Putusan-Putusan Pengadilan tentang Human Trafficking
Berita

Putusan-Putusan Pengadilan tentang Human Trafficking

Laporan monitoring tahunan ECPAT memperlihatkan anak-anak perempuan masih rentan menjadi korban perdagangan manusia.

Mys
Bacaan 2 Menit
Putusan-putusan pengadilan tentang Human Trafficking. Foto: SGP
Putusan-putusan pengadilan tentang Human Trafficking. Foto: SGP

Ketika memberikan pandangan atas peluncuran edisi kedua Pemantauan Global Status Eksploitasi Seksual Komersial Anak di Jakarta 18 Oktober lalu, Ahmad Sofian menyebutkan perdagangan anak-anak untuk tujuan eksploitasi seks masih mengkhawatirkan. Koordinator Koalisi Nasional Penghapusan Eksploitasi Seksual Anak (ECPAT) Indonesia itu mengutip estimasi ILO, sekitar seratus ribu perempuan anak dan perempuan diperdagangkan setiap tahun.

 

Bahkan data UNDOC memperlihatkan sekitar 2,4 juta orang dari 27 negara menjadi korban eksploitasi. “Perdagangan manusia benar-benar menjadi fenomena global dan suatu kejahatan yang mempenagruhi hampir setiap bagian dunia,” jelas UNDOC, badan PBB yang mengurusi obat-obatan dan kriminal, dalam pernyataannya 10 Oktober lalu.

 

Kerisauan Sofian dan UNDOC dalm konteks Indonesia bukan tanpa alasan. Pada pertengahan Juli lalu, polisi berhasil membongkar perdagangan tiga orang gadis asal Bandung. Ketiga ABG dijadikan pekerja seks komersial di salah satu kawasan lokalisasi di Pekanbaru, Riau. Berulangkali polisi berhasil mengungkap perdagangan anak-anak ‘baru gede’ untuk dijadikan pekerja seks di daerah yang jauh dari tempat tinggal mereka. Sebagian pelaku dibawa ke pengadilan. Bagaimana sikap pengadilan?

 

ECPAT, PBH Peradi, dan IOM pernah membahas masalah ini di Surabaya Juli lalu. Hakim Agung Salman Luthan menegaskan dari 10 kasus human trafficking yang diteliti, payung hukum yang dipakai untuk menjerat pelaku masih berbeda. Ada yang langsung memakai UU No 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang. Ada pula yang menggunakan UU No 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, dan UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

 

Salman Luthan menambahkan pelaku kasus perdagangan orang yang divonis bebas di tingkat pertama umumnya dinyatakan bersalah di tingkat Mahkamah Agung. Bukan hanya itu. “Pidana yang dijatuhkan Mahkamah Agung cenderung lebih berat daripada pidana yang dijatuhkan peradilan tingkat pertama dan tingkat banding,” paparnya.

 

Mari kita lihat putusan-putusan pengadilan. Pengadilan Negeri Tulungagung pernah menjatuhkan hukuman 15 tahun penjara kepada terdakwa MARS bin Sgt pada awal Juni 2010. Pengadilan Tinggi menguatkan putusan itu. Mahkamah Agung berbuat serupa, bahkan menambahkan pertimbangan yang memberatkan posisi terdakwa.

 

Menurut majelis hakim agung HM Imron Anwari, H Achmad Yamanie, dan Prof Surya Jaya, perbuatan terdakwa memaksa korban melayani puluhan pria untuk bersetubuh sangat tidak manusiawi. Terdakwa bukan hanya memperdagangkan dan menyetubuhi, tetapi juga melakukan kekerasan fisik kepada korban. Hukuman 15 tahun, kata majelis, “sudah setimpal” (putusan no. 1669 K/Pid.Sus/2010).

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait