Syarat apa saja yang wajib saya penuhi sebagai WNI untuk menerima pinjaman dari kreditor luar negeri?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Pada intinya, perorangan Warga Negara Indonesia (“WNI”) selaku debitur Utang Luar Negeri (“ULN”) dapat menerima pinjaman dari Kreditor Luar Negeri(“Kreditor LN”) apabila WNI tersebut telah memenuhi syarat antara lain:
kecakapan hukum untuk melakukan suatu perikatan sebagaimana diatur dalam KUH Perdata;
perikatan atau perjanjian pinjaman/kredit (Loan Agreement) yang disepakati telah memenuhi unsur esensialiadalam KUH Perdata dan PBI 17/23/2015; dan
melaksanakan kewajiban yang berhubungan dengan aktivitas Lalu Lintas Devisa (“LLD”).
Bagaimana penjelasan selengkapnya?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Berdasarkan pertanyaan Anda, dapat kami asumsikan bahwa Anda adalah perorangan Warga Negara Indonesia (“WNI”) yang berdomisili di Indonesia dan akan menerima pinjaman dari kreditor luar negeri melalui suatu perikatan atau perjanjian pinjaman/kredit (Loan Agreement). Sebelum membahas lebih lanjut mengenai syarat bagi perorangan WNI untuk menerima suatu pinjaman luar negeri, maka kami akan menjelaskan terlebih dahulu apa itu Utang Luar Negeri (“ULN”), dan siapakah pihak-pihak yang dapat menerima dan dapat memberikan ULN.
ULN adalah utang penduduk kepada bukan penduduk dalam valuta asing.[1] Selanjutnya, pengertian penduduk yang termuat dalam definisi ULN adalah orang, badan hukum atau badan lainnya, yang berdomisili atau berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1 tahun, termasuk perwakilan dan staf diplomatik Republik Indonesia di luar negeri.[2] Kemudian, berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 18 PBI 16/10/2014, dijelaskan bahwa setiap perorangan, badan hukum bukan bank, dan badan lainnya yang memiliki ULN disebut sebagai debitur ULN. Menyambung pertanyaan Anda, maka dapat disimpulkan bahwa Anda selaku perorangan WNI yang akan menerima ULN dapat disebut sebagai debitur ULN.
Pengertian Devisa dan Devisa ULN
Setelah mengetahui apa itu ULN, maka selanjutnya perlu dibahas mengenai pengertian devisa dan hubungannya dengan ULN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 2 UU 24/1999, devisa adalah aset dan kewajiban finansial yang digunakan dalam transaksi internasional. Lebih lanjut, devisa yang diperoleh debitur ULN dari penarikan ULN disebut sebagai Devisa ULN (“DULN”).[3] Dengan demikian, dapat diargumentasikan bahwa Anda selaku debitur ULN yang nantinya akan menerima atau menarik ULN melalui mekanisme Loan Agreement dapat dikatakan sebagai debitur ULN yang menerima DULN.
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Kemudian, dengan berpedoman pada definisi ULN dan definisi penduduk, maka dapat diasumsikan bahwa pihak yang dapat memberikan ULN kepada Anda selaku debitur ULN adalah pihak bukan penduduk,yaitu orang, badan hukum atau badan lainnya, yang tidak berdomisili atau tidak berencana berdomisili di Indonesia sekurang-kurangnya 1 tahun, termasuk yang bukan merupakan perwakilan diplomatik Republik Indonesia di luar negeri atau dapat disebut sebagai kreditorluar negeri. Dengan demikian, pihak bukan penduduk yang memberikan ULN kepada Anda selaku debitur ULN dalam valuta asing yang nantinya akan ditarik debitur ULN dalam bentuk DULN dapat diasumsikan sebagai Kreditor Luar Negeri (“Kreditor LN”).
Syarat Kecakapan Hukum dalam KUH Perdata
Dalam PBI 16/10/2014 dan perubahannya, telah diatur ketentuan bagi debitur ULNuntuk menerima ULN dari Kreditor LN. Meskipun demikian, dalam ketentuan tersebut tidak diatur pedoman bagi perorangan WNI untuk membuat perikatan, dalam hal ini Loan Agreement. Oleh karena itu, Anda dapat memperhatikan ketentuan dalam KUH Perdata sebelum Anda membuat Loan Agreement untuk menerima ULN.
Pada dasarnya dalam Pasal 1329KUH Perdata, tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu. Namun, Anda harus memastikan bahwa Anda tidak termasuk dalam kualifikasi orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perikatan, yaitu anak yang belum dewasa dan orang yang ditaruh di bawah pengampuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1330 KUH Perdata. Berikut masing-masing penjelasannya.
Dewasa Melakukan Perikatan
Pasal 330 KUH Perdata menjelaskan bahwa yang belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai umur genap 21 tahun, dan yang sebelumnya tidak pernah kawin. Lebih lanjut, berdasarkan Lampiran SEMA 4/2016tentang Rumusan Hukum Kamar Perdata (hal. 3), pembatasan usia kedewasaan haruslah dilihat berdasarkan konteks perkara yang bersangkutan (kasuistis), sehingga dalam kasus ini, usia dewasa untuk membuat perikatan atauLoan Agreement adalah 21 tahun sebagaimana dimuat dalam KUH Perdata.
Tidak Berada di Bawah Pengampuan
Ketentuan spesifik mengenai orang yang ditaruh di bawah pengampuan diatur lebih lanjut dalam Pasal 433 KUH Perdata yang mengatur bahwa setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempatkan di bawahpengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan.
