Apa saja aspek hukum yang perlu saya perhatikan saat akan mendirikan startup? Sebab yang saya tahu, startup adalah perusahaan rintisan yang mengandalkan inovasi teknologi untuk menjalankan core business. Lalu apakah jika saya mendirikan startup bisa dikategorikan sebagai UMKM?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Aspek hukum apa yang harus diperhatikan dalam membuat startup? Antara lain adalah menentukan jenis badan usaha, melengkapi perizinan berusaha, dan mendaftarakan hak kekayaan intelektual.
Adapun startup dapat berupa badan usaha berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum, yang mana dapat pula termasuk kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) sebagaimana Anda tanyakan.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Startup sebagai UMKM
Menurut Cambridge Dictionary, startup adalah perusahaan yang baru dimulai atau perusahaan rintisan. Istilah startup sering kali dikaitkan dengan perusahaan rintisan yang bergerak di bidang layanan berbasis teknologi. Dalam peraturan perundang-undangan terkait badan usaha, bentuk usaha startup sama dengan perusahaan biasa yakni dapat berbentuk badan usaha berbadan hukum dan badan usaha bukan berbadan hukum. Sehingga di mata hukum tidak ada perbedaan antara startup dan perusahaan lainnya.
Adapun seluruh perusahaan dapat dikategorikan sebagai Usaha Mikro Kecil dan Menengah (“UMKM”) sepanjang memenuhi kriteria sebagaimana diatur Pasal 35 ayat (3) dan (5) PP 7/2021 yakni:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Kriteria
Mikro
Kecil
Menengah
Modal Usaha
≤ Rp1 miliar
> Rp1 miliar s.d. ≤ Rp5 miliar
> Rp5 miliar s.d. ≤ Rp10 miliar
Hasil Penjualan Tahunan
≤ Rp 2 miliar
> Rp2 miliar s.d.≤Rp15 miliar
> Rp15 miliar – ≤ Rp50 miliar
Aspek Hukum Mendirikan Startup
Guna menjawab pertanyaan Anda terkait aspek hukum apa yang harus diperhatikan dalam membuat startup? Berikut kami rangkum aspek hukum dalam mendirikan startup.
Menentukan Jenis Badan Usaha
Sebelum mendirikan perusahaan, pendiri harus memilih badan usaha, yang bisa berupa badan usaha berbadan hukum maupun tidak berbadan hukum. Badan usaha berbadan hukum berarti ada pemisahan antara harta kekayaan pribadi pendiri dan harta kekayaan badan usaha. Artinya jika terjadi suatu permasalahan hukum, badan usaha hanya dapat dituntut atau dimintakan ganti kerugian sebatas pada harta kekayaan badan usaha itu sendiri dan tidak termasuk pada harta pribadi pendirinya. Contoh badan usaha berbadan hukum adalah Perseroan Terbatas (“PT”), Yayasan, dan Koperasi.
Sedangkan badan usaha tidak berbadan hukum adalah badan usaha yang tidak memisahkan harta kekayaan pribadi pendirinya dan harta kekayaan badan usaha. Contoh dari badan usaha tidak berbadan hukum adalah Persekutuan Komanditer (“CV”), Firma, dan Persekutuan Perdata.
Perlu Anda ketahui, perusahaan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro Kecil (“UMK”) dapat berbentuk PT dengan sejumlah kemudahan antara lain:
PT yang memenuhi kriteria UMK didirikan oleh satu orang;
Adanya keringanan biaya terkait pendirian badan hukum;
Adanya pendampingan dari pemerintah pusat dan daerah bagi UMK yang telah mendapatkan Nomor Induk Berusaha (NIB) melalui fasilitasi bimbingan teknis, konsultasi, dan/atau pelatihan.
Pemerintah kini menerapkan perizinan berusaha berbasis risiko yang dinilai berdasarkan tingkat bahaya dan potensi terjadinya risiko. Semakin kecil tingkat bahaya dan potensi terjadinya risiko yang ditimbulkan,maka semakin sedikit perizinan berusaha yang dibutuhkan. Indikator penilaian tingkat bahaya diukur melalui aspek kesehatan, keselamatan, lingkungan, dan/atau pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya berdasarkan Pasal 9 ayat (1)PP 5/2021. Sedangkan penilaian potensi terjadinya risiko dibagi ke dalam beberapa skala yakni hampir tidak mungkin terjadi, kemungkinan kecil terjadi, kemungkinan terjadi, atau hampir pasti terjadi berdasarkan Pasal 9 ayat (4) PP 5/2021.
Selain perizinan berusaha ada perizinan-perizinan lain yang perlu dilengkapi berdasarkan bidang usaha masing-masing. Misalnya jika perusahaan akan menggunakan sistem elektronik maka diperlukan izin untuk menjadi penyelenggara sistem elektronik berdasarkanPP 71/2019.
Mendaftarkan Hak Kekayaan Intelektual (“HKI”)
Tak dipungkiri perusahaan tentu memiliki aset yang memerlukan perlindungan hukum atas kekayaan intelektual, misalnya berupa hak cipta, merek, paten, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang, dan varietas tanaman. Perlindungan yang diberikan terhadap HKI umumnya diberikan setelah dilakukan pendaftaran. Sebagai contoh merek berlaku perlindungan berdasarkan prinsip first to file.