Saya meringkas materi dari banyak buku untuk dijadikan bahan saya mengajar les dan juga memperjualbelikan materi les tersebut. Saya sengaja tidak menyebutkan sumber atau daftar pustakanya. Apakah ini melanggar kekayaan intelektual?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila seseorang meringkas buku menjadi materi les yang diperjualbelikan tanpa mencantumkan sumber lengkap, apakah ia melanggar ketentuan hak cipta?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual adalah hak yang timbul dari hasil pengembangan kemampuan daya pikir manusia yang menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna bagi manusia.
World Intellectual Property Organization (WIPO) mendefinisikan hak kekayaan intelektual meliputi hak-hak yang berkaitan dengan karya-karya sastra, seni, dan ilmiah, invensi dalam segala bidang usaha manusia, penemuan ilmiah, desain industri, merek dagang, merek jasa, tanda dan nama komersial, pencegahan persaingan curang dan hak-hak lain hasil kegiatan intelektual di bidang ilmu pengetahuan, kesusastraan dan kesenian.[1]
Hak kekayaan intelektual diklasifikasikan menjadi tujuh cabang, yaitu paten, merek, desain industri, hak cipta, indikasi geografis, rahasia dagang, dan desain tata letak sirkuit terpadu.[2]
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Hak Cipta
Definisi hak cipta merupakan hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.[3] Hak cipta adalah satu-satunya hak kekayaan intelektual yang memiliki prinsip deklaratif yang mana pendaftaraan ciptaan tidak menjadi syarat bagi pencipta untuk memperoleh hak cipta.
Berdasarkan Pasal 40 ayat (1) huruf a UU Hak Cipta, buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya termasuk sebagai salah satu ciptaan yang dilindungi.[4] Adapun pelindungan terhadap ciptaan tersebut termasuk pelindungan terhadap ciptaan yang tidak atau belum dilakukan pengumuman tetapi sudah diwujudkan dalam bentuk nyata yang memungkinkan penggandaan ciptaan tersebut.[5]
Hak moral adalah hak yang melekat secara abadi pada diri pencipta,[10] tidak dapat dialihkan selama pencipta masih hidup, tetapi pelaksanaan hak tersebut dapat dialihkan dengan wasiat atau sebab lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah pencipta meninggal dunia.[11] Hak moral melekat pada diri pencipta untuk:
tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan namanya pada salinan sehubungan dengan pemakaian ciptaannya untuk umum;
menggunakan nama aliasnya atau samarannya;
mengubah ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat;
mengubah judul dan anak judul ciptaan; dan
mempertahankan haknya dalam hal terjadi distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan, atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.
Untuk melindungi hak moral tersebut, pencipta dapat memiliki informasi manajemen hak cipta dan/atau informasi elektronik hak cipta.[12] Adapun informasi elektronik hak cipta mencakup antara lain nama pencipta, alias atau nama samarannya, pencipta sebagai pemegang hak cipta, masa dan kondisi penggunaan ciptaan, dan nomor.[13] Lebih lanjut, Pasal 7 ayat (3) UU Hak Cipta mengatur bahwa informasi yang dimiliki pencipta dilarang dihilangkan, diubah, atau dirusak.[14]
Berbeda dengan hak moral, hak ekonomi merupakan hak eksklusif pencipta atau pemegang hak cipta untuk mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan.[15] Pencipta atau pemegang hak cipta memiliki hak untuk melakukan:[16]
penerbitan ciptaan;
penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya;
penerjemahan ciptaan;
pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan;
pendistribusian ciptaan atau salinannya;
pertunjukan ciptaan;
pengumuman ciptaan;
komunikasi ciptaan; dan
penyewaan ciptaan.
Jerat Pidana Pelanggaran Hak Cipta
Pasal 44 ayat (1) UU Hak Cipta menegaskan bahwa penggunaan, pengambilan, penggandaan, dan/atau pengubahan suatu ciptaan dan/atau produk hak terkait secara seluruh atau sebagian yang substansial tidak dianggap sebagai pelanggaran hak cipta jika sumbernya disebutkan atau dicantumkan secara lengkap untuk keperluan:
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta atau pemegang hak cipta;
keamanan serta penyelenggaraan pemerintahan, legislatif, dan peradilan;
ceramah yang hanya untuk tujuan pendidikan dan ilmu pengetahuan; atau
pertunjukan atau pementasan yang tidak dipungut bayaran dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pencipta[17]
Pasal 112 UU Hak Cipta mengatur jerat pidana pelanggaran hak cipta yang berbunyi:
Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) dan/atau Pasal 52 untuk Penggunaan Secara Komersial, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300 juta.
Berdasarkan Pasal 1 angka 24 UU Hak Cipta, penggunaan secara komersial adalah pemanfaatan ciptaan dan/atau produk hak terkait dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari berbagai sumber atau berbayar.[18]
Ringkas Buku Jadi Materi Les yang Diperjualbelikan, Langgar Hak Cipta?
Berdasarkan pertanyaaan yang diajukan, Anda meringkas buku menjadi materi les yang kemudian diperjualbelikan tanpa menyebutkan sumber buku yang diringkas. Dengan begitu, ringkasan materi les tersebut digunakan untuk keperluan pendidikan. Namun, Anda dengan sengaja tidak menyebutkan maupun mencantumkan sumber atau daftar pustakanya secara lengkap. Dengan demikian, telah terjadi pelanggaran terhadap Pasal 44 ayat (1) UU Hak Cipta.
Tindakan Anda juga telah melanggar Pasal 7 ayat (3) UU Hak Cipta yang melarang menghilangkan, mengubah, atau merusak informasi manajemen hak cipta dan/atau informasi elektronik hak cipta yang dimiliki pencipta, serta memperjualbelikannya, yang berarti pelanggaran atas penggunaan secara komersial. Dengan demikian, menurut hemat kami, Anda dapat dijerat Pasal 112 UU Hak Cipta sebagaimana dimaksud di atas.
Saran dari kami adalah saat hendak menggunakan karya orang lain, seharusnya mencantumkan sumber karya secara lengkap. Hal ini penting dilakukan untuk menghindari plagiarisme dan sebagai upaya menghargai karya orang lain.