MK berwenang menguji materil dan formil terhadap UU. Sebagai batu uji bila menguji secara materil dengan UU Tahun 1945. Sementara uji formil, MK menggunakan UU 12/2011 sebagai batu ujinya. Makanya, ketika UU 11/2020 menggunakan metode omnibus law dan diuji formil dengan UU 12/2011, MK mengabulkannya.
“(Karena,red) prosedur pembentukan UU Cipta Kerja menabrak prosedur pembentukan UU sebagaimana diatur UU 12/2011. Masih bagus MK hanya menyatakan inkonstitusional bersyarat, kalau murni inkonstitusional, maka Pemerintah Presiden Jokowi benar-benar berada dalam posisi yang sulit.”
Terpisah, Pengajar Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Muhammad Nur Sholikin berpandangan putusan MK Nomor 91/PUU-XVIII/2020 seharusnya momentum bagi pemerintah agar serius menjalankan pembenahan regulasi secara komprehensif di internal pemerintah termasuk menata ulang kelembagaan di bidang pembentukan peraturan perundangan-undangan. Misalnya, merealisasikan gagasan pembentukan badan khusus yang menangani pembentukan peraturan perundang-undangan.
Dia menilai karut marutnya regulasi di Indonesia, antara lain disebabkan tidak terintegrasinya kewenangan dan fungsi dalam tata kelola regulasi. Makanya perlu kerja keras pemerintahan Jokowi-Maruf membenahi tata kelola pembentukan peraturan perundangan. Peneliti Senior Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia itu melihat di lingkungan pemerintah masih kerap terjadinya adanya kesalahan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan.
“Menjadi mendesak agar pemerintah dapat segera membentuk kementerian/lembaga khusus legislasi di internal pemerintah. Termasuk revisi UU 12/2011 juga perlu lebih serius mengatur ulang mengenai fungsi dan kelembagaan terkait peraturan perundang-undangan,” harapnya.