Sanksi bagi ASN yang Terlibat Kegiatan Organisasi Terlarang
Berita

Sanksi bagi ASN yang Terlibat Kegiatan Organisasi Terlarang

Sanksi beragam mulai dari sanksi disiplin, turun pangkat, di-nonjob-kan, bahkan dipecat.

Mochammad Januar Rizki
Bacaan 4 Menit

Hal ini karena Putusan MK No. 82/PUU-XI/2013 telah menyatakan bahwa Pasal 16 ayat (3) dan Pasal 18 UU Ormas, yang mewajibkan organisasi memiliki SKT, bertentangan dengan UUD 1945. Konsekuensinya, organisasi yang tidak memiliki SKT dikategorikan sebagai “organisasi yang tidak terdaftar”, bukan dinyatakan atau dianggap bubar secara hukum.

Hal sama diutarakan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo. Dia menegaskan bahwa ASN dilarang menjadi anggota organisasi masyarakat yang telah diputuskan pemerintah sebagai organisasi terlarang. “ASN dilantik dan diambil sumpahnya untuk setia kepada pemerintahan yang sah, Pancasila, dan UUD 1945. Sehingga apabila ASN sebagai anggota aktif organisasi yang dilarang itu dilarang secara prinsip,” katanya.

Bagi ASN yang terlibat sebagai anggota, mengikuti kegiatan, hingga sekadar menggunakan atribut dari organisasi terlarang tersebut akan dikenakan sanksi. Hal ini dikarenakan organisasi-organisasi tersebut sudah dilarang, sudah dibekukan, dan tidak boleh membuat kegiatan apa pun. “Indonesia adalah negara hukum. Apa yang menjadi keputusan pemerintah harus diikuti oleh seluruh warga negara, khususnya ASN,” jelasnya.

Selanjutnya, Tjahjo menjelaskan bahwa akan menerbitkan surat edaran yang melarang ASN untuk terlibat secara aktif dan tidak boleh menggunakan atribut dari organisasi yang tidak terdaftar di pemerintah, serta organisasi yang telah ditetapkan sebagai organisasi terlarang.

Jika dilanggar maka ASN tersebut sudah dipastikan akan dikenakan sanksi, baik sanksi disiplin, sanksi pidana, maupun sanksi lainnya. Surat edaran itu akan ditujukan kepada seluruh instansi pemerintah terkait pelarangan dan sistem pengawasan kepada ASN akan diserahkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) masing-masing instansi. Salah satu yang ditegaskan adalah ASN itu terikat dengan keputusan negara dan pemerintah.

Sebagai langkah tegas, Kementerian PANRB bersama Komisi Aparatur Sipil Negara dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) melakukan sidang Badan Pertimbangan Kepegawaian (BAPEK). Sidang yang dilakukan secara berkala tersebut memutuskan sanksi bagi ASN yang melanggar kode etik, hingga pidana seperti korupsi, penyalahgunaan narkotika, dan keterlibatan dalam gerakan radikalisme.

Tjahjo mengatakan ASN tidak boleh terlibat dalam masalah terorisme dan radikalisme, terlibat dalam area rawan korupsi, dan penyalahgunaan obat terlarang. “Jadi kalau memang ada ASN yang diam-diam tertangkap tangan atau ada bukti yang kuat tidak hanya dari PPK tapi dari laporan masyarakat, laporan teman-teman pers, itu bisa diproses dalam sidang BAPEK,” jelasnya.

Sanksi bagi ASN yang terlibat hal-hal di atas beragam. Mulai dari sanksi disiplin, turun pangkat, di-nonjob-kan, bahkan dipecat. “ASN harus tegak lurus terhadap apapun yang sudah menjadi keputusan pemerintah. Tugas ASN adalah bekerja secara produktif untuk melayani masyarakat dengan baik,” tutupnya.

Seperti diketahui, Pemerintah melalui Keputusan Bersama yang ditandatangani oleh enam pejabat Kementerian dan Lembaga secara resmi memutuskan melarang kegiatan dan penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan Front Pembela Islam (FPI). Menko Polhukam Moh. Mahfud MD dalam konferensi pers di Kantor Kemenko Polhukam, pada 30 Desemebr 2020, menyatakan bahwa FPI sejak tanggal 21 Juni tahun 2019 secara de jure telah bubar sebagai ormas, tetapi sebagai organisasi FPI tetap melakukan aktivitas yang melanggar ketertiban dan keamanan, dan bertentangan dengan hukum seperti tindak kekerasan, sweeping atau razia secara sepihak, provokasi, dan sebagainya.

 

Tags:

Berita Terkait