Perkara Pidana Pasca Tsunami akan Segera Ditangani
Berita

Perkara Pidana Pasca Tsunami akan Segera Ditangani

Polisi sudah meminta Mahkamah Agung untuk segera menyidangkan perkara-perkara pidana yang terjadi selama dan pasca tsunami. Bisa menggunakan hakim detasering.

Mys
Bacaan 2 Menit
Perkara Pidana Pasca Tsunami akan Segera Ditangani
Hukumonline

 

Pada hari-hari pertama pasca bencana, penjarahan memang terjadi, terutama di daerah-daerah yang rusak parah dan belum tercapai tim evakuasi. Irwan, misalnya, mengaku kehilangan barang-barang berharga di lantai dua rumahnya. Warga Lambaro Skep, Banda Aceh itu, semula enggan pulang ke rumah karena masih banyak mayat membusuk bergelimpangan di jalan. Tetapi ia memutuskan kembali ke rumah (6/1), semua barang berharga yang ditinggalkan sudah dijarah orang tak dikenal. Banyak warga korban bencana yang mengalami nasib serupa dengan Irwan. 

 

Detasering dimungkinkan

Mengingat sejumlah hakim, panitera dan petugas pengadilan turut menjadi korban, maka ada beberapa alternatif yang dipersiapkan MA. Untuk sementara hakim-hakim yang selamat menjadi prioritas. Bila tidak mencukupi, bisa didatangkan dari Pengadilan Negeri (PN) di luar daerah bencana. Menurut Gunanto Suryono, kalau tidak memungkinkan memanfaatkan hakim-hakim yang bertugas di Aceh, maka sistem detasering akan ditempuh. Yakni, mendatangkan hakim-hakim dari Sumatera Utara sebagai daerah terdekat.

 

Sejauh ini memang belum ada inventarisir yang lengkap berapa jumlah hakim dan petugas pengadilan yang menjadi korban. Kalaupun mereka selamat, belum diketahui keberadaannya. Diyakini sebagian diantaranya masih mengalami trauma atau stress sehingga sulit untuk melaksanakan tugas sehari-hari di pengadilan. MA sendiri, kata Ketua MA Bagir Manan, tidak menutup kemungkinan penggunaan hakim tunggal untuk perkara-perkara pidana pasca tsunami.

Untuk memulai kembali proses persidangan atas perkara-perkara yang ada sebelum bencana tsunami di Aceh dan Sumatera Utara kemungkinan membutuhkan waktu lama. Selain berkas-berkas penyidikan dan persidangan yang hilang, sebagian tersangka dan terdakwa pun ikut menjadi korban.

 

Namun demikian, proses hukum di tengah bencana yang menelan korban lebih dari seratus ribu orang tersebut harus tetap berjalan. Apalagi selama dan setelah bencana terjadi, telah terjadi sejumlah tindak pidana seperti penjarahan dan pencurian. Oleh karena itu, polisi sudah meminta Mahkamah Agung sebagai pemegang otoritas peradilan mempersiapkan diri.

 

Polisi meminta agar perkara-perkara pidana yang terjadi saat dan setelah bencana ditangani secepatnya,  ujar Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung (MA) Gunanto Suryono pekan lalu. Diperkirakan, akhir bulan ini, sidang perkara-perkara penjarahan itu sudah bisa dilakukan.

 

Fokus kasus yang akan diadili adalah kasus-kasus penjarahan dan pencurian yang terjadi pasca bencana. Dalam keadaan perang pun pengadilan harus jalan, tegas Ketua MA Prof. Bagir Manan.

 

Menurut Gunanto, untuk tindak pidana yang locus delictinya di Banda Aceh dan daerah-daerah bencana yang gedung pengadilannya hancur, bisa disidangkan di gedung Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Militer di Banda Aceh. Kedua gedung tersebut relatif lebih bisa digunakan karena tidak sampai hancur karena bencana. Gedung pengadilan lain di luar Banda Aceh juga bisa dimanfaatkan untuk daerah yang terdekat. Sekedar informasi, dari 77 gedung pengadilan yang ada di Aceh dan Sumatera Utara, 38 diantaranya mengalami kerusakan.

Tags: