21 Kritik Advokat Terhadap Hukum Acara Perdata
Knferensi ADHAPER 2018:

21 Kritik Advokat Terhadap Hukum Acara Perdata

Sebelum disahkan, Otto berharap RUU Hukum Acara Perdata mengakomodasi aspirasi advokat sebagai praktisi hukum pengguna hukum acara perdata.

Norman Edwin Elnizar
Bacaan 2 Menit

 

Hal lain yang menjadi masalah dalam pengalamannya berpraktik adalah gugatan terhadap pihak yang berada di luar negeri. “Praktiknya diajukan gugatan ke Pengadilan Negeri di Jakarta Pusat, tapi sering dieksepsi, karena tidak diatur jelas dalam HIR/RBg,” ujarnya.

 

Pengajuan gugatan ke PN Jakarta Pusat menurutnya mengacu yurisprudensi Mahkamah Agung. Akan tetapi karena tidak menganut preseden, hakim masih ada yang menolak gugatan semacam ini. Alasannya HIR/RBg tidak mengatur mekanisme gugatan terhadap pihak yang berada di luar negeri.

 

(Baca juga: RUU Hukum Acara Perdata Bukan Prioritas dalam Prolegnas, Mengapa?)

 

Masalah lainnya ialah pemanggilan orang-orang yang tidak diketahui tempat tinggalnya atau tidak dikenal melalui Bupati yang memimpin wilayah tempat tinggal penggugat. Petugas pengadilan menitipkan surat panggilan kepada Bupati untuk melakukan pencarian. Hal ini dinilai Otto tidak adil dan tidak efektif.

 

Apalagi pengaturan berikutnya yang mungkin digunakan soal pemanggilan ini ialah dengan surat kabar. Itupun tersedia di RV, bukan dalam HIR/RBg. Padahal keberlakuan RV sendiri menjadi perdebatan di kalangan praktisi hukum. Para hakim tidak selalu seragam dalam menerima penggunaan RV. “Itu pun sekarang sudah era media online juga, beralih ke digital,. Harus tegas diatur,” ujarnya.

 

“Nggak ada disebutkan di UU Bea Materai kalau surat gugatan harus bermaterai, lalu pengadilan masih menerapkan harus pakai materai, apa dasarnya?” ujar Otto mengkritik praktik pengadilan yang masih menerima eksepsi tergugat jika surat gugatan tidak bermaterai.

 

Dalam UU No.13 Tahun 1985 tentang Bea Materai memang hanya mewajibkan surat perjanjian, surat kuasa, surat hibah, surat pernyataan, dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata untuk menggunakan materai. Sedangkan surat gugatan bukanlah alat bukti di persidangan.

 

Hal terakhir yang ditekankan Otto adalah asas bahwa hakim dalam perkara perdata bersikap pasif. Salah satunya hakim menolak melakukan pemanggilan saksi atau ahli yang diperlukan. “Ini jadi diasumsikan hakim tidak bisa berbuat apa-apa,” kata Otto.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait