Saya punya saudara, beliau merupakan kakak dari ibu saya. Setiap akhir bulan, saya selalu mendapat bekal uang dari ibu saya, namun bekal uang ini tidak langsung terkirim pada saya. Karena sudah biasa melalui pihak kedua, yaitu saudara saya melalui rekening bersama. Namun, kali ini saudara saya tidak mengirimkan bekal uang kepada saya, yang artinya bekal tersebut ditahan oleh saudara ibu saya. Ibu saya marah mengetahui hal ini. Apakah ini yang dinamakan tindak pidana penggelapan dana?
DAFTAR ISI
INTISARI JAWABAN
Apabila ada pengaduan dari Anda atau ibu Anda selaku pemilik uang, tindakan yang dilakukan oleh saudara Anda dapat dituntut atas tindak pidana penggelapan yang diatur dalam Pasal 372 KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku, dan Pasal 486 UU 1/2023 tentang KUHP baru.
Lantas, apa jerat hukum yang dapat dikenakan kepada pelaku tindak pidana penggelapan?
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca dalam ulasan di bawah ini.
ULASAN LENGKAP
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Artikel di bawah ini adalah pemutakhiran dari artikel dengan judul Penggelapan dalam Lingkungan Keluarga yang ditulis oleh Abi Jam'an Kurnia, S.H. dan dipublikasikan pada 14 Desember 2018.
Artikel ini dibuat berdasarkan KUHP lama dan UU 1/2023 tentang KUHP yang diundangkan pada tanggal 2 Januari 2023.
Seluruh informasi hukum yang ada di Klinik hukumonline.com disiapkan semata – mata untuk tujuan pendidikan dan bersifat umum (lihat Pernyataan Penyangkalan selengkapnya). Untuk mendapatkan nasihat hukum spesifik terhadap kasus Anda, konsultasikan langsung dengan Konsultan Mitra Justika.
Tindak Pidana Penggelapan
Sebelum menjawab pertanyaan Anda, perlu diketahui bahwa perbuatan yang dikategorikan sebagai tindak pidana penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP lama yang pada saat artikel ini diterbitkan masih berlaku dan Pasal 486 UU 1/2023 tentang KUHP baru yang berlaku terhitung 3 tahun sejak tanggal diundangkan, yaitu tahun 2026,[1] sebagai berikut:
Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000
Pasal 372 KUHP
Pasal 486 UU 1/2023
Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak Rp900 ribu.[2]
Setiap Orang yang secara melawan hukum memiliki suatu Barang yang sebagian atau seluruhnya milik orang lain, yang ada dalam kekuasaannya bukan karena Tindak Pidana, dipidana karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama 4 tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV, yaitu Rp 200 juta.[3]
Menurut P.A.F. Lamintang dalam bukunya berjudul Delik-Delik Khusus Kejahatan-Kejahatan terhadap Harta Kekayaan, tindak pidana penggelapan sebagaimana Pasal 372 KUHP di dalamnya mengandung unsur-unsur tindak pidana sebagai berikut (hal. 105):
a. unsur subjektif, yaitu dengan sengaja
b. unsur objektif:
menguasai secara melawan hukum;
suatu benda;
sebagian atau seluruhnya kepunyaan orang lain; dan
Perbuatan penggelapan ini juga dicontohkan oleh R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 258), misalnya A meminjam sepeda B, kemudian dengan tidak seizin B dijualnya atau A (bendaharawan) menyimpan uang negara lalu uang itu dipakai untuk keperluan sendiri.
Lebih lanjut R. Soesilo (hal.258) menambahkan, kadang-kadang sulit sekali untuk membedakan antara pencurian dengan penggelapan, misalnya A menemui uang di jalanan lalu diambilnya. Jika pada waktu mengambil itu sudah ada niat untuk memiliki uang tersebut, maka peristiwa ini adalah pencurian. Apabila pada waktu mengambil itu pikiran A adalah “uang itu akan saya serahkan ke kantor polisi” dan betul diserahkannya, maka A tidak berbuat suatu peristiwa pidana, akan tetapi jika sebelum sampai di kantor polisi kemudian timbul maksud untuk memiliki uang itu dan dibelanjakan, maka A telah melakukan penggelapan.
Kemudian, berdasarkan Penjelasan 486 UU 1/2023, pada tindak pidana penggelapan, barang yang bersangkutan sudah dikuasai secara nyata oleh pelaku tindak pidana. Hal ini berbeda dengan pencurian di mana barang tersebut belum berada di tangan pelaku tindak pidana.
Saat timbulnya niat untuk memiliki barang tersebut secara melawan hukum, juga menentukan perbedaan antara penggelapan dan pencurian. Apabila niat memiliki sudah ada pada waktu barang tersebut diambil, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana pencurian. Sedang pada penggelapan, niat memiliki tersebut baru ada setelah barang yang bersangkutan untuk beberapa waktu sudah berada di tangan pelaku. Unsur tindak pidana penggelapan lainnya adalah bahwa pelaku menguasai barang yang hendak dimiliki tersebut bukan karena tindak pidana, misalnya suatu barang yang berada dalam penguasaan pelaku tindak pidana sebagai jaminan utang piutang yang kemudian dijual tanpa izin pemiliknya.
Lantas, bagaimana jika pelaku penggelapan adalah saudara sendiri atau kakak dari ibu Anda? Perlu dilihat bahwa berdasarkan Pasal 376 KUHP dan Pasal 490 UU 1/2023, ketentuan dalam Pasal 367 KUHP dan Pasal 481 UU 1/2023 berlaku bagi kejahatan-kejahatan yang dirumuskan dalam bab penggelapan.
Untuk itu, perlu dijabarkan rumusan dalam Pasal 367 ayat (2) KUHP dan Pasal 481 ayat (2) UU 1/2023 yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 367 ayat (2) KUHP
Pasal 481 ayat (2) UU 1/2023
Jika dia (pembuat atau pembantu dari salah satu kejahatan dalam bab ini) adalah suami (istri) yang terpisah meja dan ranjang atau terpisah harta kekayaan, atau jika dia adalah keluarga sedarah atau semenda, baik dalam garis lurus maupun garis menyimpang derajat kedua, maka terhadap orang itu hanya mungkin diadakan penuntutan jika ada pengaduan yang terkena kejahatan.
Penuntutan pidana hanya dapat dilakukan atas pengaduan Korban jika pelaku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan suami atau istri Korban Tindak Pidana yang terpisah meja dan tempat tidur atau terpisah Harta Kekayaan, atau merupakan keluarga sedarah atau semenda baik dalam garis lurus maupun dalam garis menyamping sampai derajat kedua.
R. Soesilo dalam buku yang sama (hal. 256) juga mengatakan bahwa jika yang melakukan atau membantu penggelapan itu adalah sanak keluarga yang tersebut pada alinea dua dalam pasal ini, maka si pembuat hanya dapat dituntut atas pengaduan dari orang yang memiliki barang itu (delik aduan).
Lalu, P.A.F. Lamintang, dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia (hal. 217-218) menyatakan hal sebagai berikut:
Delik aduan merupakan tindak pidana yang hanya dapat dituntut apabila ada pengaduan dari orang yang dirugikan. Sedangkan delik biasa adalah tindak pidana yang dapat dituntut tanpa diperlukan adanya suatu pengaduan.
Jadi, menjawab pertanyaan terkait permasalahan keluarga Anda, walaupun kakak dari ibu Anda dapat dituntut atas tindak pidana penggelapan berdasarkan Pasal 372 KUHP atau Pasal 486 UU 1/2023 atas dasar pengaduan dari Anda atau ibu Anda selaku pemilik uang (delik aduan), kami tetap menyarankan permasalahan ini untuk diselesaikan secara kekeluargaan terlebih dahulu, karena tuntutan pidana hendaknya dilakukan sebagai jalur terakhir (ultimum remedium) apabila segala upaya seperti perdamaian telah ditempuh.[4]