Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Perubahan Anggaran Dasar
Kami berasumsi bentuk badan usaha Perusahaan A dan Perusahaan B adalah Perseroan Terbatas (“PT”).
Di dalam Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (“UUPT”), disebutkan bahwa PT merupakan badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam UUPT serta peraturan pelaksanaannya.
Akta pendirian PT memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian perseroan.
[1] Anggaran dasar memuat sekurang-kurangnya:
[2]nama dan tempat kedudukan perseroan;
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
jangka waktu berdirinya perseroan;
besarnya jumlah modal dasar, modal ditempatkan, dan modal disetor;
jumlah saham, klasifikasi saham apabila ada berikut jumlah saham untuk tiap klasifikasi, hak-hak yang melekat pada setiap saham, dan nilai nominal setiap saham;
nama jabatan dan jumlah anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
penetapan tempat dan tata cara penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham (“RUPS”);
tata cara pengangkatan, penggantian, pemberhentian anggota Direksi dan Dewan Komisaris;
tata cara penggunaan laba dan pembagian dividen.
Maksud dan tujuan merupakan usaha pokok perseroan. Sedangkan kegiatan usaha merupakan kegiatan yang dijalankan oleh perseroan dalam rangka mencapai maksud dan tujuannya, yang harus dirinci secara jelas dalam anggaran dasar, dan rincian tersebut tidak boleh bertentangan dengan anggaran dasar.
[3]
Selanjutnya, untuk mengubah anggaran dasar harus ditetapkan oleh RUPS.
[4] Perubahan anggaran dasar tertentu harus mendapat persetujuan Menteri Hukum dan HAM. Perubahan anggaran dasar tertentu tersebut meliputi:
[5]nama perseroan dan/atau tempat kedudukan perseroan;
maksud dan tujuan serta kegiatan usaha perseroan;
jangka waktu berdirinya perseroan;
besarnya modal dasar;
pengurangan modal ditempatkan dan disetor; dan/atau
status perseroan yang tertutup menjadi perseroan terbuka atau sebaliknya.
Perubahan anggaran dasar di atas mulai berlaku sejak tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai persetujuan perubahan anggaran dasar.
[6]
Oleh karena Perusahaan A dan Perusahaan B berencana untuk memproduksi dan/atau memperdagangkan sepeda, keduanya terlebih dahulu perlu mengubah maksud dan tujuan perseroan di dalam anggaran dasar masing-masing.
Perubahan Izin Usaha Industri
Berdasarkan info yang kami terima, salah satu kegiatan usaha Perusahaan A adalah di bidang manufaktur. Untuk itu, kami berasumsi Perusahaan A sudah memiliki Izin Usaha Industri (“IUI”).
Sedangkan perusahaan industri adalah setiap orang yang melakukan kegiatan di bidang usaha industri yang berkedudukan di Indonesia.
[7]
Sehubungan dengan rencana Perusahaan A membuat sepeda, perlu diperhatikan Pasal 6 ayat (1) PP 107/2015 yang berbunyi:
Dalam 1 (satu) IUI hanya berlaku bagi 1 (satu) Perusahaan Industri yang:
memiliki usaha Industri dengan 1 (satu) kelompok usaha sesuai dengan KBLI 5 (lima) digit dan berada dalam 1 (satu) lokasi Industri;
memiliki beberapa usaha Industri yang merupakan 1 (satu) unit produksi terpadu dengan KBLI 5 (lima) digit yang berbeda dalam 1 (satu) Kawasan Industri; atau
memiliki beberapa usaha Industri dengan 1 (satu) kelompok usaha sesuai dengan KBLI 5 (lima) digit yang sama dan berada di beberapa lokasi dalam 1 (satu) Kawasan Industri.
Untuk rencana memproduksi sepeda, apabila Perusahaan A memiliki usaha industri di luar ketentuan Pasal 6 ayat (1) PP 107/2015, maka Perusahaan A wajib memiliki IUI baru.
[8]
Untuk memperoleh IUI, Anda dapat mengajukannya melalui laman
Online Single Submission (“OSS”).
[9]
IUI yang diterbitkan oleh OSS belum berlaku efektif sampai dengan dipenuhinya seluruh komitmen. Pelaku usaha yang memiliki IUI yang belum efektif tidak dapat melakukan kegiatan produksi komersial.
[10]
Keseluruhan komitmen yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha antara lain:
[11]memiliki akun sistem informasi industri nasional (SIINas);
bagi perusahaan industri yang dikecualikan dari kewajiban berlokasi di kawasan industri, memiliki surat keterangan;
menyampaikan data industri;
telah dilakukan verifikasi teknis.
Lebih lanjut, produsen di dalam negeri dapat menunjuk perusahaan sebagai distributor atau agen untuk mendistribusikan barang kepada pengecer.
[12]
Selain produsen di dalam negeri, produsen harus menunjuk perusahaan sebagai distributor atau agen untuk mendistribusikan barang kepada pengecer.
