Sehubungan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, kami memiliki beberapa hal untuk dikonfirmasi sebagai berikut:
Apakah pelaku usaha pemegang API-U dimungkinkan untuk mengimpor bahan baku dan/atau bahan penolong (spare part) untuk kegiatan purna jual alat telekomunikasi?
Adakah pembatasan bahan baku dan/atau bahan penolong yang dapat diimpor oleh Pelaku Usaha pemegang API-U?
Apakah spare part termasuk bahan yang dibatasi untuk diimpor oleh pelaku usaha pemegang API-U?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada intinya, menurut PP 46/2023, untuk mendorong investasi, selain dapat mengimpor bahan baku dan/atau bahan penolong, perusahaan industri (importir) dapat mengimpor barang jadi untuk keperluan komplementer, tes pasar, atau pelayanan purna jual. Namun, adakah batasan barang yang dapat diimpor oleh pelaku usaha pemegang Angka Pengenal Importir Umum (“API-U”)?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, sebaiknya kita pahami terlebih dahulu apa itu impor dan bagaimana ketentuan impor di Indonesia. Pada dasarnya, impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam daerah pabean.[1] Sedangkan importir adalah orang perseorangan atau lembaga atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum, yang melakukan impor.[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Kemudian, menurut Pasal 3 ayat (1) Permendag 20/2021importir wajib memiliki Nomor Induk Berusaha (“NIB”) yang berlaku sebagai Angka Pengenal Impor (“API”). Lalu, NIB yang berlaku sebagai API terdiri dari:[3]
Angka Pengenal Importir Umum (“API-U”); dan
Angka Pengenal Importir Produsen (“API-P”).
Sesuai dengan pertanyaan Anda, sebagai informasi, NIB yang berlaku sebagai API-U tersebut hanya diberikan kepada importir yang melakukan impor barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan.[4]
Pengertian Bahan Baku dan Bahan Penolong
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 PP 28/2021, bahan baku adalah bahan mentah, barang setengah jadi, atau barang jadi yang dapat diolah menjadi barang setengah jadi atau barang jadi yang mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi. Sedangkan bahan penolong adalah bahan yang digunakan sebagai pelengkap dalam proses produksi untuk menghasilkan produk yang fungsinya sempurna sesuai parameter produk yang diharapkan, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 PP 28/2021.
Lalu, apa itu spare part? Suku cadang atau yang dikenal dengan spare part adalah suatu alat yang mendukung pengadaan barang yang digunakan dalam proses produksi, atau suatu alat yang menggantikan komponen yang mengalami kerusakan pada unit mesin.[5]
Dalam pengertian lain, menurut Supandi, suku cadang adalah komponen atau barang pengganti yang sangat diperlukan pada mesin yang mengalami kerusakan. Jadi, suku cadang juga merupakan faktor pelengkap/komplementer untuk menjamin kesiapan mesin atau peralatan yang beroperasi lagi setelah mengalami perbaikan.[6]
Dari pengertian di atas, dapat kami simpulkan bahwa suku cadang/spare part tidak diatur secara gamblang dalam peraturan perundang-undangan, namun dari definisi tersebut, spare part termasuk dalam bahan penolong, karena digunakan sebagai pelengkap/komplementer untuk mesin atau alat dalam proses produksi.
Bahan Baku dan/atau Penolong yang Diimpor Pelaku Usaha API-U
Pada dasarnya, menurut Pasal 19 ayat (1) PP 46/2023, impor bahan baku dan/atau bahan penolong dilakukan oleh perusahaan industri yang memiliki NIB yang berlaku sebagai angka pengenal importir produsen. Lalu, impor bahan baku dan/atau bahan penolong tersebut dapat dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki NIB yang berlaku sebagai API-U.[7] Akan tetapi, pelaku usaha yang memiliki NIB sebagai API-U tidak dapat mengimpor bahan baku dan/atau bahan penolong tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[8]
Adapun yang dimaksud dengan "bahan baku dan/atau bahan penolong tertentu" adalah bahan baku dan/atau bahan penolong yang diatur dan ditetapkan peredaran dan pengawasannya secara khusus atau diatur importasinya, seperti gula kristal mentah (raw sugar), semen clinker, dan/atau limbah non B3 sebagai bahan baku industri (sisa dan skrap).[9]
Lantas, apakah pelaku usaha pemegang API-U dimungkinkan untuk mengimpor bahan baku dan/atau bahan penolong untuk kegiatan purna jual? Menurut Pasal 19A ayat (1) PP 46/2023, untuk mendorong investasi, selain dapat mengimpor bahan baku dan/atau bahan penolong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) PP 46/2023, perusahaan industri (importir) dapat mengimpor barang jadi untuk keperluan komplementer, tes pasar, atau pelayanan purna jual.
