Tiga Manfaat Pro Bono Bagi Advokat
Utama

Tiga Manfaat Pro Bono Bagi Advokat

Mengasah keterampilan dan membangun jaringan; membangun citra dan meningkatkan nilai tambah dibanding advokat lain; serta menjadi sarana publikasi melaluii ajang penghargaan pro bono yang digelar Hukumonline.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit
Tiga Manfaat Pro Bono Bagi Advokat
Hukumonline

Ajang Pro Bono Awards 2021 yang diselenggarakan Hukumonline akan digelar 16 Desember 2021. Kegiatan ini ditujukan sebagai bentuk apresiasi kepada advokat dan kantor hukum yang berdedikasi menjalankan kewajiban pro bono. Advokat memiliki hak dan kewajiban yang telah diatur UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat. Beleid itu mengatur kewajiban bagi advokat, salah satunya memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma atau dikenal dengan istilah pro bono.

Legal Research and Analysis Manager Hukumonline, Christina Desy, menyebut beberapa peraturan yang mengatur tentang pro bono, seperti UU No.18 Tahun 2003; PP No.83 Tahun 2008 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Bantuan Hukum secara Cuma-Cuma; dan Peraturan Peradi No.1 Tahun 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemberian Bantuan Hukum Secara Cuma-Cuma. Pro bono ini juga mandat UUD 1945 yang menjamin akses keadilan bagi seluruh masyarakat dan kedudukan yang setara bagi setiap warga negara di hadapan hukum.

Tapi, untuk mewujudkan mandat tersebut Pemerintah tidak bisa melakukannya sendirian, misalnya melalui program bantuan hukum yang sudah berjalan belum menjangkau akses bantuan hukum secara merata. Untuk itu, Desy menyebut para advokat diharapkan dapat membantu hal tersebut melalui pro bono.

“Harapannya masyarakat Indonesia punya akses lebih baik terhadap keadilan dan terpenuhinya tujuan Indonesia sebagai negara hukum,” kata Dessy dalam diskusi secara daring bertema “Road to Pro Bono Indonesia Awards 2021: Kenali Pro Bono Lebih Dekat Bagi Mahasiswa Hukum”, Kamis (2/12/2021).

Selain pro bono ada juga istilah bantuan hukum. Desy menjelaskan bedanya, pro bono itu merupakan jasa hukum yang diberikan advokat tanpa menerima pembayaran honorarium, meliputi pemberian konsultasi hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan pencari keadilan yang tidak mampu. Sedangkan bantuan hukum yakni jasa hukum yang diberikan oleh pemberi bantuan hukum secara cuma-cuma kepada penerima bantuan hukum dengan pendanaan yang berasal dari APBN.

“Pro bono dan bantuan hukum itu keduanya sama-sama bantuan hukum secara cuma-cuma. Tapi bedanya pro bono itu kewajiban advokat dan dana juga dari advokat yang memberikan bantuan hukum. Tapi kalau bantuan hukum itu program dari negara dan anggarannya dari APBN,” ujar Desy.

Kedua jenis bantuan hukum juga targetnya sama yakni masyarakat tidak mampu. Advokat dianjurkan memberikan bantuan hukum secara cuma-cuma sedikitnya 50 jam setiap tahun. Tapi tidak ada sanksi yang jelas jika kewajiban itu tidak dijalankan oleh advokat. Hanya saja, dalam Peraturan Peradi No.1 Tahun 2010 disebutkan bagi advokat yang tidak memenuhi anjuran tersebut, maka proses perpanjangan kartu advokatnya bisa ditolak.

Editor In Chief Hukumonline, Fathan Qorib, menjelaskan pro bono bukan hal baru karena praktik ini sudah ada sejak awal abad ke-20 pada masa pemerintahan Hindia Belanda. Tapi ketika itu bantuan hukum cuma-cuma hanya diberikan kepada keturunan asing, bukan untuk kalangan bumiputera. Setelah Indonesia merdeka para tokoh advokat Indonesia mempraktikkan pro bono, seperti Trimoelja D Soerjadi, yang sempat melakukan pro bono untuk kasus Marsinah di tahun 1993.

Ada juga Adnan Buyung Nasution, Yap Thiam Hien, dan sederet tokoh advokat lainnya telah menjalankan pro bono meskipun kala itu belum ada regulasi yang mewajibkan advokat melakukan bantuan hukum cuma-cuma. Praktik tersebut menjadi cikal-bakal diaturnya pro bono dalam beberapa aturan di Indonesia.

Mengutip Penjelasan PP No.83 Tahun 2008, Fathan mengatakan pro bono merupakan bentuk pengabdian yang dilakukan profesi advokat. “Ini kesadaran penuh advokat untuk membantu masyarakat yang tidak mampu di sekitarnya untuk mendapatkan akses keadilan,” ujarnya.

Soal ketentuan yang menganjurkan advokat melakukan pro bono minimal 50 jam setahun, Fathan berpendapat yang berperan tak hanya advokat yang bersangkutan, tapi juga organisasi advokat. Sayangnya sampai saat ini organisasi advokat belum melakukan pencatatan yang baik terkait praktik pro bono yang telah dilakukan anggotanya.

“Seharusnya catatan itu dapat digunakan sebagai dasar organisasi advokat untuk memberikan insentif kepada anggotanya, misalnya perpanjangan kartu anggota secara gratis,” usulnya.

Selain itu, pro bono penting bukan hanya untuk meringankan beban masyarakat tidak mampu untuk mengakses keadilan, tapi juga untuk advokat itu sendiri. Fathan mencatat sedikitnya ada 3 manfaat pro bono bagi advokat. Pertama, mengasah keterampilan dan membangun jaringan profesional. Semakin banyak pro bono maka pengetahuan, keterampilan, pengalaman dan jaringan advokat tersebut juga berpotensi meningkat.

Kedua, membangun citra dan meningkatkan nilai tambah jika dibandingkan dengan advokat lainnya. Ketiga, pro bono sebagai sarana publikasi, misalnya melalui ajang penghargaan pro bono (pro bono awards) seperti yang dilakukan Hukumonline. “Untuk advokat muda, praktik pro bono bisa dimulai dari lingkungan sekitar atau terdekat,” saran Fathan.

Melalui pro bono awards yang diselenggarakan Hukumonline, Fathan menyebut kantor hukum juga didorong untuk mendukung advokatnya melakukan pro bono. Misalnya, memberikan insentif bagi advokat yang melaksanakan pro bono dan menyiapkan anggaran untuk pro bono.

Tags:

Berita Terkait