Unsur Esensialia Loan Agreement dalam KUH Perdata dan Peraturan Bank Indonesia
Setelah Anda memenuhi syarat membuat Loan Agreementsebagaimana diatur dalam KUH Perdata, Anda juga harus memperhatikan syarat esensialia dalam suatu perikatan/perjanjian. Pada dasarnya, dalam suatu perjanjian pinjam meminjam terdapatunsur esensialia, dimana tanpa adanya unsur tersebut, maka perjanjian pinjam meminjam dianggap tidak pernah ada.[4]Kemudian secara prinsip, Loan Agreement adalah perjanjian pinjam meminjam sebagaimana diatur dalam Pasal 1754 jo. Pasal 1756 jo. Pasal 1759 KUH Perdata, yang menurut hemat kami dapat disimpulkan bahwa perjanjianpinjam meminjam adalah perjanjian dimana pemberi pinjamanakanmenyerahkan suatu barang dan/atau uang kepada penerima pinjaman, dengan syarat bahwa penerima pinjaman akan mengembalikan barang dan/atau uangtersebut kepada pemberi pinjaman dalam jumlah dan keadaan yang samapada waktu yang ditentukan dalam perjanjian.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1754 jo. Pasal 1756 jo. Pasal 1759 KUH Perdata sebagaimana dijelaskan di atas, unsur esensialia dalam suatu perjanjian pinjam meminjam adalah:
adanya barang dan/atau uang;
barang dan/atau uang tersebut wajib diserahkan pemberi pinjaman kepada penerima pinjaman;
adanya jangka waktu pinjaman; dan
barang dan/atau uang tersebut wajib dikembalikan dalam jumlah dan keadaan yang sama oleh penerima pinjaman kepada pemberi pinjaman.
Menyambung pembahasan unsur esensialia dalam perjanjian pinjam meminjam pada KUH Perdata, dalam PBI 17/23/2015, unsur esensialia yang harus dimuat dalam Loan Agreement antara lain mengatur besarnya plafon kredit, suku bunga, jangka waktu, dan cara-cara pelunasannya.[5]
Mekanisme Penerimaan ULN
Kemudian, Pasal 13 ayat (1) PBI 17/23/2015 mengatur mekanisme penerimaan ULN berupa DULN bagi perorangan WNI selaku debitur ULN, sebagai berikut:
Setiap penarikan DULN wajib diterima oleh debitur ULN melalui Bank Devisa, yaitu bank yang memperoleh persetujuan dari otoritas yang berwenang untuk dapat melakukan kegiatan usaha perbankan dalam valuta asing, termasuk kantor cabang bank asing di Indonesia, namun tidak termasuk kantor cabang luar negeri dari bank yang berkantor pusat di Indonesia.[6]
Debitur ULN yang menerima DULN harus menyampaikan informasi penerimaan DULN kepada Bank Devisa secara akurat.
DULN yang diterima oleh Debitur ULN wajib dilaporkan oleh debitur ULN kepada Bank Indonesia.
Kewajiban di atas berlaku bagi DULN yang berbentuk dana yang berasal dari:[7]
ULN berdasarkan perjanjian kredit (Loan Agreement) dalam bentuk non-revolving;
ULN berdasarkan surat utang (debt securities).
Sebagai informasi, Loan Agreement dalam bentuk non-revolving tidak memperbolehkan akumulasi penarikan ULN melebihi komitmen.[8]
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setelah debitur ULN menyepakati ULN melalui mekanisme Loan Agreement sebagaimana dijelaskan di atas, maka penarikan DULN yang diterima oleh Anda selaku debitur ULN dari Kreditor LN wajib dilakukan melalui Bank Devisa.
Kewajiban WNI dan/atau Debitur ULN dalam Pengelolaan ULN
Penting untuk diketahui bahwa saat Anda selaku debitur ULN menerima DULN dari Kreditor LN, Anda harus memenuhi kewajiban yang berkaitan dengan Lalu Lintas Devisa (“LLD”). Disarikan dari Perusahaan Ingin Mendapatkan Pembiayaan dari Luar Negeri? Ini Syaratnya, LLD adalah perpindahan aset dan kewajiban finansial antara penduduk dan bukan penduduk termasuk perpindahan aset dan kewajiban finansial luar negeri antar penduduk.[9] Berdasarkan definisi tersebut, ULN yang akan diterima oleh Anda dari Kreditor LN merupakan bagian dari LLD. Oleh karenanya, Anda selaku pihak yang melakukan kegiatan LLD wajib memenuhi persyaratan-persyaratan yang berkaitan dengan LLD.
Kemudian, perlu dipahami bahwa apabila Anda selaku debitur ULN melakukan pelanggaran terhadap kewajiban yang berkaitan dengan penarikan DULN melalui Bank Devisa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) PBI 17/23/2015, maka Anda dapat dikenakan sanksi administratif berupa denda sebesar 0,25% dari setiap nilai penarikan DULN yang tidak diterima melalui Bank Devisa, dengan nominal paling banyak sebesar Rp50 juta.[10]
Selain dikenakan sanksi administratif berupa denda, debitur ULN juga dapat dikenakan sanksi administratif berupa teguran tertulis dan pemberitahuan kepada kreditor yang bersangkutan di luar negeri, dan/atau instansi yang berwenang.[11]