KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Dapatkah SK Rektor tentang Kenaikan UKT Digugat ke PTUN?

Share
copy-paste Share Icon
Kenegaraan

Dapatkah SK Rektor tentang Kenaikan UKT Digugat ke PTUN?

Dapatkah SK Rektor tentang Kenaikan UKT Digugat ke PTUN?
Masda Greisyes Nababan, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron
Bacaan 10 Menit
Dapatkah SK Rektor tentang Kenaikan UKT Digugat ke PTUN?

PERTANYAAN

Apakah suatu SK Rektor yang sasaran (subjek) normanya bersifat umum (tidak menyasar hanya pada individu-individu tertentu), misalnya seperti SK rektor kenaikan UKT mahasiswa, dapat menjadi objek PTUN? Apakah rektor punya kewajiban untuk mempublikasikannya sesuai dengan asas keterbukaan dalam AUPB?

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Surat keputusan rektor mengenai kenaikan uang kuliah tunggal (“UKT”) mahasiswa merupakan dapat dikategorikan sebagai keputusan administrasi pemerintahan atau keputusan tata usaha negara. Artinya, keputusan tersebut merupakan objek sengketa tata usaha negara atau objek gugatan pada pengadilan tata usaha negara. Apa dasar hukumnya?

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

    Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.

    Objek Sengketa Tata Usaha Negara

    Sebelum menjawab pertanyaan Anda, terlebih dahulu akan kami menjelaskan mengenai apa itu objek sengketa tata usaha negara.

    KLINIK TERKAIT

    Perkara Pertanahan, Wewenang PTUN atau PN?

    Perkara Pertanahan, Wewenang PTUN atau PN?

    Menurut Pasal 1 angka 10 UU 51/2009, sengketa tata usaha negara (“TUN") adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha negara antara orang atau badan hukum perdata dengan badan atau pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Lantas, apa saja yang menjadi objek sengketa TUN? Berdasarkan Pasal 1 angka 10 UU 51/2009 di atas, objek sengketa TUN adalah keputusan TUN dan sengketa kepegawaian. Dalam konteks pertanyaan Anda yang berkaitan dengan surat keputusan rektor, maka kami akan menjelaskan apa itu keputusan TUN.

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

    Keputusan TUN atau disebut juga keputusan administrasi pemerintahan adalah ketetapan tertulis yang dikeluarkan oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan dalam penyelenggaraan pemerintahan.[1]

    Adapun, ciri-ciri keputusan TUN berdasarkan Pasal 1 angka 9 UU 51/2009 yaitu:

    1. suatu penetapan tertulis;
    2. dikeluarkan oleh badan atau pejabat tata usaha negara;
    3. berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    4. bersifat konkret, individual, dan final;
    5. menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

    Namun, dengan diundangkannya UU Administrasi Pemerintahan terdapat perbedaan pemaknaan akan keputusan TUN. Pasal 87 UU Administrasi Pemerintahan dan penjelasannya mengatur bahwa keputusan TUN dalam UU 51/2009 di atas, harus dimaknai sebagai berikut:

    1. penetapan tertulis yang juga mencakup tindakan faktual;
    2. keputusan badan dan/atau pejabat tata usaha negara di lingkungan eksekutif, legislatif, yudikatif, dan penyelenggara negara lainnya;
    3. berdasarkan ketentuan perundang-undangan dan asas-asas umum pemerintahan yang baik;
    4. bersifat final dalam arti lebih luas (mencakup keputusan yang diambil alih oleh atasan pejabat yang berwenang;
    5. keputusan yang berpotensi menimbulkan akibat hukum; dan/atau
    6. keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat.

    Dapatkah SK Rektor Digugat ke PTUN?

    Perlu diketahui bahwa uang kuliah tunggal (“UKT”) adalah biaya yang dikenakan kepada setiap mahasiswa untuk digunakan dalam proses pembelajaran.[2] Adapun, pihak yang berwenang menetapkan besaran UKT adalah pimpinan perguruan tinggi negeri badan hukum setelah berkonsultasi dengan menteri.[3] Hal ini diatur di dalam Permendikbud 25/2020.

    Lebih lanjut, jika dicermati dalam nomenklatur Permendikbud 25/2020 dan cakupan pengaturannya, maka aturan mengenai UKT memang ditujukan untuk perguruan tinggi negeri. Adapun yang dimaksud dengan perguruan tinggi negeri adalah perguruan tinggi yang didirikan dan/atau diselenggarakan oleh pemerintah.[4] Dengan demikian, kami asumsikan bahwa UKT yang Anda maksud adalah uang kuliah tunggal yang diterapkan dalam perguruan tinggi atau universitas negeri.

