Jika pesawat mengalami kecelakaan, bagaimana bentuk tanggung jawab maskapai penerbangan tersebut? Berapa besaran ganti rugi yang diperoleh korban/ahli waris korban? Bagaimana cara memperoleh ganti rugi tersebut?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Untuk mengetahui berapa besaran ganti kerugian yang diterima oleh korban/ahli waris korban dalam hal terjadi kecelakaan pesawat, perlu dilihat terlebih dahulu apakah kecelakaan pesawat tersebut terjadi dalam penerbangan domestik atau internasional.
Hal ini penting sekali, sebab ketentuan hukum yang berlaku bisa jadi berbeda. Bagaimana ketentuannya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda klik ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran kedua dari artikel dengan judul Ini Besaran Hak Korban/Ahli Warisnya Jika Terjadi Kecelakaan Pesawatyang pertama kali dipublikasikan pada 13 Januari 2021, dan dimutakhirkan pertama kali pada 16 November 2021.
Untuk menjawab pertanyaan mengenai besar santunan kecelakaan pesawat, pertama-tama harus dilihat terlebih dahulu apakah kecelakaan pesawat tersebut terjadi dalam penerbangan domestik atau internasional. Sebab, ketentuan hukum yang berlaku bisa jadi berbeda.
Untuk itu, kami asumsikan bahwa kecelakaan pesawat yang Anda tanyakan terjadi dalam penerbangan domestik. Terkait hal ini, dapat disimpulkan jika kecelakaan tersebut terjadi dalam penerbangan yang menghubungkan antara 2 titik/wilayah di Indonesia tanpa transit (agreed stopping place) di negara lain.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Tanggung Jawab Hukum Jika Terjadi Kecelakaan Pesawat
Pasal 1 angka 12 Permenhub 77/2011 mendefinisikan kecelakaan pesawat (“kecelakaan”) sebagai peristiwa pengoperasian pesawat udara yang mengakibatkan kerusakan berat pada peralatan atau fasilitas yang digunakan dan/atau korban jiwa atau luka serius.
Pengangkut yang mengoperasikan pesawat wajib bertanggung jawab atas kerugian terhadap:[1]
penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap atau luka-luka;
Badan usaha angkutan udara, yaitu badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas atau koperasi, yang kegiatan utamanya mengoperasikan pesawat udara untuk digunakan mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos dengan memungut pembayaran;[3]
Pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuan undang-undang tentang penerbangan; dan/atau
Badan usaha selain badan usaha angkutan udara yang membuat kontrak perjanjian angkutan udara niaga.
Menyambung pertanyaan Anda, maskapai masuk dalam kategori pengangkut. Jika terjadi hal yang tidak diinginkan, maskapai wajib bertanggung jawab atas kerugian-kerugian yang telah disebutkan.
Penumpang Meninggal Dunia
Dalam hal penumpang meninggal dunia, yang berhak menerima santunan kecelakaan pesawatnya adalah ahli waris penumpang tersebut.[4] Namun, jika tidak ada ahli waris yang berhak menerima ganti kerugian, santunan kecelakaan pesawat akan diserahkan kepada negara setelah dikurangi biaya pengurusan jenazah.[5]
Meski tidak dikabarkan meninggal dunia, apabila penumpang tidak juga ditemukan dalam jangka 3 bulan setelah pesawat dinyatakan hilang, penumpang tersebut dianggap telah meninggal dunia. Penetapan status meninggal dunia ini dilakukan tanpa memerlukan putusan pengadilan.[6] Adapun hak penerimaan ganti kerugiannya dapat diajukan setelah lewat jangka waktu 3 bulan tersebut.[7]
Hak Korban/Ahli Waris atas Kerugian
Besaran santunan kecelakaan pesawat atau ganti rugi bagi penumpang yang menjadi korban kecelakaan pesawat adalah sebagai berikut:
Jika penumpang meninggal dunia di dalam pesawat udara akibat kecelakaan pesawat udara atau kejadian yang semata-mata ada hubungannya dengan pengangkutan udara, diberikan ganti kerugian sebesar Rp1,25 miliar per penumpang.[8]
Jika penumpang meninggal dunia akibat suatu kejadian yang semata-mata berhubungan dengan pengangkutan udara pada saat proses meninggalkan ruang tunggu bandar udara menuju pesawat udara atau pada saat proses turun dari pesawat udara menuju ruang kedatangan di bandar udara tujuan dan/atau bandar udara persinggahan (transit), ganti kerugiannya adalah sebesar Rp500 juta per penumpang.[9]
Jika penumpang dinyatakan cacat tetap total oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 hari kerja sejak terjadinya kecelakaan, yang bersangkutan diberikan ganti kerugian sebesar Rp1,25 miliar per penumpang.[10]
Adapun yang termasuk ke dalam cacat tetap total yaitu:[11]
Kehilangan penglihatan total dari 2 mata yang tidak dapat disembuhkan; atau
Terputusnya 2 tangan atau 2 kaki atau satu tangan dan satu kaki pada atau di atas pergelangan tangan atau kaki; atau
Kehilangan penglihatan total dari 1 mata yang tidak dapat disembuhkan dan terputusnya 1 tangan atau kaki pada atau di atas pergelangan tangan atau kaki.
Jika penumpang dinyatakan cacat tetap sebagian oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 hari kerja sejak terjadinya kecelakaan, diberikan ganti kerugian sebagaimana termuat dalam Lampiran Permenhub 77/2011.[12] Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat Anda simak dalam Ketentuan Ganti Kerugian Jika Penumpang Cacat Karena Kesalahan Maskapai.
Jika penumpang mengalami luka-luka dan harus menjalani perawatan di rumah sakit, klinik atau balai pengobatan sebagai pasien rawat inap dan/atau rawat jalan, yang bersangkutan akan diberikan ganti kerugian sebesar biaya perawatan yang nyata, paling banyak Rp200 juta per penumpang.[13]
Berapa Santunan Kecelakaan Pesawat jika Disengaja?
Ridha Aditya Nugraha[14]menerangkan bahwa ketentuan di atas hanya berlaku jika maskapai penerbangan dan agennya tidak melakukan tindakan sengaja. Jika terjadi kecelakaan yang disengaja, maka ganti kerugian atau santunan kecelakaan pesawatnya dapat menjadi tidak terbatas, sebagaimana diatur Pasal 141 ayat (1) dan (2) UU Penerbangan:
Pengangkut bertanggung jawab atas kerugian penumpang yang meninggal dunia, cacat tetap, atau luka-luka yang diakibatkan kejadian angkutan udara di dalam pesawat dan/atau naik turun pesawat udara.
Apabila kerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul karena tindakan sengaja atau kesalahan dari pengangkut atau orang yang dipekerjakannya, pengangkut bertanggung jawab atas kerugian yang timbul dan tidak dapat mempergunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya.
Ridha menegaskan, konsep Pasal 141 ayat (2) UU Penerbangan mengadopsi konsep pertanggungjawaban Konvensi Warsawa 1929 dan Konvensi Montreal 1999, terutama ketika berbicara soal penumpang yang meninggal dunia. Ganti kerugian tidak terbatas dengan menyesuaikan keadaan ekonomi penumpang dianggap sebagai perwujudan keadilan. Pada saat bersamaan, maskapai penerbangan dilindungi melalui batasan Rp1,25 miliar atau Rp500 juta per-penumpang seandainya telah melakukan segala tindakan yang diperlukan serta beroperasi sesuai prosedur.
Selain itu, jumlah santunan kecelakaan pesawat sebagaimana dimaksud di atas adalah jumlah ganti kerugian di luar yang diberikan oleh lembaga asuransi yang ditetapkan oleh pemerintah.[15]
Sementara bagi korban luka-luka, Jasa Raharja akan berkoordinasi dengan rumah sakit di mana korban dirawat guna penerbitan surat jaminan biaya perawatan kepada rumah sakit dengan biaya perawatan maksimal Rp25 juta, serta bantuan biaya P3K maksimal Rp1 juta, dan bantuan biaya ambulans maksimal Rp500 ribu.
Hak Ganti Rugi Pihak Ketiga
Adapun bagi pihak ketiga yang meninggal dunia, cacat tetap, luka-luka dan kerugian harta benda sebagai akibat dari peristiwa pengoperasian pesawat udara, kecelakaan pesawat udara atau jatuhnya benda-benda dari pesawat udara yang dioperasikan, besaran santunan kecelakaan pesawatnya ialah sebagai berikut:[16]
Jika meninggal dunia, diberikan santunan kecelakaan pesawat atau ganti rugi sebesar Rp500 juta per orang;
Jika dinyatakan cacat tetap total oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 hari kerja sejak terjadinya kecelakaan, diberikan ganti kerugian sebesar Rp750 juta per orang;
Jika dinyatakan cacat tetap sebagian oleh dokter dalam jangka waktu paling lambat 60 hari kerja sejak terjadinya kecelakaan, diberikan ganti kerugian sebagaimana termuat dalam Lampiran Permenhub 77/2011.
Jika menderita luka-luka dan harus menjalani perawatan di rumah sakit, klinik atau balai pengobatan sebagai pasien rawat inap dan/atau rawat jalan, besaran ganti kerugian ditetapkan maksimal Rp100 juta per orang;
Jika barang milik pihak ketiga rusak, besaran ganti rugi ditetapkan terhadap kerugian yang secara nyata diderita berdasarkan penilaian yang layak, sebagai berikut:
Untuk pesawat udara berkapasitas sampai dengan 30 tempat duduk, maksimal Rp50 miliar.
Untuk pesawat udara berkapasitas lebih dari 30 tempat duduk sampai dengan 70 tempat duduk, maksimal Rp100 miliar.
Untuk pesawat udara berkapasitas lebih dari 70 tempat duduk sampai dengan 150 tempat duduk, maksimal Rp175 miliar.
Pesawat udara berkapasitas lebih dari 150 tempat duduk, maksimal Rp250 miliar.
Persyaratan Klaim Ganti Rugi Akibat Kecelakaan Pesawat
Untuk dapat mengajukan tuntutan ganti rugi atau santunan kecelakaan pesawat, pihak yang berhak wajib melampirkan bukti sebagai berikut:[17]
Bila korban merupakan penumpang, wajib melampirkan dokumen terkait, seperti:
dokumen yang membuktikan bahwa ia merupakan ahli waris korban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku (jika korban meninggal dunia);
tiket;
bukti bagasi tercatat (claim tag);
surat muatan udara (airway bill); dan/atau
bukti lain yang mendukung dan dapat dipertanggungjawabkan.
Bila korban merupakan pihak ketiga, wajib melampirkan surat keterangan dari pihak yang berwenang mengeluarkan bukti telah terjadinya kerugian jiwa dan raga dan/atau harta benda akibat pengoperasian pesawat udara.
Penumpang atau ahli warisnya yang menderita kerugian dapat mengajukan gugatan santunan kecelakaan pesawat terhadap pengangkut di pengadilan negeri di wilayah Indonesia dengan menggunakan hukum Indonesia.[18]Adapun untuk memudahkan korban/ahli waris korban, gugatan tersebut dapat diajukan ke pengadilan negeri tempat pembelian tiket, pengiriman barang, domisili kantor pengangkut, kantor cabang dan domisili tergugat atau penggugat di seluruh wilayah Republik Indonesia.[19] Perlu dicatat, hak untuk menggugat kerugian ini dinyatakan kedaluwarsa dalam jangka waktu 2 tahun.[20]
Sebagai tambahan, besaran ganti kerugian atau santunan kecelakaan pesawat yang telah diatur sebagaimana kami jelaskan di atas tidak menutup kesempatan bagi penumpang, ahli waris, atau pihak ketiga untuk menuntut pengangkut ke pengadilan negeri, arbitrase, atau alternatif penyelesaian sengketa lainnya.[21]
Faktor Tiket Pesawat Menentukan Peraturan Ganti Rugi
Selain penyebab kecelakaan pesawat, Ridha juga menekankan faktor cara atau metode pembelian tiket guna menentukan hukum yang berlaku. Patut diperhatikan, ketentuan santunan kecelakaan pesawat di atas tidak berlaku dalam hal perjalanan bertiket penumpang yang bersangkutan lebih luas daripada rute penerbangan yang pada saat itu mengalami kecelakaan atau yang dikenal dengan the journey of passenger.
Misalnya, pada tahun 2021, A membeli tiket pesawat dengan rute Surabaya – Jakarta – Singapura dalam 1 tiket yang sama. Kemudian, paruh pertama perjalanan dengan pesawat rute Surabaya-Jakarta mengalami kecelakaan.
Dalam kasus ini, ketentuan santunan kecelakaan pesawat yang berlaku bagi A bukanlah hukum nasional yakni Permenhub 77/2011 sebagaimana dijabarkan di atas, melainkan Konvensi Montreal 1999. Sebab, destinasi akhir yang tercantum dalam tiket yang dimiliki A adalah Singapura, dan per-2021 baik Indonesia maupun Singapura telah meratifikasi Konvensi Montreal 1999.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalanselengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwi bahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.
Kami telah mewawancarai Dosen Hukum Udara dan Antariksa dari Air and Space Law Studies Universitas Prasetiya Mulya Ridha Aditya Nugraha via telepon pada Senin, 15 November 2021 pukul 16.45 WIB.
[14] Dosen Hukum Udara dan Antariksa dari Air and Space Law Studies Universitas Prasetiya Mulya yang juga merupakan salah satu instruktur mewakili European Union Aviation Safety Agency (EASA) serta tenaga ahli perlindungan penumpang ASEAN pada EU-EASA ARISE Plus Civil Aviation Enhance Passenger Protection di Bandar Seri Begawan (2018), Vientiane dan Yangon (2019), dan Phnom Penh (2020)