PP Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik Dinilai Berpotensi Diskriminatif
Utama

PP Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik Dinilai Berpotensi Diskriminatif

Seharusnya PP tak hanya mengatur hak cipta lagu dan/atau musik, tapi juga ciptaan yang lain seperti tari. Kalangan artis mempertanyakan bagaimana pengawasan dan pertanggungjawaban LMKN, apa perbedaan pusat data dengan sistem informasi lagu dan/atau musik (SILM).

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

“Jika SILM yang dibangun LMKN nanti memotong royalti, musisi (artis) akan merasa sangat berat,” kata mantan vokalis band Dewa 19 itu.

Sementara Senior Partner Guido Hidayanto and Partners, Mohamad Kadri, mengatakan cara pandang utama yang harus dipahami adalah kekayaan intelektual harus dihargai. Karena itu, ciptaan harus dilindungi dan diakui. Dia berpendapat PP No.56 Tahun 2021 ini intinya mengatur tentang performing right lagu dan/atau musik. Bentuknya, antara lain pemutaran/pertunjukan lagu dan/atau musik di kafe, bar, kelab malam, dan konser musik. Begitu juga rekaman yang diputar lewat radio dan tv.

Dalam pengelolaan royalti ini, menurut Kadri penting membangun data yang kemudian digunakan LMKN untuk menarik dan mendistribusi royalti. Ke depan diharapkan ada sistem yang akan menjadi pusat transaksi hak cipta. Tantangannya bagaimana agar sistem yang dibangun ini transparan dan memuaskan semua pihak.

“Jika melalui SILM ini sistemnya bisa transparan, menjadi ideal, sehingga pengelolaan royalti seperti penarikan dan pendistribusian dilakukan dengan jelas,” katanya.

Tags:

Berita Terkait