    Lantas, dapatkah surat keputusan (“SK”) rektor perihal kenaikan UKT mahasiswa dikategorikan sebagai objek sengketa TUN? Untuk menjawab hal tersebut, terlebih dahulu kita perlu mengetahui apakah rektor suatu perguruan tinggi atau universitas dapat dikategorikan sebagai badan atau pejabat TUN atau tidak.

    Pasal 1 angka 8 UU 51/2009 menerangkan bahwa badan atau pejabat TUN adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-Undangan yang berlaku.

    Dapat pula diartikan bahwa badan dan/atau pejabat pemerintahan adalah unsur yang melaksanakan fungsi pemerintahan, baik di lingkungan pemerintah maupun penyelenggara negara lainnya. Adapun yang dimaksud dengan fungsi pemerintahan merupakan fungsi yang melaksanakan administrasi pemerintahan yang meliputi fungsi pengaturan, pelayanan, pembangunan, pemberdayaan dan pelindungan.[5]

    Berdasarkan pengertian di atas dapat dilihat bahwa pengertian badan atau pejabat TUN sangatlah luas. Ini berarti badan atau pejabat apa saja yang melakukan urusan pemerintahan (eksekutif), atau penyelenggara negara lainnya yang melaksanakan fungsi pemerintahan, bisa dikatakan sebagai badan atau pejabat TUN.

    Mengenai hal ini, Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung berdasarkan kajian terkait makna pejabat TUN dalam sengketa TUN menyimpulkan bahwa:

    1. Secara normatif, badan atau pejabat TUN adalah badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    2. Tolok ukur penentuan badan atau pejabat TUN adalah pada fungsi yang dilaksanakan, yakni pelaksanaan fungsi pemerintahan, bukan ditentukan oleh nama sehari-hari ataupun kedudukan strukturalnya dalam dalam salah satu lingkungan kekuasaan negara.
    3. Pejabat TUN harus dimaknai sebagai siapa pun yang melaksanakan fungsi pemerintahan, sehingga harus tunduk pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Ridwan dalam buku Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi (hal. 33) menerangkan bahwa jabatan pemerintahan adalah lingkungan pekerjaan tetap yang dilekati dengan wewenang untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, yaitu semua tugas-tugas kenegaraan selain legislasi (pembuatan undang-undang) dan peradilan. Adapun, fungsionaris dari jabatan pemerintah adalah organ pemerintah (pejabat).

    Adapun, S.F. Marbun dalam buku Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif Indonesia (hal. 165 – 166) menjelaskan bahwa badan atau pejabat TUN adalah yang menyelenggarakan urusan, fungsi, atau tugas pemerintahan. Untuk menentukan siapa penyelenggara urusan pemerintahan, maka dikembalikan pada dasar kewenangannya. Jika dasar wewenang itu diperoleh berdasarkan ketentuan hukum publik, maka wewenang yang diperoleh itu juga termasuk tunduk kepada ketentuan hukum publik, sehingga badan-badan itu memiliki wewenang pemerintahan yang merupakan pelaksanaan fungsi kekuasaan umum.

    Lebih lanjut, Marbun menerangkan bahwa kekuasaan umum memiliki ciri-ciri yaitu:

    1. Wewenang itu diperoleh beradasarkan pada peraturan perundang-undangan tertentu sebagai dasar legalitas atau dasar atribusinya sehingga melahirkan wewenang istimewa.
    2. Hubungan hukum yang dilakukan selalu bersifat sepihak dan bukan dua pihak seperti dalam hubungan hukum perdata.

    Dalam konteks pertanyaan Anda, rektor adalah pemimpin perguruan tinggi pada universitas dan institut sekaligus sebagai salah satu organisasi PTN yang merupakan unsur pelaksana akademik yang menjalankan fungsi penetapan dan kebijakan nonakademik dan pengelolaan perguruan tinggi untuk dan atas nama menteri.[6]

    Artinya, rektor merupakan pemimpin di suatu universitas atau PTN yang melakukan fungsi pengelolaan perguruan tinggi untuk dan atas nama menteri. Adapun, PTN sendiri merupakan perguruan tinggi yang didirikan dan atau diselenggarakan oleh pemerintah. Sehingga, rektor PTN merupakan pejabat TUN yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan.

    Selanjutnya, SK yang dikeluarkan oleh rektor mengenai kenaikan UKT mahasiswa, kami asumsikan bahwa kenaikan UKT tersebut menyasar mahasiswa universitas atau perguruan tinggi di bawah pimpinan rektor tersebut. Sehingga, SK tersebut bersifat individual, konkret, dan final. Ridwan dalam bukunya Hukum Administrasi Negara (hal. 153) menerangkan bahwa konkret berarti objek yang diputuskan dalam KTUN itu tidak abstrak, tetapi berwujud, tertentu atau dapat ditentukan. Individual artinya KTUN itu tidak ditujukan untuk umum, tetapi tertentu baik alamat maupun hal yang dituju. Sedangkan final berarti sudah definitif sehingga dapat menimbulkan akibat hukum.

    Namun demikian, dalam Pasal 87 UU Administrasi Pemerintahan, keputusan diartikan pula sebagai keputusan yang berlaku bagi warga masyarakat. Lebih lanjut, dalam Lampiran SEMA 4/2016 (hal. 10) disebutkan bahwa objek gugatan pada pengadilan tata usaha negara meliputi keputusan yang bersifat konkret-individual (contoh: keputusan izin mendirikan bangunan), abstrak-individual (contoh: keputusan tentang syarat pemberian perizinan), dan konkret-umum (contoh keputusan tentang penetapan upah minimum regional).

    Artinya, suatu keputusan tidak harus secara khusus menunjuk nama seseorang, namun dapat berlaku lebih luas (konkret-umum) seperti keputusan yang ditujukan untuk kelompok tertentu, misalnya mahasiswa universitas tertentu. Selain itu, SK rektor mengenai kenaikan UKT tersebut menimbulkan akibat hukum bagi mahasiswa universitas tersebut. Dengan demikian, menurut hemat kami, SK rektor mengenai kenaikan UKT mahasiswa merupakan suatu keputusan tata usaha negara.

    Publikasi Keputusan Kenaikan UKT

    Terkait pertanyaan Anda selanjutnya mengenai apakah ada kewajiban bagi rektor untuk mempublikasikan SK kenaikan UKT mahasiswa sesuai dengan asas keterbukaan dalam asas-asas umum pemerintahan yang baik (“AUPB”), dapat kami sampaikan bahwa rektor merupakan pejabat TUN yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengelolaan perguruan tinggi. Maka, sepatutnya rektor wajib mempublikasikan setiap hal yang dianggap penting dan perlu untuk diketahui oleh pihak-pihak terkait.

    Hal ini berkaitan dengan makna AUPB sebagai prinsip yang digunakan sebagai acuan penggunaan wewenang bagi pejabat pemerintahan dalam mengeluarkan keputusan dan/atau tindakan dalam penyelenggaraan pemerintahan.[7]

    Adapun, asas keterbukaan adalah asas yang melayani masyarakat untuk mendapatkan akses dan memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.[8]

    Dengan demikian, rektor wajib mempublikasikan setiap hal yang dianggap penting dan perlu serta berdampak pada mahasiswa atau pihak-pihak terkait, khususnya yang berkaitan dengan hal-hal di lingkungan perguruan tinggi yang bersangkutan.

    Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan diubah kedua kalinya dengan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara;
    2. Undang–Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;
    3. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang telah ditetapkan menjadi undang-undang dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023;
    4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi;
    5. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan;
    6. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pemberlakuan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2016 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas bagi Pengadilan.

    Referensi:

    1. Ridwan H.R. Hukum Administrasi Negara Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 201106;
    2. Ridwan. Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi. Yogyakarta: FH UII Press, 2009;
    3. S.F. Marbun. Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administratif di Indonesia. Yogyakarta: FH UII Press, 2011;
    4. Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, yang diakses pada Senin, 23 Oktober 2023 pukul 14.31 WIB.

    [1] Pasal 175 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (“Perppu Cipta Kerja”) yang mengubah Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan (“UU Administrasi Pemerintahan”)

    [2] Pasal 1 angka 7 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi pada Perguruan Tinggi Negeri di Lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (“Permendikbud 25/2020”)

    [3] Pasal 6 ayat (1) Permendikbud 25/2020

    [4] Pasal 1 angka 1 Permendikbud 25/2020

    [5] Pasal 175 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 2 dan 3 UU Administrasi Pemerintahan

    [6] Pasal 1 angka 17 dan Pasal 29 ayat (1) huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi

    [7] Pasal 175 angka 1 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 17 UU Administrasi Pemerintahan

    [8] Pasal 10 huruf f UU Administrasi Pemerintahan dan penjelasannya

    Tags

    ptun
    keputusan

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Cara dan Biaya Mengurus Perceraian Tanpa Pengacara

    25 Apr 2024
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!