Tiga Rekomendasi Komnas HAM untuk Pemerintahan Jokowi Jilid II
Berita

Tiga Rekomendasi Komnas HAM untuk Pemerintahan Jokowi Jilid II

Mulai dari penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat, penanganan konflik sumber daya alam (SDA), dan menangani masalah intoleransi dan pelanggaran kebebasan berekspresi.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Ketiga, pemerintahan Jokowi dalam 5 tahun ke depan menurut Taufan perlu memperhatikan serius maraknya kasus intoleransi dan pelanggaran atas hak kebebasan berekspresi. Taufan mencatat periode 2014-2019 banyak terjadi peristiwa intoleransi seperti penyerangan Jamaah Ahmadiyah di NTB dan peristiwa serupa di daerah lain. Ironisnya setiap upaya hukum dalam kasus intoleransi tidak pernah menyeret pelaku utamanya. Sekalipun aktor utama diseret ke pengadilan, vonisnya ringan.

 

Periode yang sama Komnas HAM juga mencatat banyak tindakan presekusi yang dilakukan kelompok massa dan ormas. Taufan berpendapat tindakan presekusi itu karena adanya perbedaan pandangan. Media sosial digunakan sebagai sarana untuk melakukan mobilisasi massa melakukan presekusi. Mengingat banyaknya pekerjaan rumah bagi pemerintahan dalam 5 tahun ke depan, Taufan mengusulkan agar ditetapkan skala prioritas untuk menyelesaikannya.

 

“Ini perlu dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan mandat konstitusi dalam rangka penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan HAM.”

 

Komisioner Komnas HAM bidang pemantauan dan penyelidikan, Amiruddin Al Rahab, mengusulkan dalam 6 bulan ke depan pemerintah memiliki rencana konkret untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Menkopolhukam harus berkoordinasi dengan instansi lain. “Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat sudah tertunda sangat lama. Kasus ini harus segera diselesaikan agar ke depan peristiwa yang sama tidak terulang lagi,” harapnya.

 

Komisioner Komnas HAM bidang pendidikan dan penyuluhan, Beka Ulung Hapsara, selain menuntaskan pelanggaran HAM berat secara yudisial dan non yudisial, pemerintah perlu melakukan kerja nyata untuk pemulihan dan perlindungan hak korban. Hampir semua korban dan keluarganya mengalami trauma atas peristiwa pelanggaran HAM berat yang mereka alami. Selain bantuan medis dan konseling, penting bagi pemerintah untuk menghapus stigma bagi korban dan keluarganya.

 

“Jika pemerintah serius menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat, upaya pemulihan dan penghapusan stigma ini harus dilakukan,” papar Beka.

 

Wakil Ketua Komnas HAM bidang eksternal, Sandrayati Moniaga mengatakan di bidang agraria, pemerintah harus menindaklanjuti putusan MK yang menegaskan tentang hutan adat. Pelaksanaan Perpres Reforma Agraria harus didorong agar lebih optimal. Dia mencatat pelaksanaan Perpres Reforma Agraria sampai sekarang sangat minim, pemerintah lewat Kementerian ATR/BPN masih fokus untuk menerbitkan sertifikat yang sifatnya individual. Padahal dibutuhkan juga pengakuan bagi lahan yang dimiliki secara kolektif oleh masyarakat, seperti hutan adat.

Tags:

Berita Terkait