KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Lontar Menjadi Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata?

Share
copy-paste Share Icon
Perdata

Bisakah Lontar Menjadi Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata?

Bisakah Lontar Menjadi Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata?
Dr. Yopi Gunawan, S.H., M.H., M.M., C.Med., CTLILUMNI FH UNPAR
ILUMNI FH UNPAR
Bacaan 10 Menit
Bisakah Lontar Menjadi Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata?

PERTANYAAN

Apakah lontar bisa dipakai sebagai alat bukti surat dalam persidangan?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Lontar yang Anda maksud pada umumnya mengacu pada naskah kuno yang tertulis pada daun lontar. Dalam hukum acara perdata, lontar dapat dikategorikan sebagai alat bukti surat.

    Namun, bagaimana jika lontar dituliskan menggunakan bahasa selain bahasa Indonesia, apakah lontar tetap sah sebagai alat bukti surat?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata

    Kami asumsikan bahwa lontar yang Anda maksud adalah naskah kuno yang tertulis pada daun lontar sebagaimana dijelaskan dalam KBBI.

    KLINIK TERKAIT

    Beda Replik dan Duplik dalam Hukum Acara Pidana dan Perdata

    Beda Replik dan Duplik dalam Hukum Acara Pidana dan Perdata

    Selanjutnya, karena Anda tidak menyebutkan persidangan apa yang dimaksud, untuk itu kami mengasumsikan sebagai persidangan perdata. Dalam persidangan perdata, pembuktian pada umumnya dibedakan menjadi pembuktian alat bukti tertulis dan pembuktian saksi, serta peninjauan setempat (apabila diperlukan).

    Pasal 1866 KUH Perdata, Pasal 164 HIR/284 RBg mengklasifikasikan alat bukti dalam hukum acara perdata adalah sebagai berikut.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
    1. Bukti tulisan/bukti surat

    Alat bukti surat dibagi menjadi 2 jenis yaitu akta autentik dan akta di bawah tangan.

    • Akta Autentik

    Akta autentik adalah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang oleh/atau di hadapan pejabat umum yang berwenang untuk maksud itu, ditempat di mana akta dibuat.[1] Menurut Wirjono Prodjodikoro akta autentik merupakan surat yang dibuat dengan maksud untuk dijadikan bukti oleh atau di muka seorang pejabat umum yang berkuasa untuk itu.[2]

    Artinya, akta autentik adalah akta yang dibuat oleh pejabat yang berwenang untuk membuat dan mengeluarkan akta tersebut. Akta autentik memiliki sifat pembuktian yang sempurna.

    • Akta di bawah tangan

    Yang dianggap sebagai tulisan di bawah tangan adalah akta yang ditandatangani di bawah tangan, surat, daftar, surat urusan rumah tangga dan tulisan-tulisan yang lain yang dibuat tanpa perantaraan seorang pejabat umum.[3] Menurut Sudikno Mertokusumo, akta di bawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat.[4]

    Dengan kata lain, akta di bawah tangan merupakan surat yang dibuat oleh para pihak tanpa bantuan atau di hadapan pejabat yang berwenang, yang dibuat untuk kegunaan para pihak yang membuatnya.

    1. Bukti Saksi

    Bukti saksi biasanya diajukan untuk melengkapi bukti surat yang sebelumnya telah kami bahas. Menurut Sudikno, kesaksian adalah kepastian yang diberikan kepada hakim di persidangan, mengenai peristiwa yang disengketakan dengan jalan pemberitahuan secara lisan dan pribadi oleh orang yang bukan salah satu dari pihak dalam perkara, yang dipanggil di persidangan.[5]

    1. Persangkaan

    Persangkaan adalah kesimpulan-kesimpulan yang oleh undang-undang atau oleh hakim ditariknya dari suatu peristiwa yang terkenal ke arah suatu peristiwa yang tidak terkenal.[6] Dengan demikian persangkaan dibagi menjadi 2 jenis yaitu persangkaan undang-undang dan persangkaan hakim.

    1. Pengakuan

    Menurut Pitlo pengakuan adalah keterangan sepihak dari salah satu pihak dalam suatu perkara, di mana ia mengakui apa yang dikemukakan oleh pihak lawan atau sebagian dari apa yang dikemukakan oleh pihak lawan.[7] Pengakuan yang dilakukan di depan persidangan mempunyai kekuatan mengikat, sedangkan pengakuan di luar persidangan kekuatan pembuktiannya tergantung hakim yang menilai.[8]

    1. Sumpah

    Sumpah dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis yaitu sumpah pelengkap dan sumpah penaksir yang diatur di dalam Pasal 155 HIR/Pasal 182 RBg serta sumpah pemutus yang diatur di Pasal 156, Pasal 157 dan Pasal 177 HIR.

    Apakah Lontar Termasuk Alat Bukti dalam Hukum Acara Perdata?

