Disepakati, Tanda Tangan Menkeu di Uang Kertas
Utama

Disepakati, Tanda Tangan Menkeu di Uang Kertas

Malam ini, persoalan tanda tangan pemerintah di mata uang akan dibahas dalam pandangan mini fraksi

M Vareno Tarnes
Bacaan 2 Menit
Menkeu akan ikut menandatangani uang kertas. <br>Foto: Sgp
Menkeu akan ikut menandatangani uang kertas. <br>Foto: Sgp

Menteri Keuangan Agus Martowardoyo mengatakan bahwa tidak ada lagi persoalan mengenai ikutnya pemerintah menandatangani uang kertas. Ia menyatakan sudah ada koordinasi dan kesepakatan dengan Bank Indonesia.

 

“Secara umum kita sudah koordinasi sudah ada kesepakatan,” ujarnya di Jakarta, Selasa (24/5).

 

Sebagaimana diketahui, pemerintah dan Komisi XI DPR telah menyepakati ikutnya pemerintah (Menteri Keuangan) menandatangani uang kertas. Tanda tangan Menkeu mulai dibubuhkan di uang kertas tiga tahun lagi, pada 17 Agustus 2014.


Agus mengatakan bahwa pemerintah juga sudah mengajak BI berbicara mengenai persoalan ini saat membahas RUU Mata Uang dengan DPR. Hal ini ditegaskan menjawab maraknya keluhan dari bank sentral itu, yang merasa dianaktirikan dalam pembahasan RUU Mata Uang.

 

Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Budi Rochadi mengatakan, BI sama sekali tidak diminta masukan serta analisis terkait pembentukan RUU Mata Uang. BI mengungkapan kekecewaannya terhadap DPR dan juga pemerintah.

 

“BI sebagai bank sentral yang berwenang mengurusi pencetakan, peredaran hingga penghancuran mata uang mengetahui seluruh implikasi dan substansi dari mata uang malah tak diajak rembukan,” katanya.

 

Padahal, menurut Budi, BI sebagai bank sentral selama ini mengetahui banyak persoalan mata uang, mulai dari substansi hingga implikasi dalam pembentukan RUU tersebut. Dikatakannya, konsep yang diajukan DPR melalui Komisi XI dan Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang disampaikan ke pemerintah berbeda jauh antara periode yang lalu dengan saat ini.

 

Tidak sedikit dari konsep RUU saat ini, kata Budi, yang menyimpang. Beberapa masalah yang tidak perlu justru dimasukkan. “Contohnya ya masalah penandatanganan mata uang itu, dimana pemerintah melalui Menteri Keuangan ikut menandatanganinya,” katanya.

 

Dikatakan Budi, ikutnya Menteri Keuangan menandatangani mata uang justru berdampak luas. Bukan hanya soal simbol, pemerintah harusnya juga ikut bertanggung jawab mengenai kebijakan moneter.

 

Padahal dalam UUD 1945 pun, pembagiannya pemerintah mengurusi fiskal dan Bank Indonesia mengurusi moneter. Fungsi bank sentral paling kuno itu sirkulasi mata uang. Kalau dicampuri, berarti bukan bank sentral lagi. Kecuali BI dikembalikan di bawah pemerintah,” tandasnya.

 

Namun, Agus menegaskan bahwa ikutnya pemerintah menandatangani uang kertas penting agar masyarakat semakin percaya diri memegang uang. Sebab, artinya ada jaminan dari pemerintah.

 

“Hadirnya tanda tangan pemerintah menunjukkan uang itu adalah uang sah di NKRI. Juga, menunjukkan bahwa uang itu beredar Pemerintah Indonesia menanggung uang. Hal ini penting sebagai satu kredibilitas, satu komitmen dari pemerintah,” katanya. 

 

Meski demikian, tetap saja persoalan ini masih menjadi pro kontra. Pengamat pasar uang Farial Anwar mengatakan kewenangan pemerintah menandatangani uang kertas berlebihan. Sebab di beberapa negara, mata uang merupakan kewenangan moneter, yaitu kewenangan penuh bank sentral.

 

Farial berpendapat pemerintah tidak punya kepentingan ikut menandatangani uang kertas. “Itu berlebihan, apa kepentingan pemerintah,” sergahnya.

 

Menurutnya, sudah ada pembagian institusi kewenangan masalah moneter dan fiskal. Pemerintah diberikan kewenangan mengurusi masalah fiskal, seperti pajak, inflasi, dan lain sebagainya. Sementara, mata uang adalah masalah moneter yang merupakan kewenangan bank sentral.

 

“Jangan dicampuradukkan kewenangan ini. Pemerintah (Menkeu) tidak perlu ikut tanda tangan di uang kertas,” tandasnya.

 

Farial mengkhawatirkan, jika pemerintah ikut berwenang menandatangani uang kertas, ada tarik menarik kepentingan yang bersifat politis. “Bayangkan kalau satu saat pemerintah tidak bersedia menandatangani, uang kertas baru tidak bisa keluar,” tandasnya.

 

Akibatnya, nilai Farial, rencana moneter BI sebagai bank sentral dapat terganggu. “Masyarakat juga yang dirugikan,” ujarnya.

 

Karena itu, Farial menegaskan DPR perlu menolak masalah ini. “Jangan ada intervensi sektor fiskal ke moneter. Bisa dipakai untuk kepentingan pemerintahan yang berkuasa,” tandasnya.

 

Malam ini, persoalan tanda tangan pemerintah di mata uang akan dibahas dalam pandangan mini fraksi. “Kalau bisa diselesaikan malam ini, segera dibawa ke paripurna untuk disahkan,” pungkas Agus.

Tags: