Apakah Tas Miliaran Rupiah Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah?
PERTANYAAN
Apakah tas mewah seharga miliaran rupiah juga dapat dikenakan pajak barang mewah?
Pro
Pusat Data
Koleksi terlengkap dan terkini berisi peraturan putusan pengadilan preseden serta non-preseden
Solusi
Wawasan Hukum
Klinik
Tanya jawab tentang berbagai persoalan hukum, mulai dari hukum pidana hingga perdata, gratis!
Berita
Informasi terkini tentang perkembangan hukum di Tanah Air, yang disajikan oleh jurnalis Hukumonline
Jurnal
Koleksi puluhan ribu artikel dan jurnal hukum yang kredibel untuk berbagai penelitian hukum Anda
Event
Informasi mengenai seminar, diskusi, dan pelatihan tentang berbagai isu hukum terkini
Klinik
Berita
Login
Pro
Layanan premium berupa analisis hukum dwibahasa, pusat data peraturan dan putusan pengadilan, serta artikel premium.
Solusi
Solusi kebutuhan dan permasalahan hukum Anda melalui pemanfaatan teknologi.
Wawasan Hukum
Layanan edukasi dan informasi hukum tepercaya sesuai dengan perkembangan hukum di Indonesia.
Catalog Product
Ada Pertanyaan? Hubungi Kami
Apakah tas mewah seharga miliaran rupiah juga dapat dikenakan pajak barang mewah?
Intisari:
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan terhadap: a. penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan b. impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah itu berupa kendaraan bermotor serta barang lain selain kendaraan bermotor, antara lain seperti: hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya (senilai tertentu); kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum; kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara.
Tas mewah bernilai miliaran rupiah tidak termasuk ke dalam kelompok barang yang kena pajak penjualan atas barang mewah.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di bawah ini.
|
Ulasan:
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Untuk menjawab pertanyaan Anda, kami akan berpedoman pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“UU 8/1983”) yang telah diubah beberapa kali, terakhir diubah oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“UU 42/2009”).
Di samping pengenaan Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah juga dikenakan terhadap:[1]
a. penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya; dan
b. impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah
Pengenaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah itu dilakukan dengan pertimbangan bahwa:[2]
a. perlu keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi;
b. perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang tergolong mewah;
c. perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional; dan
d. perlu untuk mengamankan penerimaan negara.
Yang dimaksud dengan ”Barang Kena Pajak yang tergolong mewah” adalah:[3]
1. barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok;
2. barang yang dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;
3. barang yang pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi; dan/atau
4. barang yang dikonsumsi untuk menunjukkan status.
Tarif Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
Pajak Penjualan atas Barang Mewah dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.[4]
Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah ditetapkan paling rendah 10% dan paling tinggi 200%.[5]
Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah
Ketentuan mengenai kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“PP 41/2013”) sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (“PP 22/2014”).[6]
Lalu bagaimana dengan tas? Ketentuan mengenai jenis barang selain kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2017 Tahun 2017 tentang Jenis Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Selain Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PMK 35/2017”).[7]
Berikut barang-barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor:
1. Daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah dengan tarif sebesar 20%, yaitu:[8]
Kelompok hunian mewah seperti rumah mewah, apartemen, kondominium, town house, dan sejenisnya:
a. Rumah dan town house dari jenis nonstrata title dengan harga jual sebesar Rp20 miliar atau lebih.
b. Apartemen, kondominium, town house dari jenis strata title, dan sejenisnya dengan harga jual sebesar Rp10 miliar atau lebih.
2. Daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah dengan tarif sebesar 40%, yaitu:[9]
a. Kelompok balon udara dan balon udara yang dapat dikemudikan, pesawat udara lainnya tanpa tenaga penggerak.
b. Kelompok peluru senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara: Peluru dan bagiannya, tidak termasuk peluru senapan angin.
3. Daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah dengan tarif sebesar 50%, yaitu:[10]
a. Kelompok pesawat udara selain yang tercantum di atas, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga:
- Helikopter;
- Pesawat udara dan kendaraan udara lainnya selain helikopter.
b. Kelompok senjata api dan senjata api lainnya, kecuali untuk keperluan negara:
- Senjata artileri;
- Revolver dan pistol;
- Senjata api selain (senjata artileri, revolver dan pistol) dan peralatan semacam itu yang dioperasikan dengan penembakan bahan peledak.
4. Daftar jenis barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah dengan tarif sebesar 75%, yaitu:[11]
Kelompok kapal pesiar mewah, kecuali untuk keperluan negara atau angkutan umum:
a. Kapal pesiar, kapal ekskursi, dan kendaraan air semacam itu terutama dirancang untuk pengangkutan orang, kapal feri dari semua jenis, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum;
b. Yacht, kecuali untuk kepentingan negara atau angkutan umum.
Jadi berdasarkan uraian di atas, tas mahal yang Anda maksud tidak termasuk ke dalam kelompok barang kena pajak yang tergolong mewah selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar hukum:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang telah diubah beberapa kali, terakhir diubah oleh Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah;
[1] Pasal 5 ayat (1) UU 42/2009
[2] Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU 42/2009
[3] Penjelasan Pasal 5 ayat (1) UU 42/2009
[4] Pasal 5 ayat (2) UU 42/2009
[5] Pasal 8 ayat (1) UU 42/2009
[6] Pasal 8 ayat (3) UU 42/2009
[7] Lampiran PMK 35/2017
[8] Lampiran I PMK 35/2017
[9] Lampiran II PMK 35/2017
[10] Lampiran III PMK 35/2017
[11] Lampiran IV PMK 35/2017
Dapatkan info berbagai lowongan kerja hukum terbaru di Indonesia!
Butuh lebih banyak artikel?