Vaksinasi Berbayar Berisiko Kurangi Stok Vaksin Gratis Individu
Terbaru

Vaksinasi Berbayar Berisiko Kurangi Stok Vaksin Gratis Individu

Membuka opsi berbayar untuk individu memang bisa mempercepat program vaksinasi tetapi kalau skemanya VGR, otomatis ketersediaan stok untuk karyawan swasta berkurang.

Mochamad Januar Rizki
Bacaan 6 Menit

“Pada akhirnya, cepat lambatnya program vaksinasi, baik pemerintah maupun swasta, akan tergantung dari kecepatan BUMN ini. Kalau pengadaan tetap harus melalui satu pintu saja, membuka jalur-jalur pasokan baru bisa menjejali pintu tersebut dan akhirnya meningkatkan risiko kemacetan,” ungkapnya.

Indonesia, ujar Andree, perlu mengembangkan dan mendiversifikasi jalur impor dan produksi vaksinnya untuk mengurangi risiko disrupsi. Ketergantungan pada satu produsen sangat berisiko karena Indonesia membutuhkan jumlah vaksin yang besar untuk mempercepat dan memperluas jangkauan vaksinasi. 

CIPS merekomendasikan Kementerian Investasi untuk mengidentifikasi hambatan regulasi di sektor manufaktur farmasi. Upaya tersebut bukan hanya merealisasikan investasi manufaktur vaksinnya bukan saja akan meningkatkan kapasitas produksi vaksin di dalam negeri, tetapi juga membantu regulator mengidentifikasi hambatan bagi partisipasi Indonesia yang lebih luas dalam rantai nilai global farmasi. Rencana memperluas program VGR perlu perencanaan jalur pasokan yang cermat agar dapat berjalan efektif dan tidak malah mengurangi dampak percepatan yang diharapkan. 

Sebelumnya, Direktur Pengembangan Organisasi dan Sumber Daya Penelitian Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Rizki Argama menilai program VGR meskipun terdengar seperti kabar baik namun pelaksanaan vaksinasi berbayar individu dianggap tindakan tidak sensitif terhadap situasi genting saat ini serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

PSHK mencatat terdapat sejumlah persoalan rencana VGR individu ini. Pertama, perubahan definisi VGR dilakukan tanpa proses yang transparan dan partisipatif. Sebelumnya, Pasal 1 angka 5 Permenkes 10/2021 dan perubahannya (Permenkes 18/2021) mendefinisikan VGR sebagai pelaksanaan vaksinasi kepada karyawan dan keluarganya yang pendanaannya dibebankan kepada badan hukum/badan usaha. Namun, Permenkes 19/2021, pada pasal yang sama, memperluas definisi itu dengan memasukkan individu sebagai penerima VGR yang pendanaannya dibebankan kepada individu yang bersangkutan.

Gama menilai perubahan definisi tersebut bertentangan dengan sikap kritis masyarakat sejak awal 2021 yang menolak skema vaksinasi berbayar. Selain itu, proses perubahan Permenkes tanpa sepengetahuan masyarakat sebagai pemangku kepentingan juga diindikasikan bertentangan dengan Pasal 24 ayat (2) Permenkes 1/2020 tentang Tata Cara Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Bidang Kesehatan di Lingkungan Kementerian Kesehatan.

Pasal itu mewajibkan dilakukannya uji kelayakan (publik) dalam proses penyusunan rancangan Permenkes. Sulit bagi publik mempercayai Permenkes 19/2021 telah memenuhi aspek transparansi dan partisipatif mengingat para epidemiolog dan praktisi kesehatan justru banyak yang menolak skema vaksinasi berbayar,” ujarnya, Minggu (11/7).

Tags:

Berita Terkait