KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Bisakah Menggugat atau Menuntut Pers atas Berita yang Merugikan?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Bisakah Menggugat atau Menuntut Pers atas Berita yang Merugikan?

Bisakah Menggugat atau Menuntut Pers atas Berita yang Merugikan?
Normand Edwin Elnizar, S.H., M.Hum., M.Ag.Si Pokrol
Si Pokrol
Bacaan 10 Menit
Bisakah Menggugat atau Menuntut Pers atas Berita yang Merugikan?

PERTANYAAN

Apakah suatu badan hukum/perusahaan dapat melakukan gugatan/tuntutan atas pencemaran nama baik dan/atau penyebaran berita bohong dari pemberitaan yang dilakukan oleh seseorang dan/atau badan hukum lain di suatu sarana media online maupun media cetak?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Jika ada sengketa antara media online dan media cetak dengan pihak yang merasa dirugikan atas suatu pemberitaan, pertama-tama dapat mengajukan hak jawab atau hak koreksi kepada pers yang bersangkutan. Jika hal tersebut tidak membuahkan hasil, maka pihak yang merasa dirugikan dapat mengadukan kepada Dewan Pers.

    Namun, bagaimana jika pihak tersebut merasa tidak puas dengan rekomendasi dari Dewan Pers? Apakah pers, wartawan, ataupun narasumber berita dapat digugat secara perdata atau dituntut pidana?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Merujuk pada istilah “pemberitaan” yang Anda sebutkan dalam pertanyaan, kami berasumsi bahwa media online atau media cetak yang Anda maksud adalah pers sebagaimana diatur dalam UU Pers. Selanjutnya, kami juga mengasumsikan bahwa dua jenis perbuatan hukum yaitu pencemaran nama baik dan/atau berita bohong itu ada dalam konten berita yang disiarkan oleh pers.

    KLINIK TERKAIT

    Landasan Kebebasan Pers di Indonesia

    Landasan Kebebasan Pers di Indonesia

    Namun, ada tiga kesan soal subjek seseorang dan/atau badan hukum yang menjadi sasaran gugatan atau tuntutan atas pencemaran nama baik dan/atau penyebaran berita bohong tersebut.

    1. Apakah gugatan/tuntutan ditujukan kepada pers sebagai badan hukum yang menyiarkan berita?
    2. Apakah gugatan/tuntutan ditujukan kepada wartawan sebagai orang yang bekerja membuat berita untuk pers?
    3. Apakah gugatan/tuntutan ditujukan kepada orang dan/atau badan hukum yang menjadi narasumber berita?

    Untuk menjawab hal tersebut, pertama-tama kami akan menjelaskan mengenai pengertian pers yaitu lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis uraian yang tersedia.[1]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Berdasarkan penjelasan di atas, maka ada dua kemungkinan jenis pers berdasarkan UU Pers[2] sebagai sarana pencemaran nama baik dan/atau penyebaran berita bohong yang Anda maksud, yaitu:

    1. media cetak;
    2. media online (media elektronik).

    Upaya Hukum Jika Pemberitaan Pers dan Wartawan Merugikan

    Selanjutnya, hal yang harus menjadi perhatian bahwa konten berita yang disiarkan pers adalah produk kegiatan jurnalistik berupa mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya.[3]

    Sejak UU Pers berlaku, seluruh kegiatan dan produk pers memiliki payung hukum khusus yang bisa mengecualikan berbagai ketentuan hukum yang umum. Asas lex specialis derogat legi generali berlaku dalam ketentuan hukum mengenai pers. Oleh karena pertanyaan Anda berkaitan dengan pers, maka pertanyaan Anda akan kami jawab dengan merujuk pada ketentuan dalam UU Pers.

    UU Pers telah mengatur perkara yang berkaitan dengan keberatan atas pemberitaan pers yaitu dengan tiga upaya yaitu:[4]

    1. Hak jawab yaitu hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.[5]
    2. Hak koreksi yaitu hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.[6]
    3. Pengaduan ke Dewan Pers apabila dua upaya sebelumnya tidak memberikan hasil yang memuaskan.[7]

    Merujuk pada keterangan Dewan Pers, perbedaan antara hak jawab dan hak koreksi terletak wewenang pada pihak yang melakukannya. Hak jawab diberikan kepada pihak yang merasa dirugikan oleh suatu pemberitaan. Sedangkan hak koreksi diberikan kepada setiap orang. Hak jawab berisi tanggapan atau sanggahan terhadap berita yang menyangkut langsung diri dari pihak yang dirugikan. Sementara, hak koreksi berisi koreksi dari siapa saja menyangkut informasi apapun yang dinilainya salah, terutama kekeliruan fakta dan data teknis.[8] Ketentuan lebih lanjut tentang cara mengajukan hak jawab diatur dengan Peraturan Dewan Pers 9/2008.

