Genap sudah usia Mahkamah Konstitusi (MK) 20 tahun atau 2 dekade. Sebagai the guardian of constitution dan the final interpreter of constitution alias lembaga pengawal konstitusi serta hanya MK yang berwenang menafsirkan konstitusi itu menjadi harapan masyarakat yang hak-hak konstitusionalnya merasa dilanggar. Melalui putusannya MK juga berkontribusi membangun arah hukum dan kebijakan nasional.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK, Heru Setiawan menghitung selama 2 dekade ini MK telah menghasilkan 3.521 putusan. Dari jumlah itu yang dikabulkan 442 putusan, baik itu dikabulkan dan dikabulkan sebagian. Putusan yang ditolak sebanyak 1.559, dan 1.200 putusan tidak dapat diterima serta sisanya putusan yang ditarik kembali, gugur, dan tidak berwenang.
Jumlah putusan itu berdasarkan perkara yang selama ini ditangani MK meliputi perkara pengujian UU, sengketa kewenangan lembaga negara. Kemudian ada perkara perselisihan hasil pemilu kepala daerah dan wakil kepala daerah/perkara perselisihan hasil pemilihan gubernur, bupati, dan walikota, serta perselisihan hasil pemilu. Selain itu MK juga memiliki kewajiban untuk memberikan putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden menurut UUD.
“Ada 1 perkara yang belum pernah ditangani MK sampai saat ini yakni impeachment (pemakzulan,-red) Presiden dan Wakil Presiden,” ujarnya dalam acara pembukaan Constitutional Law Festival 2023 bertema “Quo Vadis MK Sebagai Judicial Supremacy Demi Tegaknya Konstitusi,” Jumat (8/9/2023) kemarin.
Baca juga:
- Sekjen MK Klaim Lembaga Konstitusi Masih On The Track Selama 2 Dekade
- Fenomena Munculnya Firma Hukum Konstitusi
Dari berbagai perkara yang ditangani MK itu, Heru berpendapat MK selama 2 dekade ini berkontribusi menjaga tegaknya supremasi konstitusi. Mendorong UUD 1945 dilaksanakan sesuai kehendak rakyat dan demokrasi. Peran MK dalam menegakkan konstitusi menurut Heru tak lepas dari permohonan perkara yang diajukan oleh masyarakat yang merasa hak konstitusionalnya dilanggar.
UU yang dimohonkan untuk diuji MK tak hanya sekali, tapi berulang kali. Misalnya, UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat pernah diuji sebanyak 28 kali, UU No.30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) sebanyak 28 kali, UU No.42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden diuji 34 kali.