Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul sama yang pertama kali dipublikasikan pada Jumat, 23 Oktober 2015.
Kewajiban Penyidik Saat Penangkapan
Kami menyimpulkan “terduga” yang Anda maksud adalah tersangka tindak pidana.
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP.
[1]
Dari definisi penangkapan di atas, diketahui bahwa tindakan penangkapan dilakukan oleh penyidik (dalam hal ini anggota Polri) pada proses penyidikan. Selain itu, penangkapan dilakukan guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan/atau peradilan.
Soal penangkapan, M. Yahya Harahap dalam buku Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan (hal. 158) mengatakan bahwa alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam Pasal 17 KUHAP:
seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana;
dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang cukup.
Patut diketahui bahwa kewenangan penyidik Polri yang dikenal dalam KUHAP, antara lain, melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan merupakan upaya paksa.
[2]
Syarat Penangkapan:
Penangkapan wajib didasarkan pada bukti permulaan yang cukup
Melakukan penangkapan tidak sewenang-wenang
Perintah
penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan tindak pidana.
[3] Menjawab pertanyaan Anda, kewajiban Polri dalam melakukan penangkapan adalah untuk tidak berlaku sewenang-wenang terhadap “terduga”/tersangka tindak pidana.
M. Yahya Harahap dalam buku yang sama menyatakan bahwa penangkapan harus dilakukan menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP (hal. 157).
Selain itu, penting diingat bahwa alasan untuk kepentingan penyelidikan dan kepentingan penyidikan jangan diselewengkan untuk maksud selain di luar kepentingan penyelidikan dan penyidikan (hal. 159).
Berpijak pada landasan hukum
Masih berkaitan dengan fungsi penangkapan, menurut M. Yahya Harahap, wewenang yang diberikan kepada penyidik sedemikian rupa luasnya. Bersumber atas wewenang tersebut, penyidik berhak mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang asal masih berpijak pada landasan hukum (hal. 157).
Salah satu wewenang ini adalah melakukan penangkapan. Akan tetapi harus diingat bahwa semua tindakan penyidik mengenai penangkapan itu adalah tindakan yang benar-benar diletakkan pada proporsi demi untuk kepentingan pemeriksaan dan benar-benar sangat diperlukan sekali.
Tidak menggunakan kekerasan
Setiap petugas/anggota Polri dilarang melakukan penyiksaan tahanan
atau terhadap orang yang disangka terlibat dalam kejahatan.
[4] Hal ini juga berkaitan dengan salah satu hak tahanan, yaitu bebas dari tekanan, seperti diintimidasi, ditakut-takuti dan
disiksa secara fisik.
Penyidik juga tidak boleh menggunakan kekerasan,
kecuali dibutuhkan untuk mencegah kejahatan atau membantu melakukan penangkapan terhadap pelanggar hukum atau tersangka sesuai dengan peraturan penggunaan kekerasan.
[5]
Melengkapi penangkapan dengan surat perintah penangkapan
Pelaksanaan tugas penangkapan dilakukan oleh petugas Polri dengan memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada tersangka
surat perintah penangkapan yang mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan alasan penangkapan serta uraian singkat perkara kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia diperiksa.
[6]
Dalam hal tertangkap tangan, penangkapan dilakukan tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.
[7]
Dalam melaksanakan penangkapan wajib dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
[8]
keseimbangan antara tindakan yang dlakukan dengan bobot ancaman;
senantiasa menghargai/menghormati hak-hak tersangka yang ditangkap; dan
tindakan penangkapan bukan merupakan penghukuman bagi tersangka.
Secara umum, kewajiban petugas Polri dalam melakukan penangkapan, yaitu:
[9]memberitahu/menunjukkan tanda identitasnya sebagai petugas Polri;
menunjukkan surat perintah penangkapan kecuali dalam keadaan tertangkap tangan;
memberitahukan alasan penangkapan;
menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman hukuman kepada tersangka pada saat penangkapan;
menghormati status hukum anak yang melakukan tindak pidana dan memberitahu orang tua atau wali anak yang ditangkap segera setelah penangkapan;
senantiasa melindungi hak privasi tersangka yang ditangkap; dan
memberitahu hak-hak tersangka dan cara menggunakan hak-hak tersebut, berupa hak untuk diam, mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi oleh penasihat hukum, serta hak-hak lainnya sesuai KUHAP.
Hak Tersangka Saat Ditangkap/Digeledah
Hak-hak tersangka, antara lain:
Meminta surat tugas dari petugas Polri yang akan menangkap.
Meminta surat perintah penangkapan.
Setelah seseorang ditangkap, maka dia berhak:
Menghubungi dan didampingi oleh seorang penasihat hukum/pengacara;
[10]Segera diperiksa oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum;
[11]Minta untuk dilepaskan setelah lewat dari 1 X 24 jam;
[12]Diperiksa tanpa tekanan, seperti intimidasi, ditakut-takuti dan disiksa secara fisik.
Tidak mendapat penyiksaan dari pihak yang berwajib.
[13]Bebas dari penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penghilangan secara paksa.
[14]Berhak untuk diperlakukan sebagai orang belum tentu bersalah sampai terbukti bersalah di pengadilan (asas praduga tak bersalah).
[15]
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata-mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat
Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan
Konsultan Mitra Justika.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Putusan:
Referensi:
M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Penyidikan dan Penuntutan. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.
[3] Penjelasan Pasal 17 KUHAP
[5] Pasal 10 huruf c Perkapolri 8/2009
[6] Pasal 18 ayat (1) KUHAP
[7] Pasal 18 ayat (2) KUHAP
[8] Pasal 16 ayat (1) Perkapolri 8/2009
[9] Pasal 17 ayat (1) Perkapolri 8/2009
[11] Pasal 36 huruf a Perkapolri 8/2009
[12] Pasal 19 ayat (1) KUHAP
[13] Pasal 5 ayat (1) huruf bb Perkapolri 8/2009
[14] Pasal 6 huruf d Perkapolri 8/2009
[15] Pasal 16 ayat (2) Perkapolri 8/2009