Lebih lanjut, layanan purna jual atau after sales service adalah tanggung jawab penjual atas kualitas barang yang dijualnya yang dapat diberikan dalam bentuk konsultasi lanjutan atau garansi berupa penggantian barang rusak, pemeliharaan, penyediaan suku cadang dan sebagainya.[10]
Maka menjawab pertanyaan pertama, pelaku usaha pemegang API-U dimungkinkan untuk mengimpor bahan baku dan/atau bahan penolong (dalam hal ini spare parts) dan mengimpor barang jadi untuk kegiatan atau layanan purna jual.
Lalu, sesuai dengan pertanyaan Anda, apakah spare part telekomunikasi bisa diimpor pelaku usaha pemegang API-U untuk layanan purna jual? Kami memiliki keterbatasan informasi mengenai jenis alat telekomunikasi apa yang Anda maksud. Walau demikian, berdasarkan Lampiran III Permendag 25/2022, terdapat barang yang dapat diimpor dalam keadaan tidak baru misalnya:
instrumen dan aparatus yang dirancang secara khusus untuk telekomunikasi (misalnya, cross-talk meter, instrumen pengukur penguatan, pengukur faktor distorsi, psophometer) (hal.58);
transformator elektrik, konverter statis (misalnya, rectifier) dan inductor, misalnya untuk mesin pengolah data otomatis dan unitnya, dan aparatus telekomunikasi (hal.48);
yang dapat diimpor oleh pelaku usaha pemegang (importir) API-P.
Dengan demikian sepanjang penelusuran kami, belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kegiatan impor spare part telekomunikasi oleh importir API-U.
Lalu, menjawab pertanyaan Anda yang kedua mengenai bahan penolong yang dapat diimpor oleh importir API-U, pada dasarnya dalam Lampiran I Permendag 25/2022 terdapat barang komplementer, barang untuk keperluan tes pasar, dan/atau barang untuk pelayanan purna jual yang dapat diimpor oleh importir API-P atau importir API-U yaitu:
batu bata, blok, ubin, ubin, paving, dan keramik lainnya (hal. 173-174);
kaca lembaran seperti kaca tuang dan rolled glass, kaca apung, dan lainnya (hal. 177-179).
Hal tersebut sekaligus menjawab pertanyaan ketiga Anda, mengenai apakah spare part termasuk bahan yang dibatasi untuk diimpor oleh importir API-U? Sebagaimana telah kami sampaikan, batasan mengenai barang spare part yang boleh diimpor oleh importir API-U tidak diatur secara gamblang di peraturan perundang-undangan, namun, terdapat barang komplementer yang boleh diimpor importir API-U seperti berbagai jenis keramik dan kaca lembaran.
Selengkapnya mengenai ketentuan uraian barang yang bisa diimpor oleh API-P dan API-U dapat Anda baca pada Lampiran I s.d. VI Permendag 25/2022.
Dinamisnya perkembangan regulasi seringkali menjadi tantangan Anda dalam memenuhi kewajiban hukum perusahaan. Selalu perbarui kewajiban hukum terkini dengan platform pemantauan kepatuhan hukum dari Hukumonline yang berbasis Artificial Intelligence, Regulatory Compliance System (RCS). Klik di sini untuk mempelajari lebih lanjut.
Ahmad Arifin dan Butet Limbong. Sistem Informasi Perhitungan Suku Cadang (Spare part) Dalam Satu Mesin Produksi. Jurnal Sisfotek Global, Vol. 6, No. 2, 2016;
Raden Ajeng Astari Sekarwatia dan Susilowati Suparto. Perlindungan Konsumen untuk Memperoleh Hak Layanan Purna Jual di Indonesia dan Eropa. Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol. 5, No. 2, 2021;
Tukhas Shilul Imaroh dan Insan Ahmad Soleh. Analisis Pencapaian Key Performance Indicator (KPI) pada System Application and Product (SAP) PT. GMF Aeroasia Tbk. Management Scientific Journal, Vol. 10, No. 2, 2020.
[5] Ahmad Arifin dan Butet Limbong. Sistem Informasi Perhitungan Suku Cadang (Spare part) Dalam Satu Mesin Produksi. Jurnal Sisfotek Global, Vol. 6, No. 2, 2016, hal. 76- 77
[6] Tukhas Shilul Imaroh dan Insan Ahmad Soleh. Analisis Pencapaian Key Performance Indicator (KPI) Pada
System Application and Product (SAP) PT. GMF Aeroasia Tbk. Management Scientific Journal, Vol. 10, No. 2, 2020, hal. 154
[10] Raden Ajeng Astari Sekarwatia dan Susilowati Suparto. Perlindungan Konsumen untuk Memperoleh Hak Layanan Purna Jual di Indonesia dan Eropa. Jurnal Bina Mulia Hukum, Vol. 5, No. 2, 2021, hal. 276