Profesor I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani dan Jalan Mengatasi Konflik Tenurial
Perempuan dan Pendidikan Hukum:

Profesor I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani dan Jalan Mengatasi Konflik Tenurial

Mengusung gagasan sarjana hukum yang berintegritas, humanis dan berprinsip pada keadilan, I Gusti Ayu Ketut Rachmi Handayani memimpin Fakultas Hukum UNS Surakarta. Karya ilmiahnya banyak berkaitan dengan pelestarian lingkungan hidup.

Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit

 

Misalnya, bagaimana seharusnya kawasan hutan ditetapkan. “Pengaturan penetapan kawasan hutan harus responsif yang mempunyai kapasitas untuk beradaptasi yang bertanggung jawab, adaptasi yang selektif dan tidak serampangan. Pengaturan penetapan kawasan hutan harus menekankan pada keadilan substantif dan akses partisipasi publik dibuka lebar dalam rangka advokasi hukum dan sosial. Partisipasi publik dapat meningkat jika pemerintah juga menyediakan informasi yang memadai kepada masyarakat, sebagaimana tergambar juga dalam tulisan Prof. Ayu dan kawan-kawan yang dimuat di salah satu jurnal pada 2015 lalu: “Guarantee Access to Information of Climate Change on Water Resources Based on National Plan Climate Change Adaptation in Indonesia”.

 

Dalam hal terjadi pelanggaran perizinan, hukum administrasi negara harus ditegakkan, baik melalui pengawasan maupun penerapan sanksi. Pengawasan adalah langkah preventif memaksakan kepatuhan; sedangkan penerapan sanksi adalah langkah represif untuk memaksakan kepatuhan. Sanksi dalam ranah hukum administrasi sangat beragam, dan secara teknis tersebar dalam banyak peraturan perundang-undangan. Setidaknya dapat berupa paksaan pemerintah, penarikan kembali keputusan yang menguntungkan, uang paksa, atau denda administratif.

 

Dalam pidato pengukuhan, Prof. Ayu menuliskan bahwa HAN bertugas melakukan pengawasab penataan terhadap persyaratan izin dan kewajiban peraturan perundang-undangan, Kementerian LHK memiliki kewajiban melakukan pengawasan lapis kedua (oversight) dan penegakan hukum lapis kedua (second line enforcement). Yang pertama dilakukan jika ada pelanggaran serius yang dilakukan dalam kegiatan usaha; sedangkan yang kedua dilakukan jika ada kesengajaan pemerintah daerah tidak menerapkan sanksi administrasi terhadap pelanggaran yang bersifat serius.

 

Apapun jenis sanksi yang dijatuhkan atas pelanggaran tertentu, katakanlah pencemaran sungai, tujuannya adalah melindungi lingkungan hidup dari perusakan, menanggulangi perusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan, dan memberikan efek jera kepada pelaku. Pemerintah tak akan dapat menjalankan tugas itu jika pemangku kepentingan lain tak dilibatkan, khususnya masyarakat. Masyarakat dapat memanfaatkan mekanisme pengaduan, mengajukan upaya hukum administrasi, bahkan dalam isu lingkungan diakomodasi hak gugat organisasi lingkungan hidup. Kuncinya adalah membangun keterpaduan penyelesaian konflik tenurial. Di mata prof. Ayu, masyarakat bisa menjadi ujung tombak untuk menjalankan peraturan perundang-undangan bidang sumber daya alam.

 

Itu sebabnya, pelibatan masyarakat adalah bagian dari rekomendasi yang disampaikan Prof. Ayu dalam menyelesaian konflik tenurial. Tentu saja para pemangku kepentingan langsung lainnya juga penting; demikian pula kalangan perguruan tinggi. Kemauan politik pemerintah menjadi kunci, sekaligus mendorong koordinasi pimpinan tinggi di setiap strata. Apalagi jika ada lembaga yang secara khusus menangani konflik itu mulai dari daerah hingga ke pusat. Di situlah, HAN akan banyak berperan dan dapat dipergunakan para pemangku kepentingan mengatasi konflik tenurial yang terjadi.

Tags:

Berita Terkait