Respons Pegiat Antikorupsi dan Akademisi Soal Pencabutan Ketentuan Remisi
Terbaru

Respons Pegiat Antikorupsi dan Akademisi Soal Pencabutan Ketentuan Remisi

Putusan MA tetap harus dihormati, namun juga perlu dikritisi.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit

Wakil Menteri Hukum dan HAM 2011-2014, Prof Denny Indrayana, mengatakan lahirnya PP 99/2012 memang ditujukan untuk lebih memperketat pemberian remisi bagi napi koruptor. Dia menilai terjadi inkonsistensi MA dengan pembatalan PP 99/2012. Padahal, sebelumnya MA melalui putusan MA No 51/2013 telah menolak terjadi perbedaan perlakuan atau diskriminasi pada napi koruptor. Selain itu, dia juga menjelaskan bahwa dalam Putusan MK Nomor 41/PUU-XIX/2021 remisi tidak termasuk HAM, hak konstitusional. “Jadi tidak bisa dikatakan ini melanggar HAM,” jelas Denny.

Seperti diketahui, MA mengabulkan gugatan uji materiil terhadap PP No.99/2012 tentang Tata Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Uji materiil yang dikabulkan adalah terhadap pasal 34A serta aasal 43 A yang mengatur soal pemberian remisi kepada narapidana kasus kejahatan luar biasa yaitu perkara korupsi, terorisme dan narkoba.

"Putusan, Kabul HUM (Hak Uji Materiil)," kata juru bicara MA Andi Samsan Nganro di Jakarta, Jumat (29/10) seperti dilansir Antara.

Vonis diputuskan pada 28 Oktober 2021 oleh majelis hakim Supandi sebagai ketua dan Is Sudaryono dan Yodi M Wahyunadi selaku anggota. Perkara dengan nomor 28 P/HUM/2021 itu diajukan Subowo dan kawan-kawan selaku mantan kepala desa yang kini sedang menjalani hukuman di LP Sukamiskin di Bandung.

Dalam gugatannya, Subowo menggugat pasal 34A ayat (1) huruf (a) dan b, pasal 34A ayat (3), dan pasal 43A ayat (1) huruf (a), pasal 43A ayat (3) PP Nomor 99/2012 karena mereka menilai ketentuan dalam pasal-pasal tersebut bertentangan dengan UU di atasnya.

Sejumlah pertimbangan yang disampaikan hakim sehingga mengabulkan uji materiil itu adalah: Pertama, fungsi pemidanaan tidak lagi sekedar memenjarakan pelaku agar jera, akan tetapi usaha rehabilitasi dan reintegrasi sosial yang sejalan dengan model restorative justice (model hukum yang memperbaiki).

Kedua, narapidana bukan saja objek melainkan juga subjek yang tidak berbeda dengan manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kekhilafan yang dapat dikenakan pidana sehingga tidak harus diberantas namun yang harus diberantas adalah faktor-faktor yang menyebabkan narapidana berbuat hal-hal yang bertentangan dengan hukum.

Tags:

Berita Terkait