Legislator Alpa Implikasi Yuridis UU OJK
Berita

Legislator Alpa Implikasi Yuridis UU OJK

Konsultan hukum pasar modal berharap ada peraturan teknis untuk mengantisipasi masa transisi.

Mys
Bacaan 2 Menit
Anggota Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis (kiri) berbicara dalam seminar yang digagas hukumonline dan HKPM. Foto: SGP
Anggota Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis (kiri) berbicara dalam seminar yang digagas hukumonline dan HKPM. Foto: SGP

DPR dan Pemerintah diduga alpa pada implikasi yang ditimbulkan pengesahan UU No 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Perubahan model pengawasan perbankan dan lembaga keuangan non-bank sebagaimana diamanatkan UU No 21 Tahun 2011 sedikit banyak akan berpengaruh pada jasa keuangan, termasuk aktivitas pasar modal.

 

Dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2012 implikasi yuridis aturan OJK terhadap seluruh jasa keuangan tak tampak sama sekali. Hanya revisi UU Perbankan yang masuk dan relatif sudah diterima oleh Badan Legislasi DPR. Anggota Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis menduga pembentuk undang-undang lupa ada regulasi lain yang terpengaruh langsung atau tidak langsung oleh berlakunya UU No 21 Tahun 2011. “Mungkin nggak kepikiran,” ujar politisi Partai Golkar ini.

 

Berbicara dalam seminar yang diselenggarakan hukumonline dan Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal (HKPM) di Jakarta, (21/1), Harry mengingatkan wet tentang Otoritas Jasa Keuangan itu memberi wewenang kepada Otoritas untuk mengawasi bukan saja Bank Indonesia, tetapi juga jasa keuangan lainnya. OJK adalah lembaga independen yang bertugas mengatur dan mengawasi jasa keuangan di sektor perbankan, pasar modal, serta asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.

 

Dikatakan Harry, kehadiran UU OJK membawa implikasi pada peraturan lain karena adanya interkoneksi regulasi. Terutama pada UU Pasar Modal, dan UU Bank Indonesia. Bayangkan, sejak 31 Desember 2012, fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan dan pengawasan kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, perasuransian, dana pensiun, dan lembaga pembiayaan beralih dari Menteri Keuangan dan Badan Pengawas Pasar Modal- Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) ke OJK.

 

Untuk mengantisipasi itulah Komisi XI DPR, kata Harry, sudah sepakat untuk mendorong agar UU No 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal bisa segera diamandemen. Komisi segera berkirim surat ke Badan Legislasi DPR dan Pemerintah agar amandemen segera dilakukan mengingat masa pengalihan wewenang ke OJK makin dekat. “Undang-Undang ini selayaknya ikut diamandemen,” kata dia di hadapan lebih dari seratus konsultan hukum pasar modal.

 

Ketua HKPM, Felix O. Soebagjo, mengatakan gagasan merevisi Undang-Undang Pasar Modal sebenarnya sudah lama muncul. Berdasarkan catatan hukumonline, draf revisi sudah disusun pada 2000, dan Bapepam berharap proses revisi bisa selesai tahun berikutnya.

 

Sepuluh tahun berlalu, hasilnya belum tampak. Belakangan, pembahasannya terhenti lantaran DPR dan Pemerintah sibuk menyusun RUU OJK. Hingga kemudian muncul lagi usulan Harry untuk memulai amandemen yang sempat tertunda. Para konsultan hukum pun tak keberatan usulan Harry Azhar Azis.

 

Namun mewujudkan harapan itu tak gampang. Jika tak masuk prolegnas, amandemen Undang-Undang Pasar Modal tak mungkin dilakukan tahun ini. Yang bisa dilakukan adalah mengubah peraturan di level peraturan yang lebih rendah. Karena itu, Felix berharap Bapepam-LK bisa mengeluarkan peraturan teknis dalam masa transisi sebelum amandemen Undang-Undang Pasar Modal diselesaikan.

Tags: