Saya lalai dan tidak sengaja menabrak mobil saat sedang mengendarai motor. Akibatnya, mobil mengalami kerusakan ringan (1 lampu lecet, namun cukup dipoles saja). Atas kerusakan mobil tersebut, saya bersedia untuk ganti rugi. Namun, pemilik mobil memaksa saya untuk harus ganti 2 lampu, padahal yang rusak 1 lampu saja.
Saya terus-terusan dipaksa memberikan uang untuk perbaikan 2 lampu seharga Rp1.250 ribu, lalu lampu reflektor Rp100 ribu, dan disuruh bayar pemasangan juga, yang mana sebelumnya tidak dibilang suruh ganti. Apakah hal ini termasuk tindak pidana pemerasan?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Karena kelalaian Anda dalam berkendara hingga menyebabkan kecelakaan lalu lintas ringan, maka Anda berpotensi dipidana penjara maksimal 6 bulan dan/ atau denda maksimal Rp1 juta berdasarkan Pasal 310 ayat (1) UU LLAJ. Selain ancaman pidana, pelaku tindak pidana lalu lintas juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa ganti kerugian yang besarnya ditentukan berdasarkan keputusan pengadilan.
Lantas, bagaimana jika korban memaksa Anda untuk membayar ganti rugi yang besaran uangnya melebihi sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dan/atau putusan pengadilan? Apakah hal ini termasuk tindak pidana pemerasan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan mengacu pada UU LLAJ.
Penggolongan Kecelakaan Lalu Lintas
Pada dasarnya, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda.[1]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Kemudian, kecelakaan lalu lintas digolongkan atas:[2]
kecelakaan lalu lintas ringan, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan kendaraan dan/atau barang;[3]
kecelakaan lalu lintas sedang, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan kendaraan dan/atau barang;[4] atau
kecelakaan lalu lintas berat, yaitu kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat.[5]
Lalu, kecelakaan lalu lintas dapat disebabkan oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklaikan kendaraan, serta ketidaklaikan jalan dan/atau lingkungan.[6]
Kewajiban untuk Bertanggung Jawab Jika Terjadi Kecelakaan
Mengenai kewajiban untuk bertanggung jawab apabila terjadi kecelakaan, hal tersebut telah ditegaskan dalam Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ sebagai berikut:
Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.
Adapun yang dimaksud dengan "bertanggung jawab" adalah pertanggungjawaban disesuaikan dengan tingkat kesalahan akibat kelalaian.[7]
Selain itu, korban kecelakaan lalu lintas berhak mendapatkan:[8]
pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas dan/atau pemerintah;
ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan lalu lintas; dan
santunan kecelakaan lalu lintas dari perusahaan asuransi.
Berkaitan dengan kasus Anda, kami asumsikan bahwa kecelakaan yang terjadi antara Anda dan pengemudi mobil termasuk kecelakaan lalu lintas ringan. Karena kelalaian Anda dalam berkendara hingga menyebabkan kecelakaan ringan, maka dapat berlaku Pasal 310 ayat (1) UU LLAJ sebagai berikut:
Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan dan/atau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 bulan dan/ atau denda paling banyak Rp1 juta.
Selain ancaman pidana, pelaku tindak pidana lalu lintas juga dapat dijatuhi pidana tambahan berupa ganti kerugian yang besarnya ditentukan berdasarkan keputusan pengadilan. Sebab, korban kecelakaan berhak mendapatkan ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya kecelakaan.[9]
Sebagaimana telah kami jelaskan, Anda sebagai pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan ringan berpotensi untuk membayar denda maksimal Rp1 juta, dan dapat dijatuhi pidana tambahan berupa ganti kerugian yang besarnya ditentukan berdasarkan keputusan pengadilan.
Sehingga, apabila pengguna mobil memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan agar Anda memberikan uang untuk menguntungkan dirinya sendiri, menurut hemat kami, pengguna mobil tersebut dapat dipidana atas pemerasan.
Tindak pidana pemerasan dengan kekerasan diatur dalam Pasal 368 KUHP lama yang masih berlaku pada saat artikel ini diterbitkan, dan KUHP baru yaitu Pasal 482 UU 1/2023 yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan,[10] yaitu tahun 2026.
Pasal 368 KUHP
Pasal 482 UU 1/2023
Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Ketentuan pasal 365 ayat kedua, ketiga, dan keempat berlaku bagi kejahatan ini.
Dipidana karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama 9 tahun, Setiap Orang yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa orang dengan Kekerasan atau Ancaman Kekerasan untuk:
memberikan suatu Barang, yang sebagian atau seluruhnya milik orang tersebut atau milik orang lain; atau
memberi utang, membuat pengakuan utang, atau menghapuskan piutang.
Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 479 ayat (2) sampai dengan ayat (4) berlaku juga bagi pemerasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Selanjutnya, berikut adalah unsur-unsur Pasal 368 ayat (1) KUHP:[11]
Unsur-unsur Objektif
perbuatan memaksa;
yang dipaksa (seseorang);
upaya memaksa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan;
tujuan, sekaligus merupakan akibat dari perbuatan memaksa dengan menggunakan upaya kekerasan atau ancaman kekerasan, yaitu orang menyerahkan benda, orang memberi hutang, atau orang menghapus piutang.
Unsur-unsur Subjektif
dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain;
dengan melawan hukum.
Adapun menurut Penjelasan Pasal 482 ayat (1) UU 1/2023, ketentuan ini mengatur tindak pidana pemerasan. Paksaan dalam ketentuan ini lebih bersifat paksaan fisik atau lahiriah, antara lain, dengan todongan senjata tajam atau senjata api. Lalu, kekerasan atau ancaman kekerasan tidak harus ditujukan pada orang yang diminta untuk memberikan barang, membuat utang, atau menghapuskan piutang, tetapi dapat juga ditujukan pada orang lain, misalnya terhadap anak, atau istri atau suami.
Lebih lanjut, pengertian “memaksa” sebagaimana disebut dalam Pasal 482 ayat (1) UU 1/2023 meliputi pemaksaan yang berhasil (misalnya barang diserahkan) maupun yang gagal. Dengan demikian, jika pemerasan tidak berhasil atau gagal, pelaku tetap dituntut berdasarkan ketentuan ini, bukan dengan ketentuan mengenai percobaan.
Perkaya riset hukum Anda dengan analisis hukum terbaru dwibahasa, serta koleksi terjemahan peraturan yang terintegrasi dalam Hukumonline Pro, pelajari lebih lanjut di sini.