[13]
Berdasarkan ketentuan tersebut, jika Perusahaan A memproduksi sepeda di dalam negeri, maka untuk memperdagangkannya dapat menunjuk Perusahaan B sebagai distributor atau agen.
Angka Pengenal Impor
Sedangkan importir adalah orang perorangan atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang melakukan kegiatan impor.
[14]
Impor hanya dapat dilakukan oleh importir yang memiliki Angka Pengenal Importir (“API”), baik API Umum (API-U) dan API Produsen (API-P).
[15]
Setiap importir hanya dapat memiliki satu jenis API.
[16] Untuk perusahaan yang melakukan impor barang tertentu untuk tujuan diperdagangkan, hanya akan diberikan API-U.
[17]
Saat ini, Nomor Induk Berusaha (NIB) yang diterbitkan oleh Lembaga OSS berlaku juga sebagai API.
[18]
Oleh karena itu, untuk keperluan impor sepeda maka pastikan Perusahaan B memiliki API-U.
SNI Bagi Sepeda
Selanjutnya, baik Perusahaan A sebagai produsen dan Perusahaan B sebegai importir perlu memenuhi SNI khusus sepeda roda dua.
Sedangkan Sertifikat Produk Penggunaan Tanda SNI Sepeda Roda Dua (“SPPT-SNI Sepeda Roda Dua”), adalah sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi produk kepada produsen yang mampu memproduksi sepeda roda dua sesuai dengan ketentuan SNI.
[19]
Pemberlakuan SNI sepeda roda dua secara wajib berlaku terhadap sepeda roda dua hasil produksi dalam negeri dan/atau asal impor yang beredar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
[20]
Oleh karena itu, pelaku usaha (produsen, perwakilan perusahaan, dan/atau importir sepeda roda dua) wajib memproduksi, mengimpor, dan/atau mengedarkan sepeda roda dua sesuai dengan ketentuan SNI.
[21]
Adapun produsen sepeda roda dua di dalam negeri wajib memiliki SPPT-SNI Sepeda Roda Dua.
[22]
Dalam hal sepeda roda dua berasal dari impor, produsen sepeda roda dua di luar negeri wajib memiliki SPPT-SNI Sepeda Roda Dua.
[23]
Untuk memiliki SPPT-SNI Sepeda Roda Dua, produsen sepeda roda dua mengajukan permohonan penerbitan SPPT-SNI Sepeda Roda Dua kepada LSPro yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, sesuai dengan ruang lingkup SNI 1049:2008 dan/atau SNI 8224:2016 dan ditunjuk oleh Menteri Perindustrian.
[24]
Dalam mengajukan permohonan penerbitan SPPT-SNI Sepeda Roda Dua kepada LSPro, produsen sepeda roda dua di luar negeri menunjuk satu perwakilan perusahaan yang dapat berfungsi sebagai importir sepeda roda dua.
[25]
Dalam hal perwakilan perusahaan tidak berfungsi sebagai importir sepeda roda dua, produsen sepeda roda dua di luar negeri dapat menunjuk satu importir sepeda roda dua melalui perwakilan perusahaan.
[26] Perusahaan B dapat berperan sebagai importir ini.
Jika mengalami kesulitan untuk mengurus perubahan jenis usaha perusahaan, silakan kontak
Easybiz di
[email protected] untuk solusi terbaik pendirian perusahaan dan perizinan berusaha yang legal dan tepat.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
[1] Pasal 8 ayat (1) UUPT
[2] Pasal 15 ayat (1) UUPT
[3] Penjelasan Pasal 18 UUPT
[4] Pasasl 19 ayat (1) UUPT
[5] Pasal 21 ayat (1) dan (2) UUPT
[6] Pasal 23 ayat (1) UUPT
[7] Pasal 1 angka 5 PP 107/2015
[8] Pasal 6 ayat (2) PP 107/2015
[10] Pasal 12 ayat (2) dan (3) Permenperin 15/2019
[11] Pasal 13 Permenperin 30/2019
[13] Pasal 7 ayat (2) Permendag 66/2019
[14] Pasal 1 angka 3 Permendag 75/2018
[15] Pasal 2 & 3 Permendag 75/2018
[16] Pasal 7 ayat (1) Permendag 75/2018
[17] Pasal 4 Permendag 75/2018
[18] Pasal 9 Permendag 75/2018
[19] Pasal 1 angka 5 Permenperin 30/2018
[20] Pasal 4 ayat (1)
jo. Pasal 3 Permenperin 30/2018
[21] Pasal 5
jo. Pasal 1 angka 6
jo. Pasal 3 Permenperin 30/2018
[22] Pasal 6 ayat (1) Permenperin 30/2018
[23] Pasal 6 ayat (2) Permenperin 30/2018
[24] Pasal 8 ayat (1) Permenperin 30/2018
[25] Pasal 9 ayat (1) Permenperin 30/2018
[26] Pasal 10 ayat (1) Permenperin 30/2018