    Sepanjang penelusuran kami, lontar merupakan tulisan yang dituangkan pada daun lontar yang dikeringkan terlebih dahulu, kemudian disusun sedemikian rupa dan ditulis oleh pihak-pihak pada zaman tersebut. Saat ini, lontar sudah sangat jarang digunakan. Oleh sebab itu, kita jarang menemukan tulisan-tulisan yang masih dituangkan ke dalam lontar.

    Untuk menjawab pertanyaan Anda, perlu diklasifikasikan terlebih dahulu apakah lontar termasuk alat bukti dalam hukum acara perdata. Dari kelima alat bukti yang di sebutkan di atas, lontar mendekati jenis alat bukti surat.

    Menurut pendapat Sudikno, alat bukti tertulis atau surat yaitu segala sesuatu yang memuat tanda-tanda bacaan yang dimaksudkan untuk mencurahkan isi hati atau bentuk menyampaikan buah pikiran seseorang dan dipergunakan sebagai pembuktian.[9]

    Lebih lanjut lagi, Rubini menjelaskan bahwa:

    Surat adalah suatu benda (bisa kertas, kayu, daun lontar) yang memuat tanda-tanda baca yang dapat dimengerti dan menyatakan isi pikiran (diwujudkan dalam suatu surat).[10]

    Dari berbagai pendapat ahli tersebut, dapat kami simpulkan bahwa yang dapat diklasifikasikan sebagai bukti surat adalah berbagai macam bentuk tulisan yang mengandung tanda-tanda baca yang dituangkan pada suatu benda, baik kertas, kayu, daun, termasuk juga lontar. Sehingga, lontar dapat diklasifikasikan sebagai alat bukti surat.

    Akan tetapi, kerap kali bahasa yang digunakan pada lontar sudah tidak kita gunakan, misalnya menggunakan bahasa Sansekerta atau bahasa lain yang sudah susah dipahami di era sekarang.

    Atas hal tersebut, lalu bagaimana keabsahan lontar sebagai alat bukti surat? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, perlu diperhatikan pendapat Yahya Harahap berikut ini:

    Tulisan atau surat terdiri dari tanda bacaan dalam bentuk aksara. Tidak dipersoalkan aksaranya. Boleh saja aksara Latin, Arab, Cina dan sebagainya. Semuanya diakui dan sah sebagai aksara yang berfungsi sebagai tanda bacaan untuk mewujudkan bentuk tulisan atau surat sebagai alat bukti.[11]

    Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa lontar yang dituliskan menggunakan bahasa selain bahasa Indonesia, tetap sah sebagai alat bukti surat.

    Lantas, bagaimana untuk mengajukan lontar sebagai alat bukti dalam pembuktian di pengadilan? Menurut hemat kami, akan lebih baik jika dalam membuktikan lontar dalam persidangan, perlu menghadirkan ahli yang kompeten untuk menerjemahkan dan mengartikan tulisan dalam lontar tersebut. Sehingga, setiap makna dan keterangan yang terdapat dalam lontar dapat disampaikan dengan baik dalam persidangan.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
    2. Herzien Inlandsch Reglement (HIR);
    3. Reglement Tot Regeling van het Rechtswezen in de Gewesten Buiten Java en Madura (RBg).

    Referensi:

    1. A. Pitlo. Pembuktian dan Daluarsa. Penerjemah M. Isa Arief. Jakarta: Intermasa, 1978;
    2. I. Rubini dan Chidir Ali. Pengantar Hukum Acara Perdata. Bandung: Alumni, 1974;
    3. M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata, Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008;
    4. Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty, 1977;
    5. Wirjono Prodjodikoro. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Cetakan keenam. Bandung: Sumur Bandung, 1975;
    6. Lontar, yang diakses pada Selasa 1 Agustus 2023, pukul 13.01 WIB.

    [1] Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”)

    [2] Wirjono Prodjodikoro. Hukum Acara Perdata di Indonesia. Cetakan keenam. Bandung: Sumur Bandung, 1975, hal. 108

    [3] Pasal 1874 KUH Perdata

    [4] Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty, 1977, hal. 105

    [5] Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty, 1977, hal. 112

    [6] Pasal 1915 KUH Perdata

    [7] A. Pitlo. Pembuktian dan Daluarsa. Penerjemah M. Isa Sarief. Jakarta: Intermasa, 1978, hal. 150

    [8] Pasal 174 – 175 Herzien Inlandsh Reglement (“HIR”)

    [9] Sudikno Mertokusumo. Hukum Acara Perdata. Yogyakarta: Liberty, 1977, hal. 100

    [10] I. Rubini dan Chidir Ali. Pengantar Hukum Acara Perdata. Bandung: Alumni, 1974, hal. 88

    [11] M. Yahya Harahap. Hukum Acara Perdata, Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian dan Putusan Pengadilan. Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 559.

    Tags

    acara perdata
    alat bukti

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Tips Cicil Rumah dengan KPR Agar Terhindar Risiko Hukum

    2 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!