Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pemeriksaan Pelanggaran Lalu Lintas
Pasal 12 PP 80/2012
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dapat dilakukan secara berkala setiap 6 (enam) bulan atau insidental sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 14 ayat (1) PP 80/2012
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan secara insidental sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan dalam hal:
a. pelaksanaan Operasi Kepolisian;
b. terjadi pelanggaran yang tertangkap tangan; dan
c. penanggulangan kejahatan.
Atas pelanggaran tersebut, pihak kepolisian akan menerbitkan surat tilang. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 24 ayat (3) PP 80/2012, yang berbunyi:
Tata acara pemeriksaan tindak pidana pelanggaran tertentu terhadap Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan dengan menerbitkan Surat Tilang.
Yang dimaksud dengan "tindak pidana Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tertentu" di antaranya adalah:
[2]mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi, membahayakan ketertiban, keamanan lalu lintas, atau yang mungkin menimbulkan kerusakan pada jalan;
mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan Surat Izin Mengemudi (“SIM”), Surat Tanda Nomor Kendaraan (“STNK”), surat tanda lulus uji kendaraan yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas dan angkutan jalan atau dapat memperlihatkannya tetapi masa berlakunya sudah kadaluwarsa;
tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas dan angkutan jalan tentang penomoran, persyaratan teknis dan laik jalan, pemuatan kendaraan, dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain.
Selain itu, petugas pemeriksa kendaraan bermotor di jalan dapat melakukan penyitaan atas:
[3]SIM;
STNK;
surat izin penyelenggaraan angkutan umum;
tanda bukti lulus uji;
barang muatan; dan/atau
kendaraan bermotor yang digunakan melakukan pelanggaran.
Jika Pelanggar Tidak Memiliki Identitas
Akan tetapi karena teman Anda tidak memiliki SIM, STNK, dan tidak pula memiliki identitas diri, maka pihak kepolisian dapat menelusuri identitas diri pelanggar dan status kepemilikan kendaraan bermotor tersebut dengan melakukan pemeriksaan ponsel atau
handphone dan meminta teman Anda menghubungi keluarga. Dikhawatirkan, kendaraan bermotor tersebut berkaitan dengan suatu tindak pidana. Wewenang ini sesuai dengan ketentuan Pasal 40
Undang–Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP):
Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai barang bukti.
Menurut hemat kami, permintaan polisi untuk memeriksa ponsel dan menghubungi keluarga adalah bentuk kebijakan polisi tersebut untuk menghindari penyitaan kendaraan bermotor. Hal ini karena PP 80/2012 pada dasarnya memungkinkan dilakukannya penyitaan tersebut, jika kendaraan bermotor tidak dilengkapi dengan STNK yang sah pada waktu dilakukan pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan, pengemudi tidak memiliki SIM, atau kendaraan bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau digunakan untuk melakukan tindak pidana.
[4]
Kewenangan melakukan Pemeriksaan Kendaraan Bermotor
Mengenai pertanyaan Anda selanjutnya, berdasarkan Pasal 9 PP 80/2012, yang berhak melakukan pemeriksaan kendaraan bermotor yaitu:
petugas Kepolisian Republik Indonesia, dan
penyidik pegawai negeri sipil di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.
Adapun petugas kepolisian yang dimaksud di atas tidak terbatas pada polisi lalu lintas. Dengan demikian, polisi Sabhara yang Anda maksud pun pada dasarnya berwenang memberhentikan pelanggar lalu lintas yang tertangkap tangan. Namun demikian, polisi tersebut tetap harus memerhatikan tata cara pemeriksaan kendaraan bermotor yang berlaku, sebagaimana pernah diuraikan dalam artikel
Etika Polantas dalam Memberhentikan Pengendara Bermotor.
Demikian jawaban kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 57 ayat (1) dan (2) UU LLAJ
[2] Poin a, b, dan c Penjelasan Pasal 24 ayat (3) PP 80/2012
[3] Pasal 32 ayat (1) PP 80/2012
[4] Pasal 32 ayat (6) huruf a, b, dan d PP 80/2012