Sebanyak 15 orang mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2003-2019 menyampaikan kegelisahannya terhadap situasi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini yang dinilai telah kehilangan kompas moral dan etika. Pimpinan KPK tersebut antara lain Taufiequrachman Ruki, Mas Achmad Santosa, Erry Riyana Hardjapamekas, Basaria Panjaitan, Amien Sunaryadi, Laode M Syarif, M Busyro Muqodas, Adnan Pandu Praja, Abraham Samad, Mohammad Jassin, Chandra M Hamzah, Zulkarnain, Waluyo, Haryono Umar dan Bibit Samad Rianto.
Mewakili belasan eks pimpinan KPK itu, Basaria Pandjaitan mengatakan pelaksanaan tata kelola pemerintahan yang baik beserta rule of law semestinya sudah terinternalisasi dalam setiap langkah dan gerak penyelenggara negara. Tapi sayangnya makin sering ditinggalkan. Karena itulah sebagai penyelenggara negara, presiden mesti mengedepankan moral dan etik.
”Maka kami, Pimpinan KPK periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2019, menghimbau agar Presiden dan seluruh Penyelenggara Negara untuk kembali berpegang teguh pada standar moral dan etika dalam menjalankan amanah yang diembannya,” ujarnya di Gedung ACLC KPK, Senin (5/2/2024).
Purnawirawan jenderal polisi bintang dua itu menjelaskan, sifat kenegarawanan dan keteladanan seharusnya juga dapat ditunjukan oleh seorang presiden selaku kepala negara, terlebih dalam masa kontestasi Pemilihan Umum tahun 2024 ini. Dia memaparkan bukti dari hilanganya kompas moral, etika, dan hukum dalam berbangsa dan bernegara, telah terlihat nyata dalam berbagai parameter dan penilaian yang diterbitkan lembaga-lembaga internasional.
Baca juga:
- UII dan UGM Desak Presiden Jokowi Tegakkan Etika
- Civitas UI dan Unhas Warning Atas Hancurnya Tatanan Hukum dan Demokrasi
Basaria Pandjaitan saat membacakan pernyataan sikap eks pimpinan KPK di Gedung ACLC KPK, Senin (5/2/2024). Foto: RES
Seperti penurunan skor Indeks Persepsi Korupsi (CPI) Indonesia dalam empat tahun terakhir, staganasi Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index) yang dikeluarkan oleh World Justice Project. Selain itu, terdapat juga pernyataan The Economist Intelligence Unit yang menempatkan Indonesia sebagai negara “Demokrasi Cacat” (flawed democracy).