KlinikBeritaData PribadiJurnal
Personalisasi
Halo,
Anda,

Segera Upgrade paket berlangganan Anda.
Dapatkan fitur lebih lengkap
Profil
Ada pertanyaan? Hubungi Kami
Bahasa
id-flag
en-flag

Wajibkah Penuntut Umum Banding Atas Vonis yang Kurang dari Tuntutan?

Share
copy-paste Share Icon
Pidana

Wajibkah Penuntut Umum Banding Atas Vonis yang Kurang dari Tuntutan?

Wajibkah Penuntut Umum Banding Atas Vonis yang Kurang dari Tuntutan?
Zul Afiatul Kharisma, S.H.PERSADA UB
PERSADA UB
Bacaan 10 Menit
Wajibkah Penuntut Umum Banding Atas Vonis yang Kurang dari Tuntutan?

PERTANYAAN

Baru-baru ini ada terdakwa kasus pembunuhan Brigadir Yosua yang hanya dihukum 1,5 tahun penjara jauh dari tuntutan jaksa 12 tahun penjara. Oleh karena itu, menyikapi vonis hakim, wajibkah jaksa mengajukan banding karena vonis kurang dari tuntutan hakim? Jika jaksa tidak banding, adakah sanksi hukumnya? Mohon penjelasannya.

DAFTAR ISI

    INTISARI JAWABAN

    Perlu digarisbawahi bahwa pengajuan banding bukanlah suatu keharusan atau kewajiban melainkan suatu hak. Di lain sisi, jika terdakwa merupakan justice collaborator, ia dapat diberikan pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya. Apa dasarnya?

     

    Penjelasan lebih lanjut dapat Anda baca ulasan di bawah ini.

    ULASAN LENGKAP

    Terima kasih atas pertanyaan Anda.

     

    Terdakwa Justice Collaborator

    Berkaitan dengan kasus yang Anda tanyakan, patut Anda ketahui posisi terdakwa merupakan justice collaborator. Sepanjang penelusuran, baik dalam putusan hakim maupun tuntutan jaksa menyatakan terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) yakni saksi yang juga sebagai pelaku (bukan pelaku utama) suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.[1]

    KLINIK TERKAIT

    Hak Mengajukan Banding dalam Sidang Perkara Pelanggaran Lalu Lintas

    Hak Mengajukan Banding dalam Sidang Perkara Pelanggaran Lalu Lintas

    Saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator) dapat diberikan penanganan secara khusus dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan yakni salah satunya berupa keringanan penjatuhan pidana.[2]

    Oleh karena kedudukan terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerjasama (Justice collaborator) yang telah memberikan memberikan keterangan yang signifikan dan relevan dalam proses peradilan guna mengungkap kasus, ia dapat diberikan pidana berupa pidana penjara yang paling ringan di antara terdakwa lainnya dan/atau bentuk perlindungan lainnya.[3]

    Belajar Hukum Secara Online dari Pengajar Berkompeten Dengan Biaya TerjangkauMulai DariRp. 149.000

     

    Wajibkah Penuntut Umum Banding atas Vonis yang Kurang dari Tuntutan?

    Sebelumnya patut dipahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan banding. Menurut M. Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali (hal. 450) menjelaskan bahwa banding merupakan upaya yang dapat diminta oleh pihak yang berkepentingan, supaya putusan peradilan tingkat pertama diperiksa lagi dalam peradilan tingkat banding. Jadi secara yuridis formal, undang-undang memberi upaya kepada pihak yang berkepentingan untuk mengajukan permintaan pemeriksaan putusan peradilan tingkat pertama di tingkat banding.

    Merujuk Pasal 67 KUHAP mengatur hak jaksa dalam mengajukan banding, yang berbunyi sebagai berikut:

    Terdakwa atau penuntut umum berhak untuk minta banding terhadap putusan pengadilan tingkat pertama kecuali terhadap putusan bebas, lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut masalah kurang tepatnya penerapan hukum dan putusan pengadilan dalam acara cepat.

    Aturan tersebut menunjukkan bahwa upaya hukum banding bagi penuntut umum merupakan suatu ‘hak’, sehingga tidak bersifat ‘wajib’ oleh karenanya ketika penuntut umum telah menerima suatu putusan hakim, ia tidak wajib untuk tetap mengajukan upaya hukum banding.

     

    Jika Penuntut Umum Tidak Banding, Adakah Sanksinya?

    Sepanjang penelusuran kami, tidak ada satupun sanksi bagi penuntut umum yang tidak mengajukan banding. Merujuk KUHAP, apabila penuntut umum tidak mengajukan banding dalam waktu 7 hari sesudah putusan dijatuhkan, penuntut umum dianggap menerima putusan hingga inkracht. Kemudian panitera mencatat dan membuat akta dan melekatkannya pada berkas perkara.[4]

    Dengan demikian, dapat dipahami bahwa banding adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk menolak putusan pengadilan, dengan tujuan untuk meminta pemeriksaan ulang oleh pengadilan yang lebih tinggi serta untuk menguji ketepatan penerapan hukum dan putusan pengadilan tingkat pertama,[5] sehingga bukan suatu kewajiban bagi penuntut umum.

     

    Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

     

    Dasar Hukum:

    1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana;
    2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban;
    3. Peraturan Bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Jaksa Agung, Kapolri, KPK, Ketua LPSK Nomor M.HH-11.HM.03.02, PER-045/A/JA/12/2011, 1, KEP-B-02/01-55/12/2011, 4 Tahun 2011 tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor, dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama;
    4. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborators) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

    Referensi:

    M. Yahya Harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP: Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2010.


    [2] Pasal 10A ayat (1) dan (3) huruf a UU 31/2014

    [3] Angka 9 huruf c Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 Tahun 2011 tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistleblower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborators) di dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu

    [4] Pasal 234 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

    [5] Andi Hamzah. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika, 2016

    Tags

    acara pidana
    banding

    Punya Masalah Hukum yang sedang dihadapi?

    atauMulai dari Rp 30.000
    Baca DisclaimerPowered byempty result

    KLINIK TERBARU

    Lihat Selengkapnya

    TIPS HUKUM

    Syarat dan Prosedur Hibah Saham

    11 Okt 2022
    logo channelbox

    Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!

    Kunjungi

    Butuh lebih banyak artikel?

    Pantau Kewajiban Hukum
    Perusahaan Anda Di Sini!