    Jadi, apabila Anda merasa dirugikan atas suatu pemberitaan misalnya karena dianggap sebagai pencemaran nama baik atau berita bohong, upaya pertama yang bisa dilakukan adalah menggunakan hak jawab. Isi hak jawab akan ditayangkan secara proporsional oleh pers terkait dalam waktu secepatnya atau pada kesempatan pertama.[9]

    Melayani hak jawab dan hak koreksi adalah kewajiban hukum bagi pers yang disertai ancaman pidana denda paling banyak Rp500 juta jika tidak melaksanakannya.[10] Artinya, persoalan hak jawab bukan hanya masalah etik tetapi juga masalah hukum.

    Apabila hak jawab belum cukup memuaskan, Anda bisa mengadukan perkara pemberitaan yang merugikan itu kepada Dewan Pers. Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada yang ditunjuk Dewan Pers sebagai Ahli Dewan Pers,[11]Herlambang Perdana Wiratraman memberikan penjelasan tambahan tentang mekanisme pengaduan. Setiap pengaduan keberatan yang masuk ke Dewan Pers akan ditanggapi dengan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi. Isinya adalah saran penyelesaian yang diberikan Dewan Pers.[12] Ketentuan lebih lengkap tentang pengaduan ke Dewan Pers diatur dalam Peraturan Dewan Pers 01/2017.

    Bisakah Menggugat atau Menuntut Pers dan Wartawan?

    Menjawab pertanyaan Anda mengenai bisakah seseorang atau badan hukum menggugat atau menuntut pers, dapat kami sampaikan bahwa apabila pihak pengadu yang tidak puas dengan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi dari Dewan Pers, maka bisa melanjutkan pada mekanisme gugatan perdata. Namun, Herlambang mengatakan mekanisme gugatan perdata jarang terjadi karena pengadilan sejauh ini mengikuti mekanisme Dewan Pers.[13]

    Adapun, berkaitan dengan tuntutan pidana, SEMA 13/2008 juga memberi pedoman agar pengadilan mendengar atau meminta keterangan ahli dari Dewan Pers dalam menangani delik pers, karena merekalah yang lebih mengetahui seluk beluk pers secara teori dan praktik.

    Penting dicatat bahwa Dewan Pers telah memiliki nota kesepahaman dengan Polri[14] dan Kejaksaan Agung.[15] Isinya menegaskan kerja sama untuk menegakkan perkara hukum terkait kegiatan jurnalistik sesuai dengan UU Pers. Secara khusus disepakati bahwa laporan pidana ke kepolisian atas produk pers akan diarahkan untuk diselesaikan di Dewan Pers terlebih dahulu.[16]

    Herlambang menegaskan bahwa sejauh ini berbagai upaya pemidanaan akibat produk pemberitaan pers hampir tidak pernah ditemukan lagi di Indonesia dan dunia.[17]

    Berdasarkan SEMA 13/2008 serta Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Polri maupun Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Kejaksaan Agung, ada indikasi bahwa aparat penegak hukum Indonesia pun mengutamakan mekanisme penyelesaian di Dewan Pers alih-alih secara hukum (pidana).

    Namun, harus dipahami bahwa peluang untuk mengajukan gugatan atau tuntutan kepada pers maupun wartawan tetap ada. Hanya saja, Herlambang telah menegaskan jika berkaitan dengan produk pers yang telah memenuhi UU Pers kecil kemungkinan akan diproses oleh aparat penegak hukum.

    Berkaitan dengan media online atau media elektronik yang juga terikat sebagai penyelenggara sistem elektronik berdasarkan UU ITE (dan perubahannya), Dewan Pers menilai pasal-pasal UU ITE tidak dapat digunakan terhadap produk pers sebagai karya jurnalistik yang sudah tegas dan jelas diatur dalam UU Pers. Pernyataan sikap itu disampaikan lewat Siaran Pers No. 25/SP/DP/XII/2023.

    Dewan Pers merujuk pada Lampiran angka 3 huruf l SKB UU ITE bahwa untuk pemberitaan di internet yang dilakukan institusi pers, yang merupakan kerja jurnalistik yang sesuai dengan ketentuan UU Pers, diberlakukan mekanisme sesuai dengan UU Pers sebagai lex specialis bukan UU ITE. Untuk kasus terkait pers perlu melibatkan Dewan Pers.

    Perlu diketahui pula bahwa Dewan Pers juga sudah menerbitkan pedoman khusus untuk media online yaitu Pedoman Pemberitaan Media Siber.

    Bisakah Menggugat atau Menuntut Narasumber Berita?

    Terakhir, mengenai kemungkinan gugatan atau tuntutan kepada narasumber berita yang diperkarakan, Putusan Kasasi MA No. 646 K/Pid.Sus/2019 pernah membebaskan narasumber berita yang didakwa atas penghinaan atau pencemaran nama baik dalam UU ITE. Mahkamah Agung menilai bahwa (hal. 5):

    tidak dapat dinilai sebagai perbuatan mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 27 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 juncto Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.

    Jadi, pernyataan narasumber berita yang disiarkan media elektronik tidak bisa membuatnya dijerat delik pencemaran nama baik dan/atau penyebaran berita bohong.

    Lebih lanjut, Mahkamah Agung juga menilai (hal. 6):

    Bahwa hasil wawancara Terdakwa dengan beberapa media karena sudah diolah menjadi berita sehingga termasuk karya jurnalistik, maka pertanggungjawabannya ada pada pengelola media yang bersangkutan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

    Artinya, dugaan pencemaran nama baik dan/atau penyebaran berita bohong narasumber berita dalam hasil wawancara pemberitaan juga diakui sebagai produk pers yang tunduk pada mekanisme UU Pers.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;
    2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    3. Peraturan Dewan Pers Nomor: 01/Peraturan-DP/VII/2017 tentang Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers;
    4. Peraturan Dewan Pers Nomor: 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab;
    5. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2008 tentang Meminta Keterangan Saksi Ahli;
    6. Keputusan Bersama Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Dan Kapolri Nomor 229, 154, KB/2/VI/2021 Tahun 2021 tentang Pedoman Implementasi atas Pasal tertentu dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana Telah DIubah dengang Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
    7. Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 01/DP/MoU/II/2019, Nomor KEP.040/A/JA/02/2019 tentang Koordinasi dalam Mendukung Penegakan Hukum, Perlindungan Kemerdekaan Pers, dan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat serta Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia;
    8. Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 03/DP/MoU/III/2022, Nomor NK/4/III/2022 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan.

    Putusan:

    Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 646 K/Pid.Sus/2019.

    Referensi:

    1. Apa saja syarat menjadi ahli dari Dewan Pers yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB;
    2. FAQ Dewan Pers; Apa beda ak jawab dan hak koreksi? yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB;
    3. Pedoman Pemberitaan Media Siber yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB;
    4. Siaran Pers No. 25/SP/DP/XII/2023 yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB.

    Catatan:

    Kami telah melakukan wawancara dengan Herlambang Perdana Wiratraman Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada sekaligus sebagai Ahli Dewan Pers pada Kamis, 21 Maret 2024, pukul 09.08 WIB.

    [1] Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”)

    [2] Pasal 1 angka 1 UU Pers

    [3] Pasal 1 angka 1 UU Pers

    [4] Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) jo. Pasal 15 ayat (2) huruf d UU Pers

    [5] Pasal 1 angka 11 UU Pers

    [6] Pasal 1 angka 12 UU Pers

    [7] Penjelasan Pasal 15 ayat (2) huruf d UU Pers

    [8]FAQ Dewan Pers; Apa beda ak jawab dan hak koreksi? (hal. 33) yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB.

    [9] Angka 13 huruf d Peraturan Dewan Pers Nomor: 9/Peraturan-DP/X/2008 tentang Pedoman Hak Jawab

    [10] Pasal 18 ayat (2) UU Pers

    [11] Lihat Apa saja syarat menjadi ahli dari Dewan Pers, yang diakses pada Jumat, 22 Maret 2024, pukul 09.28 WIB.

    [12] Kami telah melakukan wawancara dengan Herlambang Perdana Wiratraman Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada sekaligus sebagai Ahli Dewan Pers pada Kamis, 21 Maret 2024, pukul 09.08 WIB.

    [13] Kami telah melakukan wawancara dengan Herlambang Perdana Wiratraman Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada sekaligus sebagai Ahli Dewan Pers pada Kamis, 21 Maret 2024, pukul 09.08 WIB.

    [14]Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 03/DP/MoU/III/2022, Nomor NK/4/III/2022 tentang Koordinasi dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan (“Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Polri”)

    [15]Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 01/DP/MoU/II/2019, Nomor KEP.040/A/JA/02/2019 tentang Koordinasi dalam Mendukung Penegakan Hukum, Perlindungan Kemerdekaan Pers, dan Peningkatan Kesadaran Hukum Masyarakat serta Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Manusia

    [16] Pasal 4 ayat (2) Nota Kesepahaman Dewan Pers dan Polri

    [17] Kami telah melakukan wawancara dengan Herlambang Perdana Wiratraman Akademisi Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada sekaligus sebagai Ahli Dewan Pers pada Kamis, 21 Maret 2024, pukul 09.08 WIB.

    Tags

    pers
    dewan pers

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!