PP Pilkada (2): KPU Seperti Tak Butuh Tapi Perlu
Berita

PP Pilkada (2): KPU Seperti Tak Butuh Tapi Perlu

Komisi pemilihan Umum (KPU) Pusat sepertinya tak peduli meski lembaga itu tak ditunjuk sebagai penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Tapi keterangan dari pemimpinnya justru menyiratkan sebaliknya.

Zae
Bacaan 2 Menit
PP Pilkada (2): KPU Seperti Tak Butuh Tapi Perlu
Hukumonline
Bayangkan lembaga anda adalah institusi tingkat pusat dengan pengalaman penyelenggaraan kegiatan bertaraf nasional. Namun untuk penyelenggaraan kegiatan serupa di tingkat daerah, justru institusi anda di daerah yang ditunjuk untuk melaksanakannya tanpa perlu bertanggung jawab pada institusi pusatnya.

Bahkan kata dia, dalam rumusan UUD 1945 yang telah mengalami perubahan sebanyak empat kali tersebut, tidak ada satu pun rumusan pasal yang mengatur soal Pilkada. Dengan demikian, tidak ada alasan untuk menuduh bahwa UU No. 32 Tahun 2004 bertentangan dengan UUD 1945.

Sebelumnya, Gunawan Susmantoro dari Departemen Dalam Negeri menerangkan bahwa UUD 1945 justru telah dengan tegas memberikan kewenangan limitatif kepada KPU. Dalam Pasal 22E ayat (2) dan (5) disebutkan bahwa Pemilu diselenggarakan oleh KPU untuk memilih DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, serta DPRD. Jadi tidak termasuk Pilkada.

Sedangkan kewenangan yang diberikan kepada KPUD, jelas Gunawan, didasarkan pada bunyi Pasal 29 huruf g dan Pasal 32 huruf (g) UU No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilu. Yakni, KPUD dapat menjalankan kewajiban lain yang diatur oleh undang-undang.

Tak butuh tapi perlu

Sebagai institusi yang dilangkahi kewenangannya, wajar seandainya KPU Pusat melontarkan protes dan keberatan atas rumusan UU Pemda dan PP Pilkada. Kenyataannya, KPU bersikap seolah-olah tidak peduli dan tidak butuh kewenangan untuk menyelenggarakan Pilkada.

Memang pernah ada komentar-komentar dan tulisan di surat kabar dari anggota KPU yang menyatakan bahwa seharusnya Pilkada diselenggarakan oleh KPU, karena Pilkada merupakan bagian dari Pemilu. Namun dalam perjalanan selanjutnya, KPU justru terlihat kooperatif saat pemerintah mengajak kerja sama dalam penyelenggaraan Pilkada.

KPU juga sepertinya tidak berusaha menggugat rumusan dalam undang-undang itu, misalnya ke Mahkamah Konstitusi. Lebih mengherankan lagi, pihak KPU bahkan tidak merasa sebagai pihak terkait dalam perkara di MK yang diajukan oleh koalisi beberapa LSM.

"Kami anggota KPU kaget sebenarnya, karena dengan keluarnya UU No. 32 Tahun 2004 itu, di mana KPU tidak disebut-sebutkan di dalamnya, sehingga sekalipun dikatakan bahwa ini adalah kepentingan umum, KPU tidak merasa sebagai pihak terkait," ucap Ketua KPU Nazaruddin Syamsuddin.

Namun, uraian penjelasan yang disampaikan oleh Nazaruddin sejurus kemudian justru menyiratkan perlunya KPU diberi kewenangan untuk menyelenggarakan Pilkada.

Menurutnya, asas yang digunakan dalam Pilkada adalah asas dalam Pemilu, demikian juga bila dilihat dari siapa yang berhak memilih Kepala Daerah sama dengan pemilih dalam Pemilu. "Karena itu dapat disimpulkan bahwa Pilkada merupakan kegiatan Pemilu," urainya.

Ia juga menilai penunjukan KPUD sebagai penyelenggara Pilkada tanpa kaitan atau terpisah dengan KPU Pusat juga tidak tepat. Alasannya tertera dalam Pasal 1 ayat (4) UU Pemilu, yakni KPUD adalah pelaksana Pemilu di daerah yang merupakan bagian dari KPU.

"Penyerahan tugas dan wewenang menyelenggarakan Pilkada kepada KPUD, tetapi tanpa hubungan apapun dengan KPU sebagai instansi induk yang membentuknya dan merupakan aparat dekonsentrasi memiliki dasar hukum yang lemah. Menurut UU Pemilu, hanya KPU yang dapat memberi tugas dan wewenang lain untuk dilaksanakan oleh KPUD," jelas Nazaruddin.

Selanjutnya Nazaruddin menyoal kewajiban KPUD untuk bertanggung jawab kepada DPRD. Menurutnya, KPUD seharusnya hanya bertanggung jawab kepada KPU sesuai UU Pemilu. Sebagai panduan, KPU juga tidak bertanggung jawab kepada DPR dan presiden melainkan hanya melaporkan tahapan penyelenggaraannya saja.

Dari uraian tersebut bisa dilihat bagaimana KPU ingin menunjukkan bahwa pihaknyalah yang berwenang untuk menyelenggarakan Pilkada, bukan KPUD. Ketua MK sendiri, Jimly Asshidiqie, berkomentar bahwa setelah mendengar keterangan Ketua KPU, terbukti bahwa KPU adalah pihak yang betul-betul berhubungan dengan perkara tersebut.

Dengan demikian, tak salah juga jika tindakan KPU tersebut digambarkan dengan kiasan seakan tak ingin tapi mau, dengan kata lain, seakan tak butuh tapi perlu.

Hal itulah yang terjadi pada KPU dalam kaitannya dengan penyelenggaraan Pilkada. Pemerintah malah menunjuk KPU Daerah (KPUD) sebagai pihak penyelenggaranya, disertai dengan perintah untuk mempertanggungjawabkan kegiatan penyelenggaraan Pilkada tersebut kepada DPRD.

Penunjukan dan perintah kepada KPUD tersebut tertuang dalam Pasal 4 PP No. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (Pilkada). Disitu ditegaskan pemilihan diselenggarakan oleh KPUD dan dalam pelaksanaannya bertanggung jawab kepada DPRD.

Dasar hukum dari rumusan dalam PP tersebut jelas, yakni UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Tapi justru rumusan dalam undang-undang ini diduga melanggar ketentuan dalam UUD 1945, karena seharusnya penyelenggara Pilkada adalah KPU, bukan KPUD.

Selaku penyusun undang-undang bersama pemerintah, DPR buru-buru menampik dugaan ini. "Kami informasikan bahwa tidak ada satu pun pasal dalam UUD 1945 yang memerintahkan KPU menyelenggarakan Pilkada," tegas anggota Komisi III DPR, Patrialis Akbar.

Halaman Selanjutnya:
Tags: