UU Jaminan Produk Halal Dipercaya Jadi ‘Penolong’ Indonesia di MEA
Berita

UU Jaminan Produk Halal Dipercaya Jadi ‘Penolong’ Indonesia di MEA

Tapi Pemerintah wajib segera merampungkan sejumlah PP dan Permen turunan dari UU itu.

NNP
Bacaan 2 Menit
Diskusi Halal Watch di Jakarta, Selasa (29/12). Foto: NNP
Diskusi Halal Watch di Jakarta, Selasa (29/12). Foto: NNP

Meski telah disahkan sejak akhir tahun 2014 lalu, UU Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal dinilai belum terlihat ‘gaungnya’. Padahal, di awal-awal kemunculannya, mulai dari perancangan, perumusan, hingga pengesahan, undang-undang ini cukup menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Akan tetapi, menjelang berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) awal tahun 2016 nanti, ternyata undang-undang ini justru dianggap ‘penolong’ bagi Indonesia.

Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch Ikhsan Abdullah mengatakan kalau UU Jaminan Produk Halal menjadi penyelamat bagi komoditas produk-produk lokal di Indonesia terhadap ‘banjirnya’ produk-produk dari negara MEA lainnya. “UU JPH (Jaminan Produk Halal) menjadi barrier (penghalang/penahan) yang akan selamatkan pasar di Indonesia,” katanya dalam diskusi di Jakarta, Selasa (29/12).

Pasalnya, UU Jaminan Produk Halal mengatur kalau semua produk baik barang dan jasa yang masuk pasar Indonesia, selain harus baik dan sehat juga wajib bersertifikasi halal. Ketentuan ini dianggap cukup melindungi pelaku usaha di Indonesia, terutama para pelaku usaha Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) dalam menghadapi MEA.

“Jangan sampai Indonesia menjadi ‘ladang’ bagi negara-negara yang telah siap dalam MEA nanti,” ucapnya.

Untuk diketahui, kewajiban bersertifikat halal bagi produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia sebetulnya masih akan diberlakukan lima tahun ke depan atau tahun 2019, sejak UU Jaminan Produk Halal diundangkan pada Oktober 2014 silam. Hal ini tertuang dalam ketentuan Pasal 67 ayat (1) UU Jaminan Produk Halal.

Menurut Ikhsan, jeda waktu itu juga mestinya bisa dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membantu pelaku usaha di Indonesia. Terlebih jika pemerintah ingin menjamin pelaku usaha UMKM dalam memenuhi amanat dari Pasal 4 UU Jaminan Produk Halal yang mengatur mengenai jaminan produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia bersertifikat halal.

“Tanpa peran negara, UMKM yang sangat lemah dalam permodalan dan teknis akan menjadi tumbal MEA,” tuturnya.  

Meski begitu, Ikhsan tak menampik jika ketentuan itu belum bisa diberlakukan efektif hingga tahun 2019 mendatang. Ditambah lagi, pasar bebas ASEAN akan mulai berlaku pada akhir tahun ini. Menurutnya, efektifitas ketentuan itu belum bisa dilakukan mengingat masih ada hutang pemerintah mengenai aturan turunan dari undang-undang ini, seperti Peraturan Pemerintah (PP) serta menunggu dibentuknya Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) melalui Peraturan Menteri (Permen).

Atas dasar itu, Ikhsan mengatakan, bentuk keseriusan pemerintah terhadap kepentingan pelaku usaha dan UMKM dalam menghadapi MEA bisa dilihat dari kehadiran negara untuk segera mengeluarkan sejumlah aturan turunan tersebut. Ia percaya, dengan adanya aturan-aturan turunan, maka pemberlakuan UU Jaminan Produk Halal bisa dilakukan secara efektif.

“Produk halal itu bukan saja sehat, akan tetapi sekaligus hygiene, dan wholesome (berkah),” katanya.

Di tempat yang sama, Kasubdit Produk Halal Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama RI Siti Aminah mengakui kalau sejumlah aturan turunan dari UU Jaminan Produk Halal belum berhasil diterbitkan. Hingga kini, Kementerian Agama masih melakukan pembahasan dengan instansi terkait.

Salah satu yang tengah digodok adalah PP tentang Pelaksana Jaminan Produk Halal dan PP tentang Pembiayaan Sertifika Halal. Selain itu, Kementerian Agama juga sedang membahas Permen tentang Struktur BPJPH untuk badan yang menangani sertifikasi halal. Siti menegaskan, kalau aturan-aturan tersebut ditargetkan rampung pada awal tahun 2016 nanti.

“PP itu diamanatkan ada tujuh tapi itukan bisa diringkas jadi itu satu kesatuan. Makanya namanya PP Pelaksana Jaminan Produk Halal yang meringkas dari beberapa PP yang ada. Jadi total ada dua PP dan satu Permen tentang Strukutur BPJPH untuk badan yang menangani halal. Secepatnya karena maksimal 17 Oktober 2016,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait