Syarat Poligami akan Diperketat
Hukum Keluarga:

Syarat Poligami akan Diperketat

Harus ada surat dokter dari rumah sakit yang ditunjuk Pemerintah atas perintah pengadilan.

Mys
Bacaan 2 Menit

 

Berdasarkan UU Perkawinan dan KHI, alasan untuk melakukan poligami harus jelas. Antara lain isteri tidak memberikan keturunan, isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri, atau isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Rumusan semacam ini sebenarnya sangat merugikan perempuan karena belum tentu yang tidak subur adalah isteri. Dengan kata lain, kemampuan melahirkan isteri tergantung juga pada kesuburan suami.

 

Bagian inilah antara lain yang akan diperketat dan diperjelas. Menurut Dirjen Bimas Islam Departemen Agama, Nasaruddin Umar, alasan ketidakmampuan isteri dalam memberikan keturunan, sakit atau cacat tubuh akan dipertegas dalam draft RUU Terapan Peradilan Agama. Kelak, suami tak lagi bisa sembarangan berdalih isterinya tak bisa melahirkan, sakit atau cacat tubuh sehingga ia layak berpoligami. Suami harus bisa menunjukkan bukti berupa surat keterangan medis yang menguatkan dalih tersebut. Keterangan medis dikeluarkan rumah sakit Pemerintah atas permintaan pengadilan.

 

Hal ini bertujuan menghindari kemungkinan terjadinya manipulasi data yang diajukan pihak suami demi mendapatkan izin berpoligami, kata Nasaruddin Umar di sela-sela Konsultasi Nasional Hukum Keluarga, awal Februari lalu.

 

Masalah poligami menjadi salah satu polemik dalam Konsultasi Nasional Hukum Keluarga tersebut. Poligami acapkali dilakukan secara terbuka, dan aparat penegak hukum diam seribu bahasa. Padahal belum tentu poligami dilakukan menurut syarat dan ketentuan yang berlaku. Berdasarkan KHI, syarat utama melakukan poligami adalah kemampuan suami berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.

 

Perceraian karena poligami

Perceraian adalah peristiwa hukum yang lazim terjadi di masyarakat. Nyaris setiap hari, acara infoteinmen di televisi diisi berita perceraian artis atau figur publik. Seolah-olah perceraian adalah hal biasa, bukan sesuatu yang sifatnya personal dan rahasia.

 

Ironisnya, banyak perceraian (orang Islam) yang dilakukan tanpa melalui pengadilan agama. Isteri diceraikan begitu saja tanpa mempedulikan hak-hak mereka. Catatan Koordinator Nasional Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka), Nani Zulminarni, misalnya, menggambarkan hanya 4 persen responden anggota Pekka yang melaksanakan cerai di pengadilan. Komunitas Pekka sendiri terdiri dari 10 ribu rumah tangga dengan 40 ribu anggota keluarga. Dalam kasus perceraian itu, akses keadilan bagi perempuan dalam hukum dan peradilan masih bermasalah.

 

Salah satunya adalah dalam hal poligami. Isteri biasanya memilih bercerai daripada dijadikan isteri tua. Poligami menyumbang angka yang sangat besar terhadap perceraian, kata Dirjen Bimas Islam Departemen Agama, Nasaruddin Umar

Tags: