KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Hakim Mengajukan Saksi dalam Perkara Pidana?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Bisakah Hakim Mengajukan Saksi dalam Perkara Pidana?

Bisakah Hakim Mengajukan Saksi dalam Perkara Pidana?
Renie Aryandani, S.H.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bisakah Hakim Mengajukan Saksi dalam Perkara Pidana?

PERTANYAAN

Apakah hakim boleh mengajukan saksi dalam suatu perkara di persidangan yang tidak diajukan oleh PU, PH dan terdakwa? Dalam hal ini secara spontan, atau memang harus mengajukan kepada PU, PH dan terdakwa terlebih dahulu supaya dihadirkan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Dalam persidangan perkara pidana tidak dikenal istilah hakim mengajukan saksi, melainkan hakim memiliki wewenang untuk menghadirkan saksi ke persidangan dengan memerintahkan kepada penuntut umum.

    Wewenang hakim menghadirkan saksi pada persidangan pidana tersebut, jug termasuk saksi di luar yang diajukan oleh penuntut umum atau penasihat hukum.

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Pengertian Saksi

    Saksi menurut Pasal 1 angka 26 KUHAP adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar, lihat dan alami sendiri.

    KLINIK TERKAIT

    Sahkah Keterangan Anak sebagai Saksi Tindak Pidana?

    Sahkah Keterangan Anak sebagai Saksi Tindak Pidana?

    Terhadap ketentuan tersebut, Putusan MK No. 65/PUU-VIII/2010 memberikan perluasan makna sehingga yang dimaksud dengan saksi termasuk pula orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar, lihat, dan alami sendiri (hal 92).

    Keterangan saksi, berupa apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan, adalah salah satu alat bukti yang sah dalam perkara pidana.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Patut diperhatikan, keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah terhadap perbuatan yang didakwakan kepadanya kecuali disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya.[2]

    Adapun dalam hal terdapat keterangan dari saksi yang tidak disumpah, jika keterangannya sesuai dengan keterangan dari saksi yang disumpah, maka dapat dipergunakan sebagai tambahan alat bukti sah yang lain.[3]

    Baca juga: Alat Bukti Sah Menurut Pasal 184 KUHAP

    Bisakah Hakim Mengajukan Saksi dalam Perkara Pidana?

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu perlu diketahui terlebih dahulu pihak-pihak yang dapat mengajukan saksi dalam pembuktian perkara pidana di pengadilan.

    Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP menerangkan bahwa yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi. Korban yang diwakili oleh penuntut umum memiliki hak untuk mengajukan saksi serta membuktikan kesalahan terdakwa.

    Hal ini karena penuntut umum adalah pihak yang bertindak sebagai aparat yang diberi wewenang untuk mengajukan segala daya upaya untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa dalam surat dakwaan.[4]

    Selain itu, di dalam Pasal 14 huruf f KUHAP ditetapkan bahwasanya penuntut umum mempunyai wewenang untuk menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang ketentuan hari dan waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah ditentukan. Kewenangan penuntut umum untuk memanggil saksi juga termaktub dalam Pasal 146 ayat (2) KUHAP.

    Adapun, saksi yang diajukan oleh penuntut umum tersebut adalah saksi yang memberatkan terdakwa atau saksi a charge.[5]

    Selain penuntut umum, terdakwa atau diwakili oleh penasihat hukumnya bisa mengajukan saksi guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya. Saksi yang diajukan oleh terdakwa atau penasihat hukum terdakwa adalah saksi yang meringankan atau saksi a de charge.[6]

    Kewenangan terdakwa atau penasihat hukumnya untuk mengajukan saksi a de charge tersebut diatur di dalam Pasal 65 KUHAP yang menyatakan bahwa tersangka atau terdakwa berhak untuk mengusahakan dan mengajukan saksi dan atau seseorang yang memiliki keahlian khusus guna memberikan keterangan yang menguntungkan bagi dirinya.

    Baca juga: Saksi Memberatkan, Meringankan, Mahkota, dan Alibi

    Dengan demikian, pada dasarnya yang dapat mengajukan saksi dalam sidang perkara pidana adalah penuntut umum dan penasihat hukum yang mewakili terdakwa atau terdakwa sendiri.

    Lantas, bagaimana kewenangan hakim untuk “mengajukan” saksi pada perkara pidana? Perlu diketahui bahwa pembuktian dalam perkara pidana bertujuan untuk mencari kebenaran materiel, yaitu kebenaran sejati atau kebenaran yang sesungguhnya. Sehingga, dalam persidangan, hakim pada perkara pidana adalah aktif, artinya hakim berkewajiban untuk mendapatkan bukti yang cukup untuk membuktikan tuduhan kepada tertuduh.[7]

    Konsekuensi dari hakim bersifat aktif dalam perkara pidana tersebut yakni apabila dirasa perlu, hakim dapat memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan saksi tambahan dan juga apabila dirasa oleh hakim cukup, maka hakim dapat menolak alat-alat bukti yang diajukan dengan alasan hakim sudah menganggap tidak perlu karena sudah cukup meyakinkan.[8]

    Hal ini juga ditegaskan oleh M. Alif Akbar Pranagara, S.H. Hakim Pengadilan Negeri Tembilahan, bahwa majelis hakim demi pembuktian materiel dapat memerintahkan penuntut umum untuk menghadirkan saksi tambahan dalam pembuktian. Hal ini dilakukan sebelum pemeriksaan ditutup dan masuk agenda penuntutan.

    Mengenai wewenang hakim untuk menghadirkan saksi, hal tersebut diatur di dalam Pasal 152 ayat (2) KUHAP sebagai berikut:

    Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) memerintahkan kepada penuntut umum supaya memanggil terdakwa dan saksi untuk datang di sidang pengadilan.

    Dalam hal saksi tidak hadir meski telah dipanggil dengan sah dan hakim ketua sidang mempunyai cukup alasan untuk menyangka bahwa saksi itu tidak akan mau hadir, maka hakim ketua sidang dapat memerintahkan supaya saksi tersebut dihadapkan ke persidangan.[9]

    Selain itu, juga dapat dilihat di dalam ketentuan Pasal 160 ayat (1) KUHAP, yang berbunyi:

    1. Saksi dipanggil ke dalam ruang sidang seorang demi seorang menurut urutan yang dipandang sebaik-baiknya oleh hakim ketua sidang setelah mendengar pendapat penuntut umum, terdakwa atau penasihat hukum;
    2. Yang pertama-tama didengar keterangannya adalah korban yang menjadi saksi;
    3. Dalam hal ada saksi baik yang menguntungkan maupun yang memberatkan terdakwa yang tercantum dalam surat pelimpahan perkara dan atau yang diminta oleh terdakwa atau penasihat hukum atau penuntut umum selama berlangsungnya sidang atau sebelum dijatuhkannya putusan, hakim ketua sidang wajib mendengar keterangan saksi tersebut.

    M. Yahya Harahap, dalam buku Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali(Edisi Kedua) menerangkan mengenai pasal tersebut bahwa kewajiban ketua sidang untuk mendengar keterangan saksi tidak terbatas terhadap saksi-saksi yang telah tercantum dalam pelimpahan berkas perkara yang telah diperiksa oleh penyidik. Akan tetapi, meliputi seluruh saksi “yang diajukan” oleh penuntut umum maupun oleh terdakwa atau penasihat hukum, di luar saksi-saksi yang telah tercantum dalam pelimpahan berkas perkara (hal.1 79).

    Ketua sidang tidak boleh menolak saksi-saksi tambahan yang diajukan penuntut umum, terdakwa, atau penasihat hukum tanpa mempersoalkan apakah saksi tambahan yang diajukan bersifat meringankan atau memberatkan terdakwa (hal. 179).

    Dengan demikian, dalam persidangan perkara pidana pada dasarnya hakim tidak dapat “mengajukan” saksi, melainkan hakim berwewenang untuk menghadirkan saksi ke persidangan dengan memerintahkan kepada penuntut umum.

    Artinya, secara hukum, hakim dapat menghadiran (bukan mengajukan) saksi ke dalam persidangan pidana. Wewenang hakim untuk menghadirkan saksi tersebut dilakukan terhadap saksi-saksi yang diajukan oleh penuntut umum ataupun penasihat hukum, maupun saksi tambahan di luar yang diajukan oleh penuntut umum atau terdakwa/penasihat hukumnya demi pembuktian materiel.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

    Referensi:

    1. Andi Sofyan dan Abd Asis. Hukum Acara Pidana; Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, 2014;
    2. Laras Iga Mawarni. Keabsahan Alat Bukti Keterangan Saksi A De Charge Yang Digunakan Hakim Untuk Memutus Perkara 611 Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2018/Pn Png). Jurnal Verstek Vol. 9 No. 3 (September - Desember 2021);
    3. M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP : Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (Edisi Kedua). (Jakarta: Sinar Grafika), 2000;
    4. Ronaldo Naftali dan Aji Lukman Ibrahim. Proses Pembuktian Perkara Pidana dalam Persidangan yang Dilakukan secara Online. Jurnal Esensi Hukum Vol. 3 No. 2 Desember 2021.

    Catatan:

    Kami telah melakukan wawancara dengan M. Alif Akbar Pranagara, S.H., Hakim Pengadilan Negeri Tembilahan pada tanggal 1 Februari 2024 pukul 10.18 WIB melalui pesan Whatsapp.


    [1] Pasal 185 ayat (1) dan Pasal 184 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”)

    [2] Pasal 185 ayat (2) dan (3) KUHAP

    [3] Pasal 185 ayat (7) KUHAP

    [4] Laras Iga Mawarni. Keabsahan Alat Bukti Keterangan Saksi A De Charge Yang Digunakan Hakim Untuk Memutus Perkara 611 Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2018/Pn Png). Jurnal Verstek Vol. 9 No. 3 (September - Desember 2021), hal. 613

    [5] Laras Iga Mawarni. Keabsahan Alat Bukti Keterangan Saksi A De Charge Yang Digunakan Hakim Untuk Memutus Perkara 611 Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2018/Pn Png). Jurnal Verstek Vol. 9 No. 3 (September - Desember 2021), hal. 613

    [6] Laras Iga Mawarni. Keabsahan Alat Bukti Keterangan Saksi A De Charge Yang Digunakan Hakim Untuk Memutus Perkara 611 Tindak Pidana Persetubuhan Terhadap Anak (Studi Putusan Nomor 310/Pid.Sus/2018/Pn Png). Jurnal Verstek Vol. 9 No. 3 (September - Desember 2021), hal. 611

    [7] Andi Sofyan dan Abd Asis. Hukum Acara Pidana; Suatu Pengantar. Edisi Kedua. Jakarta: Kencana, 2014, hal. 229

    [8] Ronaldo Naftali dan Aji Lukman Ibrahim. Proses Pembuktian Perkara Pidana dalam Persidangan yang Dilakukan secara Online. Jurnal Esensi Hukum Vol. 3 No. 2 Desember 2021, hal. 145

    [9] Pasal 159 ayat (2) KUHAP

    Tags

    hakim
    saksi

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara Hitung Pesangon Berdasarkan UU Cipta Kerja

    18 Agu 2023
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!