikan tempat magang mendapat tanggapan beragam. Aturannya aneh, ada kewajiban tetapi tidak ada sanksi. Padahal, nasib kami (calon advokat, red) ada di tangan mereka (kantor advokat, red.), kata Asep –bukan nama sebenarnya- menyoroti ketentuan-ketentuan magang yang banyak membebankan kewajiban kepada kantor advokat tetapi tanpa disertai sanksi.

 

Senada dengan Asep, Nuri –juga bukan nama sebenarnya- berpendapat PERADI terkesan setengah hati menerbitkan peraturan magang karena mencantumkan klausul kewajiban tanpa disertai sanksi. Nuri khawatir ketidaktegasan ini dapat diartikan PERADI tidak melindungi kepentingan para calon advokat. Sangat mungkin, kantor advokat tempat kita magang hanya karena like or dislike (suka atau tidak suka, red.) tidak mau mengeluarkan surat keterangan magang, ujarnya.

 

Jika ditelusuri, beberapa peraturan magang yang diterbitkan PERADI memang tidak menetapkan sanksi bagi kantor advokat yang lalai atau tidak memenuhi kewajiban yang dibebankan. Sanksi tegas justru ditimpakan kepada advokat pendamping dan calon advokat.

 

Pasal 11 ayat (2) Peraturan No. 1 Tahun 2006 menyatakan Jika ternyata isi Surat Keterangan Magang dan atau Laporan Berkala dan/atau Laporan Sidang ternyata tidak sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya, misalnya Calon Advokat ternyata tidak pernah melakukan magang atau melakukan magang kurang dari jangka waktu yang disebutkan dalam Surat Keterangan Magang, baik Advokat Pendamping yang menerbitkan Surat Keterangan Magang dimaksud maupun Calon Advokat yang menggunakannya akan dikenai sanksi berupa diberhentikan dari profesi advokat secara tetap. Apabila Calon Advokat dimaksud belum diangkat sebagai Advokat, yang bersangkutan tidak akan pernah dapat diangkat sebagai Advokat

 

Kekhawatiran yang dikemukakan Asep dan Nuri ternyata bukan isapan jempol belaka. Salah seorang staf PERADI menceritakan dia pernah menerima pengaduan via telepon dari salah seorang calon advokat yang tidak bisa memperoleh surat keterangan magang dari kantornya. Calon advokat yang bekerja di kantor hukum seorang advokat ternama ini, memiliki dugaan kuat perlakuan yang dia terima terkait konflik pribadinya dengan si pemilik kantor.

 

Pangkalnya UU Advokat

Menyikapi hal ini, Soemarjono mengakui memang ada kelemahan dalam peraturan magang yang diterbitkan PERADI. Namun, dia berkilah kelemahan ini berpangkal pada peraturan induknya, UU Advokat. Pelibatan kantor advokat dalam pelaksanaan magang memang dimulai ketika UU Advokat lahir.

 

Pasal 29 ayat (5) UU Advokat menyatakan Organisasi Advokat menetapkan kantor Advokat yang diberi kewajiban menerima calon Advokat yang akan melakukan magang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf g. Sayangnya, kata ‘kewajiban' dalam ayat tersebut juga tidak dibarengi dengan sanksi.

 

Walaupun mencoba berkelit dari tudingan, tetapi bukan berarti tidak ada jalan keluar yang ditawarkan. Soemarjono mempersilahkan calon advokat yang mengalami masalah berkaitan dengan pelaksanaan magang untuk mengadu ke PERADI. Soemarjono belum bisa mengemukakan sanksi apa yang akan dikenakan tetapi dia mengisyaratkan masalah ini bisa saja diperkarakan di Dewan Kehormatan. 

 

Jadi, tidak benar tudingan kalau peraturan-peraturan magang itu mempersulit calon advokat. Ini justru memperjelas dan mempermudah mereka untuk menjadi advokat, tegasnya.

Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) terus berupaya merampungkan tugasnya mengantar ribuan calon advokat baru untuk menjadi advokat sesuai dengan ketentuan UU No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Pekerjaan yang saat ini tengah fokus dilaksanakan PERADI adalah pelaksanaan magang sebagai syarat untuk menjadi advokat sebagaimana digariskan Pasal 3 ayat (1) huruf g UU Advokat.

 

Melengkapi peraturan-peraturan menyangkut magang sebelumnya, pada 11 Desember 2006 lalu, PERADI menerbitkan Petunjuk Teknis (Juknis) Pelaksanaan Peraturan PERADI No. 1 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Magang untuk Calon Advokat. Sebelumnya, selain Peraturan No. 1 Tahun 2006, PERADI juga menerbitkan Peraturan No. 2 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Peraturan PERADI No. 1 Tahun 2006.

 

Kepada hukumonline, Soemarjono, salah seorang Ketua PERADI, menjelaskan tujuan diterbitkannya Juknis adalah dalam rangka menjabarkan lebih lanjut peraturan-peraturan sebelumnya yang cenderung lebih bersifat umum. Adanya Juknis diharapkan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pihak terkait mulai dari calon advokat, kantor hukum, dan advokat pedamping sehingga tidak terjadi salah penafsiran di kemudian hari. 

 

Setelah ini, Juknis-juknis berikutnya mungkin akan menyusul. Kita lihat dulu perkembangan yang muncul, apakah dibutuhkan (Juknis, red.) untuk hal-hal lain, kata Soemarjono yang juga menjadi salah satu tim perumus peraturan-peraturan magang.

 

Lebih lanjut, Soemarjono mengatakan Juknis ini didominasi oleh pengaturan mengenai kantor hukum yang akan dijadikan tempat magang, termasuk di dalamnya lembaga bantuan hukum cuma-cuma. Menilik substansinya, Juknis yang terdiri dari 16 butir ini diantaranya mengatur tentang kewajiban-kewajiban administratif yang harus dipenuhi kantor advokat tempat magang.

Tags: